Setelah para ulama sepakat disyariatkan udhiyah, mereka berbeda pendapat tentang hukumnya, apakah ia wajib atau sunnah?

Pendapat pertama: Udhiyah wajib.
Ini adalah madzhab Abu Hanifah, al-Auza’i, al-Laits bin Saad, salah satu riwayat dari Imam Ahmad.

Pendapat kedua: Udhiyah sunnah
Ini adalah pendapat jumhur, asy-Syafi’i, Malik dan Ahmad dalam riwayatnya yang lain.
Dalil pendapat pertama:

1- Allah Ta’ala berfirman, ”Maka shalatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah.” (Al-Kautsar: 2). Allah memerintahkan menyembelih dan pada dasarnya perintah menuntukkan kewajiban.

2- Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ كاَنَ لَهُ سَعَةٌ فَلَمْ يُضَحِّ فَلا يَقْرَبَنَّ مُصَلاناَ

”Barangsiapa memiliki kelapangan lalu dia tidak menyembelih, maka janganlah mendekati mushalla kami.” Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah.

3- Dalam ash-Shahihain dari Jundub bin Sufyan al-Bajali, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ كاَنَ ذَبَحَ فَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيَذْبَحْ مَكَانَهَا أُخْرَى وَمَنْ لَمْ يَذْبَحْ حَتَّى صَلَّيْناَ فَلْيَذْبَحْ بِاسْمِ اللهِ

”Barangsiapa menyembelih sebelum shalat maka hendaknya dia menyembelih gantinya. Barangsiapa belum menyembelih sehingga kami shalat, maka hendaknya dia menyembelih dengan nama Allah.

Kalau udhiyah sunnah, niscaya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak memerintahkan orang yang menyembelih sebelum shalat agar menyembelih setelahnya sebagai gantinya.

Dalil-dalil pendapat kedua

1- Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ,

إذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِي الحِجّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفاَرِهِ

”Bila kalian melihat hilal Dzul Hijja dan salah seorang di antara kalian ingin menyembelih, maka hendaknya dia menahan diri dari rambut dan kukunya.” Diriwayatkan oleh Muslim .

Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengembalikan udhiyah kepada keinginan, hal ini menunjukkan bahwa ia tidak wajib, karena kalau ia wajib maka tidak dikembalikan kepada keinginan.

2- Dari Ali bin al-Husain dari Abu Rafi’ bahwa bila Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hendak menyembelih udhiyah, beliau membeli dua ekor kambing gibas bertanduk yang gemuk berwarna abu-abu, bila beliau telah shalat dan berkhutbah, salah satu dari keduanya dibawa kepada beliau sementara beliau masih berdiri di tempat shalatnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyembelihnya sendiri dengan pisau, kemudian beliau bersabda,

اللهُمَّ هَذَا عَنْ أُمَّتِي جَمِيعًا مَنْ شَهِدَ لَكَ بِالتَّوحِيْدِ وَشَهِدَ لِي باِلبَلاغِ

“Ya Allah, ini untuk umatku seluruhnya, siapa yang bersaksi tauhid untukMu dan bersaksi tabligh untukku.
Kemudian kambing kedua dibawa, beliau menyembelihnya sendiri sambil mengucapkan,

هَذَا عَنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ

”Ini untuk Muhammad dan keluarga Muhammad.
Selanjutnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberi makan dengan dagingnya kepada orang-orang miskin, beliau makan dan keluarganya, setelah itu kami melewati beberapa tahun, tidak seorang pun dari Bani Hasyim yang menyembelih udhiyah, Allah telah mencukupkan tanggung jawab dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, ath-Thabrani dan al-Hakim.

3- Bahwa Abu Bakar dan Umar tidak menyembelih udhiyah karena khawatir dikira wajib. Diriwayatkan oleh al-Baihaqi.
Abu Mas’ud berkata, “Aku tidak menyembelih udhiyah padahal saya termasuk orang yang paling lapang di antara kalian karena saya khawatir orang-orang mengiranya wajib.” Diriwayatkan oleh al-Baihaqi.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Yang lebih jelas, udhiyah wajib, karena ia termasuk syiar Islam yang paling agung, ia adalah penyembelihan masal di seluruh negeri kaum muslimin, penyembelihan ini disandingkan dengan shalat, ia adalah agama Ibrahim yang Allah memerintahkan kita untuk mengikutinya, hadits-hadits hadir memerintahkannya….Dan kewajibannya bersyarat kemampuan melebihi kebutuhan dasarnya seperti zakat fitrah.” Wallahu a’lam.

Dari Ahkam al-Udhiyah wa adz-Dzakah, Syaikh Ibnu Utsaimin.