Kajian tentang wanita merupakan tema yang menarik untuk didiskusikan. Tema tersebut juga merupakan obrolan dan bahan karya tulis yang tak pernah habis dan bosannya untuk dibahas. Perbincangan tentangnya memiliki keasyikan dan nilai seni tersendiri bagi siapa saja yang terlibat di dalamnya. Bahkan Islampun membahas tentangnya dan memberikan perhatian besar tentang masalahnya. Hal ini merupakan bukti bahwa Islam adalah agama yang universal, agama yang sempurna, agama yang sangat relevan sepanjang zaman. Bukan seperti yang dipropagandakan Barat terhadapnya sebagai sebuah ancaman dan sebagainya.

Di antara masalah aktual tentang wanita yang menjadi sorotan Islam adalah tentang “Polemik Wanita Keluar Rumah dan Berbaur dengan Kaum Pria dalam Dunia Kerja.”

Di sebagian masyarakat kita yang permisif (serba boleh), tentu ini adalah masalah biasa, masalah picisan yang tidak perlu dipermasalahkan. Sebagaimana hal itu juga terjadi di semua masyarakat kafir, sekuler, liberal, kapitalis, dll.

Islam memandang masalah ini adalah masalah yang dapat menimbulkan fitnah yang mengancam dan menyebabkan kehancuran sebuah masyarakat yang paling kuat dan kokoh sekalipun. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku tidak meninggalkan setelahku ini suatu fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki selain fitnah wanita.” (Muttafaq ‘alaih).

Tuntutan zaman, kecanggihan teknologi, kemajuan budaya plus gembar gembor emansipasi wanita, sungguh laksana bisa beracun dan virus mematikan yang hampir tersebar merata di seluruh tubuh sebagian kaum Muslimin, dan khususnya wanita Muslimah. Betapa tidak, para wanita muslimah kini nyaris tak bedanya dengan wanita-wanita non Muslimah. Baik penampilan dan kepribadian mereka, mulai cara makan sampai cara berdandan, bahkan cara bergaul dan yang lainnya hampir 100 % menjiplak apa yang ada pada mereka. Sehingga kita melihat wanita Muslimah, keluar rumah dari pagi dan pulang hingga larut malam, beraktifitas di luar rumah tanpa mahram. Mereka memasuki dunia kerja kaum pria, yang menyebabkan mereka mau tak mau berbaur (ikhtilath) dengan para pria. Ngobrol berjam-jam dan menghabiskan waktu dengan pria asing selama seharian dengan alasan ini dan itu. Anehnya mahram-mahram mereka seakan-akan rela dan bangga dengan apa yang diperbuat oleh wanita-wanita mereka. Tidak sedikit rasa cemburu dan kekhawatiran yang tersisa pada diri mereka, hingga rasa malu pun mungkin telah lenyap dan sirna. Padahal seharusnya isteri-isteri, anak-anak dan saudara-saudara perempuan mereka, dijaga dan diselamatkan dari manusia-manusia srigala yang lapar dan siap memangsa buruannya.

Sungguh banyak dalil shahih yang tidak membenarkan hal di atas, bahkan mengecam tindakan yang tidak terpuji tersebut.

Para wanita yang keluar rumah dan bercampur baur dengan pria asing dalam dunia kerja tidak diragukan lagi merupakan perbuatan yang berdampak negatif, baik terhadap dirinya, keluarganya, maupun masyarakatnya. Dan hal itu sebagai sarana yang paling besar dan sangat berpotensi bagi terjadinya perzinahan yang diharamkan Allah subhanahu wata`ala. Sebagaimana firmanNya, artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. al-Isra: 32)

