Para sahabat memiliki derajat dan kedudukan mulia di sisi Allah dan RasulNya, kedudukan mulia ini karena mereka adalah para sahabat Rasulullah saw, namun derajat dan kedudukan mereka di antara mereka tidak sama, artinya sebagian sahabat mempunyai derajat yang lebih tinggi dari sebagian yang lain.

Derajat tertinggi umat ini diraih oleh khulafa’ rasyidin yang empat, yang tertinggi dari mereka adalah Abu Bakar kemudian Umar kemudian Usman kemudian Ali, sesuai dengan urutan khilafah mereka.

Setelah mereka adalah para sahabat as-sabiqun al-awwalun, para sahabat yang berinfak dan berjihad sebelum Fathu Hudaibiyah berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan. Mereka lebih tingi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hadid: 10).

Ayat di atasa menyatakan bahwa orang-orang yang berinfak dan berperang sebelum perdamaian Hudaibiyah lebih afdhal daripada orang-orang yang berinfak dan berperang setelahnya.

Perdamaian Hudaibiyah sendiri terjadi pada bulan Dzulqa’dah tahun enam hijriyah. Orang-orang yang masuk Islam berinfak dan berperang sebelum itu adalah lebih baik daripada orang-orang yang berinfak dan berperang sesudahnya. Hal ini bisa kita ketahui melalui sejarah keislaman mereka, kita merujuk kepada al-Ishabah fi Tamyizis Shahabah milik Ibnu Hajar atau al-Isti’ab fi Ma’rifatil Ashab milik Ibnu Abdul Bar atau buku-buku lainnya tentang sahabat, dari sana diketahui sahabat ini masuk Islam sebelum atau sesudahnya.

Fathu (penaklukan) dalam ayat di atas adalah perdamaian Hudaibiyah. Ini adalah salah satu pendapat dari dua pendapat tentang ayat ini dan inilah yang benar dalilnya adalah kisah antara Abdur Rahman bin Auf dengan Khalid dan ucapan al-Barra bin Azib, “Kamu menganggap Fath adalah Fathu Makkah, memang Fathu Makkah adalah sebuah Fath sementara kami menganggap bahwa Fath adalah Baiat Ridhwan pada hari Hudaibiyah.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari.

Ada yang berkata bahwa yang dimaksud dengan Fath adalah Fathu Makkah dan ini adalah pendapat kebanyakan ahli tafsir.

Antara Muhajirin dan Anshar

Muhajirin adalah orang-orang yang hijrah dari Makkah ke Madinah pada zaman Nabi sebelum Fathu Makkah. Sedangkan Anshar adalah penduduk Madinah di mana Nabi berhijrah kepada mereka.

Ahlus Sunnah wal Jamaah mendahulukan Muhajirin di atas Anshar karena orang-orang Muhajirin menggabungkan antara hijrah dan nusrah (mendukung) sementara orang-orang Anshar hanya nusrah saja.

Muhajirin meninggalkan keluarga dan harta mereka serta tanah kelahiran mereka, mereka pindah ke bumi yang asing, semua itu adalah hijrah kepada Allah dan RasulNya demi menolong Allah dan RasulNya. Sedangkan Anshar, Nabi saw mendatangi mereka di negeri mereka, mereka menolong Nabi, tanpa ragu mereka melindungi Nabi seperti mereka melindungi istri dan anak-anak mereka sendiri.

Dalil didahulukannya Muhajirin adalah firman Allah, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah.” (At-Taubah: 100). Ayat ini menyebut Muhajirin sebelum Anshar.

Firman Allah, “Sesungguhnya Allah telah menerima taubat nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar.” (At-Taubah: 117). Ayat ini mendahulukan Muhajirin kemudian Anshar.

Firman Allah tentang harta fai’, “Bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka.” (Al-Hasyr: 8). Kemudian, “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin).” (Al-Hasyr: 9).

Ahli Badar

Ahli Badar adalah para sahabat yang ikut serta dalam perang Badar, perang besar pertama Rasulullah saw melawan orang-orang Musyrikin Makkah, para sahabat yang ikut di dalamnya memiliki kedudukan khusus di sisi Allah setelah kemenangan tersebut, Allah melongok mereka dan berfirman, “Lakukan apa yang kalian mau lakukan karena Aku telah mengampuni kalian.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari.

Dosa apapun yang terjadi dari mereka diampuni untuk mereka karena kebaikan besar ini yang Allah berikan melalui tangan mereka.

Hadits ini menunjukkan bahwa dosa apapun yang terjadi dari mereka diampuni. Ia mengandung berita gembira bahwa mereka tidak mati di atas kekufuran karena mereka diampuni, ini menuntut satu dari dua perkara:

Bahwa mereka tidak mungkin kafir setelah itu atau kalaupun salah satu dari me ditakdirkan kafir maka dia akan diberi taufik untuk taubat dan kembali kepada Islam. Apapun, ini adalah berita gembira besar bagi mereka dan kita tidak mengetahui seorang pun yang kafir setelah itu.

Dari Syarah Aqidah Wasithiyah, Syaikh Ibnu Utsaimin.