Tanya :

Apa yang semestinya dilakukan oleh orang yang diberi kesempatan oleh Allah Subhannahu wa Ta’ala untuk menyempurnakan manasik haji dan umrah? Dan apa pula yang selaiknya ia kerjakan sesudah itu?

Jawab :

Yang semestinya dia lakukan dan oleh orang-orang yang diberi karunia oleh Allah untuk menunaikan suatu ibadah adalah hendaknya ia bersyukur kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala atas taufiq dan karunia-Nya untuk bisa beribadah, memohon kepada-Nya semoga ibadahnya diterima dan hendaknya mengetahui bahwa taufiq dan karunia Allah kepadanya hingga ia bisa beribadah itu adalah merupakan ni’mat besar yang harus diucap syukurkan kepada Allah. Maka apabila ia bersyukur kepada Allah dan memohon-Nya semoga diterima, maka ia sangat layak untuk diterima. Dan hendaknya ia benar-benar bersungguh-sungguh untuk menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat setelah Allah mengaruniakan kepadanya penghapusan dosa. Sebab Rasulullah Subhannahu wa Ta’ala telah bersabda,

اَلْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ.

“Haji Mabrur itu tidak ada balasannya kecuali surga.” (Muttafaq ‘Alaih)

Dan sabdanya,

اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ مَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ.

“Shalat lima waktu, Shalat Jum’at ke shalat Jum’at berikutnya, puasa Ramadhan ke puasa Ramadhan berikutnya adalah penebus dosa-dosa yang terjadi di antaranya selagi dosa-dosa besar dijauhi.” (Muslim, no. 233).

Dan beliau juga bersabda,

اَلْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا.

“Umrah ke umrah berikutnya adalah penghapus (dosa-dosa yang terjadi) di antaranya.” (Muttafaq ‘Alaih).

( Ibnu Utsaimin: Dalilul akhtha’ allati yaqa’u fihal hajju wal mu’tamir, hal. 114.)