Tidak sedikit kasus perselingkuhan marak terjadi disebabkan oleh hal tersebut dan berakhir dengan retaknya sebuah rumah tangga dan perceraian yang menyakitkan yang berawal dari sebuah kecemburuan dan pengkhianatan. Sang wanita yang merasa telah terpuaskan ‘kebutuhan’nya dengan ‘lelaki partner kerjanya’, puas dengan saling memandang yang diharamkan dan mengobrol tanpa ada batas dan etika yang dibenarkan syariat Islam, dandanan yang mengundang maksiat bagi setiap lelaki yang memandang, suara yang dibuat-buat sehingga terdengar nikmat dan dasyat bagi para lelaki pecinta maksiat, dll. Sementara sang suami merasa tak dilayani dengan memuaskan, karena sang istri yang merasa kelelahan dan tidak siap melayani dan berbagai alasan yang direncanakan. Demikian pula anak-anak pun menjadi korban. Anak-anak yang kehilangan perhatian dan buaian kasih seorang ibu idaman. Anak-anak yang tidak mendapatkan tempat untuk curhat, akhirnya melampiaskannya ke tempat-tempat maksiat dan orang-orang jahat. Anak-anak yang tumbuh brutal dan tak terarah, putus sekolah, terlibat narkoba, pesta seks dan sejumlah kriminalitas lainnya. Dan dampak-dampak tersebut dapat dipastikan merupakan sebuah konsekuensi dari pelanggaran dan tidak ditegakkannya al-Qur’an dan sunnah Nabi shallallahu `alaihi wasallam yang mulia. Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas radhiallahu `anhuma dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallhu `alaihi wasallam bersabda, “Janganlah sekali-kali seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang wanita, melainkan ketiganya adalah syetan.” (HR. Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani)

Janganlah sekali-kali seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang wanita dan jangan pula seorang wanita berpergian (safar) melainkan ada mahram bersamanya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Janganlah sekali-kali seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang wanita melainkan ada mahram bersamanya, lalu berdiri seorang lelaki, seraya berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam istriku hendak menunaikan haji, sedangkan aku telah terdaftar di dalam perang ini dan itu.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Pulanglah dan temanilah istrimu menunaikan ibadah haji.” (Muttafaq ‘alaih).

Allah subhanahu wata`ala berfirman, artinya, “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka.” (QS. an-Nur: 30-31)

Sedangkan membiarkan atau menyarankan wanita bekerja di luar rumah berbaur dengan kaum pria yang bukan mahramnya adalah perbuatan yang sangat bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Sebagaimana Allah subhanahu wata`ala berfirman, artinya, “Dan hendaklah kamu (para wanita) tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah subhanahu wata`ala bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-ahzab: 33-34).

Allah subhanahu wata`ala yang telah menciptakan wanita menyuruh mereka untuk menetap dan tinggal di rumah, yang sudah barangtentu di balik perintah-Nya ada maslahat yang sangat besar buat para wanita tersebut. oleh karena itu anjuran agar wanita keluar rumah tanpa menghiraukan syariat yang benar dapat dipastikan merupakan pelanggaran hukum dan perbuatan yang dapat mengundang kemurkaan Allah subhanahu wata`ala serta menuai adzab-Nya. Sebagaimana hal ini disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, : “Tiga golongan yang tidak akan dipandang oleh Allah subhanahu wata`ala pada hari kiamat nanti yaitu: orang yang durhaka kepada kedua orangtuanya, wanita yang menyerupai lelaki, dan seseorang yang melihat aib/ kemungkaran pada keluarganya, tetapi tidak memiliki ghirah (rasa cemburu) terhadapnya (ad-dayyuts).” (HR. an-Nasa’i, Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban. Dengan sanad jayyid, lihat as-Silsilah ash-Shahihah, Syaikh al-Albani).

Mereka merupakan pria yang tidak memiliki rasa cemburu, yang tidak pantas untuk mendapatkan kenikmatan Allah subhanahu wata`ala kelak di hari kiamat. Padahal mereka seharusnya justeru menjaga dan menyelamatkan wanita-wanita mereka dari lembah kenistaan, dan mengajarkan syariat-syariat Allah subhanahu wata`la yang dapat menyelamatkan mereka dari kesesatan. Sudah sepatutnya mereka takut akan fitnah dan adzab Allah subhanahu wata`ala yang bukan hanya akan menimpa dan menghancurkan mereka, tapi juga melanda masyarakat, bahkan negeri ini. Wallahu ‘alam. (oleh: Abu Nabiel Muhammad Ruliyandi)

Sumber:
1.Khatharu Musyarakati alMar-’ati Li ar-Rajuli Fi Maidani ‘Amalihi, Syaikh bin Baz.
2. Takrimu al-Mar’ati Fi al-Is-lam, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu.