Kehidupan dan kematian adalah ciptaan Allah, “Yang menjadikan mati dan hidup.” sekaligus sunnahNya, ada hidup, ada mati, ada kelahiran, ada kematian, sesuatu yang lumrah dan biasa terjadi, siapa yang ditakdirkan ada maka dia akan lahir sebagai penghuni baru kehidupan, siapa yang ditakdirkan ajalnya maka dia akan masuk sebagai penghuni baru perut bumi, namun yang kurang biasa dan terasa ganjil adalah saat kematian seseorang diakibatkan oleh sebuah tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh orang lain terhadapnya, lebih kurang biasa dan lebih ganjil lagi manakala hal tersebut terjadi dalam jumlah yang banyak dan sering.

Saban hari, di koran kita membaca, di TV kita melihat, di lingkungan kita menyaksikan, fulan tewas karena dibunuh, dan hal ini tidak sekali atau dua kali, berkali-kali dan di berbagai tempat. Lebih miris lagi, sebagian dari kasus pembunuhan yang terjadi, dilakukan dengan cara yang mengindikasikan kekejaman dan kebengisan, mengisyratkan bahwa pelaku menyimpan niat plus, di antara korban ada yang dimutilasi atau dibakar atau diperkosa atau korban dirampas hartanya. Bulu kuduk merinding dan jiwa bergetar mendengarnya. Sedemikian bengiskah manusia di zaman yang katanya maju dan modern ini? Ya Allah, betapa mudahnya orang bertindak kejam mengalahkan jahiliyah masa lalu. Ya Rabbi, alangkah murahnya nyawa di bawah undang-undang made-in manusia yang mengklaim dirinya lebih pandai dan lebih tahu dariMu Ya Rabbal alamin?

Sebelum meneruskan perbincangan, saya ingin menjelaskan terlebih dulu tentang nilai sebuah nyawa dalam agama yang saya yakini kebenarannya, Islam yang lurus.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mendudukkan pelanggaran terhadap darah seorang muslim sebagai dosa yang urutannya setelah pelanggaran terhadap hak utamanNya, yaitu dosa syirik. Allah Ta’ala berfirman, “Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar.” (Al-Furqan: 69).

Allah juga menetapkan ancaman yang sangat keras atas siapa pun yang mempermainkan nyawa orang lain tanpa perasaan takut dan bersalah kepadaNya. Allah Ta’ala berfirman, “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (An-Nisa: 93).

Perhatikanlah wahai muslim, Allah menetapkan ancaman atas pembunuh seorang muslim dengan sengaja. Pertama, neraka Jahannam. Kedua, kekal di dalamnya, maksudnya berdiam di dalamnya dalam waktu yang lama sekali. Ketiga, murka. Keempat, laknat atau kutukan. Kelima adzab yang pedih. Sebuah kejahatan dengan lima bentuk ancaman semacam ini, apakah tidak layak diklasifikan sebagai kejahatan yang sanagat berat?

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Lima hukuman, satu saja darinya sudah cukup membuat orang jera bagi siapa yang memilik hati.” (Syarah Akidah Wasithiyah hal. 218).

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengibaratkan pembunuhan terhadap jiwa yang terjaga seperti pembunuhan terhadap kemanusiaan, hal ini karena sudah dimaklumi, bahwa bila sebuah pintu kejahatan mulai dibuka oleh seseorang, maka pintu tersebut sulit untuk ditutup dan setelahnya dijamin ada orang yang memasukinya untuk kedua kalinya, ketiga kalinya dan seterusnya.

Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (Al-Maidah: 32).

Bila dosa-dosa lain hanya berkaitan dengan hak Allah sehingga taubatnya kembali kepadaNya, atau berkaitan dengan hak sesama, sehingga perkaranya kembali kepada pemilik hak, atau berkaitan dengan dua pihak: Allah dan manusia, maka dosa pembunuhan ini berkaitan dengan tiga pihak: hak Allah, hak korban dan hal ahli waris korban. Berkaitan dengan hak Allah, karena Allah sebagai peletak syariat telah mengharamkan perbuatan ini dengan sangat keras. Berkaitan dengan hak korban, karena dia sebagai korban, lha apa dosa korban sehingga dia harus dihabisi nyawanya? Berkaitan dengan hak ahli waris korban, karena mereka adalah pihak yang dirugikan, istrinya menjadi janda dan anak-anaknya menjadi yatim tanpa dosa yang mereka perbuat.

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “…Karena pembunuh dengan sengaja tersangkut tiga hak: hak Allah, hak korban dan hak wali korban…” (Syarah Akidah Wasithiyah hal. 223).

Syaikh Ibnu Fauzan rahimahullahdalam al-Mulakhkhash al-Fiqhi, 2/462 menukil ucapan Allamah Ibnul Qayyim yang berkata, “Intinya, pembunuhan berkaitan dengan tiga hak: hak Allah, hak korban dan hak wali korban.”

Maka benarlah Rasulullah saw saat beliau menyatakan bahwa seorang muslim senantiasa dalam kelapangan di bidang agamanya selama dia tidak tersangkut perkara darah yang haram dan bahwa perkara pertama yang diputuskan di antara manusia di akhirat adalah perkara darah.

Rasulullah saw juga telah mengharamkan darah seorang muslim kecuali karena tiga alasan.

وَلاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللهِ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ: الثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ المُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ

Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tiada Tuhan yang haq selain Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah, kecuali karena salah satu dari tiga alasan; pezina muhshan, jiwa dengan jiwa dan orang yang meninggalkan agamanya, penyempal dari jamaah.” Muttafaq alaihi, al-Bukhari no. 6878 dan Muslim no. 4351.

Ditetapkannya qishash atas pembunuhan yang disengaja adalah bukti mahalnya nyawa dalam agama Islam, sehingga orang-orang yang berhati tidak berbelas kasih dan tidak berperikemanusiaan mengambil pelajaran, menahan diri dan jera bila mengetahui ancaman hukuman yang dialamatkan kepadanya, dengan demikian kehidupan akan terjaga dan kemanusiaan akan terpelihara. Inilah yang dinyatakansecara tegas oleh Allah di hadapan orang-orang yang berakal dan berkenan menggunakan akalnya.

Firman Allah Ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh…” Sampai kepada, “Dan dalam qishaash itu ada jaminan kelangsungan hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Al-Baqarah: 178-179).

Sekalipun pembunuhan terjadi karena salah atau tidak disengaja, tetap nyawa korban tidak disia-siakan, dijamin ganti rugi (diyat) yang harganya tinggi dan pelakunya harus membayar kaffarat sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala, “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya, kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah.” (An-Nisa: 92).

Harga diyatnya tidak murah seperti dalam undang-undang bikinan manusia, sebaliknya tinggi: seratus unta atau dua ratus sapi atau dua ribu kambing atau seribu dinar emas. Bayangkan dan bandingkan dengan apa yang ditetapkan oleh undang-undang bikinan manusia, sudah tidak ada qishahsh yang diganti dengan penjara beberapa tahun saja, juga tidak ada diyat, sehingga keluarga korban harus sengsara menanggung akibat kejahatan di mana mereka tidak berdosa padanya.

Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Al-Maidah: 50). Wallahul Musta’an.