Nama dan nasabnya 

Nama beliau adalah Abu Ubaid Al-Qasim bin Sallam bin Abdillah Al-Adib Al-Faqih Al-Muhadits. Beliau memiliki karya tulis dalam bidang qira’ah, fiqih, bahasa dan sya’ir.

Kelahiran beliau

Menurut Adz-Dzahabi beliau lahir pada tahun 157 H. Ali bin Abdil Aziz berkata: “Abu Ubaid dilahirkan di daerah Hirah, bapaknya adalah seorang pimpinan budak bagi keluarganya, dia menguasai suku Al-Azad”.

Bentuk fisik dan karakter beliau

Seperti yang disebutkan oleh Imam Adz-Dzahabi bahwa Abu Ubaid dikatakan berambut pirang, berjenggot lebat, berpenampilan tenang dan berwibawa.

Sanjungan ulama terhadapnya 

Abu Abdirrahman As-Sulami An-Nasaburi berkata: “Ketika aku bertanya kepada Abul Hasan Ad-Darulquthni tentang Abu Ubaid, maka ia menjawab: “dia adalah imam tsiqah (terpercaya) yang berpendirian kokoh layaknya gunung, sedangkan Salam adalah nama ayahnya yang berasal dari Romawi”.

Ahmad bin Kamil bin Khalaf Al-Qadhi berkata: “Abu Ubaid adalah seorang yang ringan tangan dalam urusan agama, ilmu dan seorang yang berilmu Rabbani. Dia menguasai berbagai disiplin ilmu Islam, mulai dari Al-Qur an, fiqih, sejarah, bahasa Arab, sampai hadits, aku belum pernah melihat orang yang mencelanya baik dalam hal peribadinya maupun agamanya”.

Ibnu Sa’ad berkata: “Adalah seorang sastrawan yang menguasai ilmu Nahwudan bahasa Arab. di samping itu dia juga menguasai hadits dan fiqih. Dia menjabat sebagai hakim di daerah Thursus di masa Tsabit bin Narhr bin Malik dan Anaknya. Ketika di Baghdad dia menafsirkan hadits gharib, meneurkan berbagai karya dan banyak manusia yang belajar darinya. Dia melaksanakan haji dan meninggal di Makkah pada tahun 224 H.”

Kisahnya dengan penguasa Khurasan

Dikutip Al-Khatib Al-Baghdadi di dalam Tarikh Baghdad dan yang lain bahwasanya ketika Thahir bin Husain akan pergi ke Khurasan, dia singgah dulu di Moro, kemudian dia mencari seseorang yang sekiranya dapat diajaknya berbincang-bincang menghabiskan malam itu.

Disampaikan kepadanya: “Disini tidak ada ulama kecuali hanya ada seorang sastrawan.” Lalu mereka menghadirkan Abu Ubaid. Setelah berbincang-bincang, akhirnya Ibnu Al-Husian mengetahui bajbahwa Abu Ubaid adalah seorang yang pandai sejarah, nahwu fiqih dan bahasa.”

Kemudian Thahir berkata: “Sebuah kedhaliman meninggalkanmu di tempat seperti ini”, kemudian ia memberikan seribu dinar kepada Abu Ubaid, seraya berkata:“Sekarang ini aku akan pergi kemedan perang, aku tidak ingin engkau menemaniku, karena sayang kalau terjadi apa-apa terhadapmu, pergunakan uang ini untuk memenuhi keperluanmu sampai aku datang lagi menemuimu”.

Kemudian Abu Ubaid menulis kitab Gharib Al-Mushannaf. Setelah Thahir bin Husain kembali dari khurasan, ia lalu mengajak Abu Ubaid untuk tinggal di daerah Surra Man Ra’a. Abu Ubaid adalah seorang yang tsiqah, taat beragama, wara’, dan berjiwa besar”.

Ibnu Darastuwiyah berkata:“Abu Ubaid mempunyai beberapa karya kitab yang beliau terlihat oleh orang. Aku telah melihatnya dalam peninggalan sebagian keluarga Ath-Thahiriyah yang diperjual-belikan dalam berbagai cabang fikih. Disampaikan kepada kami bahwa ketika Abu Ubaid selesai menulis suatu kitab, maka banyak dari kitab itu dihadiahkan kepada keturunan Thahir, sehingga mereka pun memberikan hadiah uang dalam jumlah yang besar”.

Ubaidillah bin Abdurrahman As-Sukari berkata: “Aku telah mendengar Ahmad bin Yusuf berkata: “Ketika Abu Ubai menyelesaikan kitabnya Gharib Al-Hadits, maka ia menunjukan kitab itu kapada Abdullah bin Thair, yang mana Abdullah menganggap kitab itu adalah kitab yang sangat baik. Lalu Abdullah berkata: “Kalau akal kita mengantarkan untuk membuat kitab karya seperti ini, maka pelakunya tidak butuh bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya”. Kemudian Abdullah memberikan tunjangan sepuluh ribu dirham setiap bulan kepada Abu Ubaid’.

