Siapa yang akan menolong mereka? Peristiwa berdarah yang digerakkan kelompok pro demokrasi anti junta militer MYANMAR baru-baru ini akhirnya menguakkan misteri penindasan yang dialami kaum Muslimin di sana. Karena penindasan itu, umat Islam yang prosentasenya hanya 5% dari total jumlah penduduk negeri itu terpaksa melarikan diri ke negara-negara tetangga.

Kelompok HAM internasional menegaskan, umat Islam di MYANMAR yang merupakan satu dari tujuh etnis yang diakui eksistensinya oleh konstitusi negara itu sejak 1974 memang mengalami penindasan di sana.

Seperti yang dilansir kantor berita ‘Frans Press’, Organisasi Amnesti Internasional mengungkap, umat Islam di negara itu dilarang mendapatkan hak kewarganegaraan sejak tahun 1982 dan menghadapi berbagai bentuk penganiayaan, tindak kekerasan, bayar pajak paksa, penghancuran tempat tinggal dan dipaksa mengeluarkan ongkos yang cukup mahal untuk proses pernikahan mereka.

Organisasi itu juga menegaskan, selain itu, umat Islam juga dipekerjakan secara paksa untuk proyek-proyek perbaikan jalan dan di kamp-kamp militer.

Kantor berita ‘Frans Press’ sempat memonitor kondisi yang dialami Siraj Islam, salah seorang dari kaum Muslimin yang karena penindasan itu terpaksa melarikan diri ke negeri lain. Siraj Islam melarikan diri dari tangan besi penguasa Burma (nama sebelum Myanmar-red) sejak 18 tahun lalu dan sejak itu, ia tidak pernah berhenti menyurati organisasi-organisasi HAM dan perwakilan PBB. Sayangnya, surat-suratnya itu tidak pernah digubris.! Siraj (51 tahun) mengatakan, “Tidak seorang pun yang dapat menolongku.”

Siraj sebenarnya memiliki spesialisasi di bidang ilmu hewan akan tetapi terpaksa beralih profesi menjadi pedagang. Untuk membantunya, beberapa temannya menyerahkan kepadanya tanggung jawab menjalankan bisnis berjualan permata di pasar batu mulia di Rouli, sebuah kampung China yang terletak di Yonan di perbatasan Burma.

Lelaki ini juga pernah berupaya menginformasikan kepada sejumlah kalangan politis dan perwakilan HAM, terakhir kepada badan perwakilan dunia untuk urusan pengungsi mengenai nasib yang dialaminya. Tapi, untuk kesekian kalinya, ia hanya bisa gigit jari. Ia hanya bisa menyimpan semua surat-surat itu tanpa mendapatkan satu balasan apa pun.!

Tentang kenapa melarikan diri? Ia menuturkan, dosa yang diperbuatnya hanya satu, yaitu keikutsertaannya dalam mengoordinir demonstrasi pro demokrasi tahun 1988 di mana penguasa saat itu menghadapinya secara represif dan tindakan biadab. Siraj akhirnya berhasil melarikan diri akan tetapi sekitar 3000 orang lainnya yang ikut dalam demonstrasi itu terbunuh. Seraya menangis karena mengenang peristiwa itu, ia berkata, “Saya tidak tahu, bagaimana nasib teman-teman saya.”

Seperti kaum Muslimin lainnya, Siraj lebih memilih untuk melarikan diri dengan menempuh jalur pegunungan di bagian barat. Setelah beberapa bulan barulah ia berhasil menyeberangi perbatasan untuk kemudian tinggal secara ilegal di Bangladesh. Di sana, hidup pula sekitar 100.000 orang penduduk Burma lainnya dengan menyusup selama 16 tahun. Ia ikut berjuang dalam barisan Front Nasional Anti Penguasa.

Sejak dua tahun lalu, Siraj mengalami kesulitan dalam pekerjaannya di sektor industri tenun, demikian pula dalam perjuangan politiknya. Sementara pemerintah Dakka, Bangladesh mulai menekan para pendatang asal Myanmar yang tinggal di sana secara ilegal. Karena itu pula, ia terpaksa melarikan diri kembali menuju Rouli di mana di sana secara kontinyu ia mengikuti secara seksama perkembangan terbaru di negaranya itu.

Di Rouli sendiri, hidup sekitar 10.000 pedagang asal Burma, di mana sebagian besar mereka adalah kaum Muslimin yang melarikan diri dari penindasan. Untungnya, di sana telah dibangun sebuah masjid sejak tahun 1993. (ismo/AS)