Bapak ibu berharap anaknya tumbuh menjadi anak yang shalih, ini merupakan harapan semua bapak ibu muslim, hanya anak shalih yang berguna bagi bapak ibu, hanya anak shalih yang kelak berbakti kepada bapak ibu, hanya anak shalih yang berkenan mendampingi bapak ibu pada saat dibutuhkan, dan untuk menumbuhkan anak menjadi anak yang shalih diperlukan pendidikan, khususnya pendidikan agama yang baik dan benar.

Karena agama adalah perintah dan larangan, maka anak pun perlu dikenalkan perintah dan larangan agama, tentu saja dengan memperhatikan usia, kemampuan fisik dan nalar anak serta cara pengenalannya. Dengan pengenalan ini diharapkan anak sudah terbiasa pada saat dia harus mematuhi perintah dan larangan, dia tidak merasa aneh dan canggung yang bisa memicu sikap penolakan terhadap perintah dan larangan agama.

Terkait dengan pengenalan terhadap perintah dan larangan kepada anak, Rasulullah saw sendiri, di samping telah menganjurkan, beliau juga mencontohkannya. Sebagai contoh dalam perkara perintah shalat, Rasulullah saw meminta bapak ibu mengenalkannya kepada anak pada waktu anak usia tujuh tahun, bahkan tiga tahun kemudian Rasulullah saw mengizinkan memukul, sebagai bentuk pendidikan dan ketegasan, ketika anak membangkang dan menolak untuk shalat.

Dari Amru bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya rhu berkata, Rasulullah saw bersabda, “Perintahkanlah anak-anakmu shalat sementara mereka berumur tujuh tahun dan pukullah karenanya sementara mereka berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah di antara mereka di tempat tidur.” (HR. Abu Dawud, no.495, dihasankan oleh an-Nawawi dalam Riyadhus Shalihin no. 4/301 dan didukung oleh al-Arnauth).

Dari Umar bin Abu Salamah rhu berkata, aku adalah anak dalam asuhan Rasulullah saw, tanganku bergerilya di nampan lalu Rasulullah saw bersabda kepadaku, “Wahai bocah, ucapkanlah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah yang dekat denganmu.” (Muttafaq alaihi).

Dalam perkara larangan Rasulullah saw memberi teladan ketika beliau melarang cucunya al-Hasan makan satu biji kurma zakat, padahal mungkin dalam pendangan sebagian dari kita apalah artinya sebutir kurma, lebih-lebih bagi anak kecil sekelas al-Hasan, tetapi berbeda dengan Rasulullah saw, beliau memilih sikap tegas tapi lembut, tegas agar al-Hasan mengenal batasan-batasan, lembut agar jiwa kekanak-kanakannya terjaga. Rasulullah saw bersabda,“Hus, hus, buanglah ia, ketahuilah bahwa kita tidak makan sedekah.” (Muttafaq alaihi).

Ada anggapan dari sebagian orang bahwa anak tidak perlu dilarang dan diperintah, biarkan saja katanya, kasihan biarkan dia bebas, tidak perlu dikekang dan dibatasi, sebab kalau anak diperintah dan dilarang maka hal itu akan mengekangnya, membatasinya, mematikan kreatifitas dan kepercayaan dirinya. Di samping itu anak belum terkena beban taklif untuk apa dia dilarang dan diperintahkan?

Penulis tidak sepenuhnya sepaham dengan anggapan ini, karena dari teladan Rasulullah saw yang sebagian telah penulis paparkan di atas terdapat keterangan yang bertentangan dengannya, penulis lebih sreg kepada sikap dan perbuatan orang yang ma’shum dari pada pendapat orang biasa yang bisa benar dan bisa pula salah. Di samping itu penulis mengendus aroma kebebasan mutlak dari anggapan ini, biasanya hal seperti ini adalah hasil impor dari masyarakat yang memang mengusung kebebasan hidup seluas-luasnya dalam berbagai bidangnya, dan dalam Islam tidak ada hidup yang sebebas-bebasnya semacam itu.

Kekhawatiran terhadap dampak larangan dan perintah, bahwa anak akan tertekan, bahwa ia mematikan potensinya, menurut penulis hal tersebut tidak selamanya benar, tergantung kepada waktu, tempat, kondisi, cara perintah dan larangan, jika semua ini diperhatikan maka kehawatiran tersebut bisa dieliminir, sebaliknya jika anak dibiarkan tanpa kendali perintah dan larangan, maka dia akan besar tanpa mengenalnya dan terbiasa atasnya.

Penulis sendiri yakin bahwa anggapan anak tidak perlu dilarang dan diperintah secara mutlak, sulit diikuti oleh para orang tua, karena hampir bisa dipastikan dalam hidup, orang dan anak mau tidak mau berada dalam posisi memerintah dan diperintah, melarang dan dilarang, karena tidak ada anak yang selalu benar. Wallahu a’lam.