Tanya :

Bagaimana pandangan hukum agama menurut Syaikh terhadap para ayah (orang tua) yang enggan menikahkan putri-putrinya karena masih ingin mendapat bagian dari gaji putri-putri mereka?

Jawab :

Keengganan bapak (orang tua) atau lainnya menikahkan putri-putrinya karena (agar) tetap mendapat bagian dari gaji putrinya adalah haram hukumnya. Jika yang enggan menikahkan itu selain bapak (ayah) maka tidak ada hak baginya mengambil harta perempuan asuhannya sedikit pun, dan jika dia adalah ayah dari perempuan itu maka boleh mengambil (memiliki) harta milik putrinya selagi tidak membahayakan sang putri dan tidak dibutuhkannya. Sekalipun begitu, ayah tidak boleh enggan (menghalang-halangi) menikahkannya karena hal tersebut, sebab yang demikian itu merupakan pengkhianatan terhadap amanat. Allah Subhannahu wa Ta’ala telah berfirman,
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu me-ngetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanya sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allahlah pahala yang besar.” (Al-Anfal: 27-28).

Mari perhatikan dan hayati dua ayat di atas. Setelah Allah Subhannahu wa Ta’ala melarang mengkhianati Allah dan Rasul-Nya dan melarang menghianati amanah, Dia berfirman, “Bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanya sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allahlah pahala yang besar.” (Al-Anfal: 28), sebagai suatu isyarat bahwa berkhianat itu tidak boleh, apakah karena ingin mendapat keuntungan harta atau karena sayang kepada anak. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam pun telah bersabda,

إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ إِلاَّ تَفْعَلُوْا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيْرٌ –أَوْ قَالَ: عَرِيْضٌ–

“Apabila seseorang yang kamu ridhai agama dan akhlaknya datang kepadamu untuk melamar, maka kawinkahlah ia (dengan putrimu), jika tidak (kamu kawinkan), niscaya terjadi fitnah dan kerusakan besar di muka bumi ini.”

Jika ditakdirkan bahwa ayah atau wali yang lain enggan dan tidak mau menikahkan putrinya dengan lelaki yang layak baginya, maka dalam kondisi seperti ini urusan kewaliyannya berpindah kepada wali-wali yang lain berdasarkan urutan yang paling atas. Dan jika hal seperti itu terulang (pada wali-wali yang lain), maka kewaliannya menjadi gugur, karena walinya telah menjadi fasiq.
( Bagian dari Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin yang beliau tanda tangani. )