Mengutamakan Tinggal Dan Bekerja Di Negara Kafir

Bekerjanya seorang muslim untuk mengabdi atau melayani orang kafir adalah haram, karena hal itu berarti penguasaan orang kafir atas orang muslim serta penghinaannya. Iqamah atau bertempat tinggal terus-menerus di antara orang-orang kafir juga diharamkan. Karena itu Allah mewajibkan hijrah dari negara kafir menuju negara muslim dan mengancam yang tidak mau berhijrah tanpa uzdur syar’i. Juga mengharamkan seorang muslim bepergian ke negara kafir kecuali karena alasan syar’i dan mampu menunjukkan ke-Islamannya, kemudian jika selesai tujuannya maka ia harus segera kembali ke negara Islam.

Adapun pekerjaan seorang muslim kepada orang kafir yang tidak bersifat melayani seperti menjahit atau membangun tembok dan lain sebagainya dari setiap pekerjaan yang ada dalam tanggungannya, maka hal ini diperbolehkan, karena tidak ada unsur penghinaan. Hal ini berdasarkan riwayat Ali Radhiallaahu anhu, ia berkata:

عَمِلْتُ لِيَهُوْدِيَّةٍ بِاْلأُجْرَةِ كُلَّ ذَنُوْبٍ بِتَمْرَةٍ وَأَخْبَرْتُ النَّبِيُّ بِذلِكَ وَجِئْتُهُ بِالتَّمْرَاتِ فََأَكَلَ مَعِيَ مِنْهَا

“Saya bekerja untuk seorang perempuan Yahudi dengan upah setiap timba air ditukar dengan sebutir kurma. Kemudian saya ceritakan hal itu kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dan aku bawakan beberapa butir kurma lalu beliau pun memakan sebagian kurma tersebut bersama saya.” (HR. Al-Bukhari)

وَعَمِلَ خَبَّابٌ لِلْعَاصِ بْنِ وَائِلِ بِمَكَّةَ وَاطَّلَعَ النَّبِيُّ عَلَى ذلِكَ وَ أَقَرَّهُ

“Dan Khabbab bekerja untuk Al-‘Ash bin Wa’il di Makkah sedang Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam mengetahuinya dan beliau pun menyetujuinya.” (HR. Al-Bukhari)

Hal ini menunjukkan dibolehkannya pekerjaan serupa ini, karena ia merupakan akad tukar-menukar seperti halnya jual beli, tidak mengandung penghinaan terhadap muslim, tidak menjadikannya sebagai abdi dan tidak bertentangan dengan sifat bara’nya dari mereka dan dari agama mereka.

Adapun yang mengutamakan bekerja pada orang-orang kafir dan bertempat tinggal (menetap) bersama mereka daripada bekerja dan ber-iqamah di tengah-tengah kaum muslimin, ia memandang kebolehan wala’ kepada mereka dan ridha terhadap agama mereka maka tidak syak lagi bahwa hal itu adalah murtad, keluar dari Islam. Apabila ia melakukan hal yang demikian itu karena tamak terhadap dunia atau kekayaan yang melimpah di negara mereka dengan perasaan benci kepada agama mereka dan tetap menjaga agamanya, maka hal itu diharamkan dan dikhawatirkan membawa dampak buruk terhadap dirinya, yang akhirnya menjadikannya ridha dengan agama mereka.