Dari Al-Fatih, dia berkata: “Kehidupan Abu Ubaid di bawah tanggung jawab Ibnu Thahir. Abu Dullaf bermaksud memberikan hadiah tiga puluh ribu dirham kepada Abu Ubaid, sehingga uang itu ditolaknya” .

Abu Ubaid berkata: “Kehidupanku sekarang ini dipenuhi oleh seseorang yang ia tidak mengambil sesuatupun dariku, oleh karena itu, aku tidak membutuhkan bantuan dari seseorang selainya”.

Ketika Ibnu Thahir kembali, maka uang itu disampaikan kepadanya lagi, Abu Ubaid berkata: “Wahai Amir, sebenarnya aku telah menerima uang ini. namun berkat kedermawanan dan kemurahanmu yang telah mencukupi semua kebutuhanku, sehingga aku tidak membutuhkan uang ini lagi. Menurut hematku uang tiga puluh ribu dinar ini akan aku belikan senjata dan kuda guna dikirim kepelabuhan, supaya Amir mendapatkan kebaikan yang melimpah”. Akhirnya uang itu pun digunakannya”.

Ibadahnya 

Abu Bakar Ibnu Al-Ambari berkata: “Abu Ubaid membagi malam menjadi tiga bagian, sepertiga untuk shalat, sepertiga lagi untuk tidur, sisanya untuk berkarya”.

Kitab-kitab Karyanya 

Ibnu Darastuwiyah berkata: “Karya terbaik Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam dalam bidang sastra adalah kitab Al-Gharib. Kitab ini setara dengan karya An-Nadhdhar bin Syumail yang diberi nama Ash-Shifat yang dimulai dari bab pencitaan manusia, penciptaan kuda, lalu penciptaan unta. Kitab Ash-Shifat ini lebih besar dan lebih baik dari pada karya Abu Ubaid.

Diantara karya Abu Ubaid adalah Gharib Al-Hadits, yang haditsnya disebutkan dengan sanadnya, sehingga banyak ulama yang menyukainya, begitu juga kitab tentang Ma’ani Al-Qur an, yang belu selesai, dan baru setengahnya karena beliau meninggal dunia sebelum menyelesaikannya.

Dia mempunyai karya dalambidang fiqih dengan merujuk kepada Imam Malik dan Imam Asy-Syafi’i. Dia lebih banyak mengikuti kedua Imam ini dengan mencantumkan dalil-dalil pendungkung lalu mengulas dari sisi bahasa dan nahwunya.

Abu Ubaid juga mempunyai karya dalam bidang qira’at yang bagus. Karya ini, sebelumnya belum ada ulama dari Kufah yang berkarya seperti karyanya. Karya yang lain adalah Al-Amwal dalam bidang fiqih.

Adz-Dzahabi menambahkan: “Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam telah banyak menghasilkan karya, diantaranya tentang qira’at (aku belu melihatnya), kitab Al-Gharib, Fadhail Al-Qur an, Ath-Thahur, An-Nasikh wal Mansukh, Al-Mawa’izh, kitab Al-Garib, dan ilmu lisan dan masih ada yang lain. Karyanya lebih dari dua puluh tujuh kitab”.

Rasa hormatnya terhadap para Ulama 

Diriwayatkan dari Abu Ar’arah, dia berkata: “Thahir bin Abdillah di Baghdad ingin sekali belajar dari Abu Ubaid. Oleh sebab itu, Thahir berharap agar Abu Ubaid, mau datang kerumahnya, akan tetapi ia tidak mau melakukannya, sampai ia yang mendanginya. Hal ini berbeda ketika Ali bin Al-Madini dan Abbas Al-Ambari ingin mendengarkan Gharib Al-Hadits, maka Abu Ubaid ,e,bawa kitabnya setiap hari kerumah mereka berdua untuk membacakannya”.

Kata mutiara beliau

Ali bin Abdul Aziz mengatakan: “Aku pernah mendengar Abu Ubaid berkata: “Orang yang mengikuti Sunnah bagaikan orang yang menggegam bara api. Menurutku ia lebih mulia dari pada menghunus pedang di jalan Allah”.

Abu Ubaid berkata: “Perumpamaan lafazh-lafazh yang mulia dan makna yang indah seperti kalung medali di atas pasir yang bersih”.

Abbas Ad-Duri berkata: “Aku telah mendengar Abu Ubaid telah berkata: “Sesungguhnya aku telah menjelaskan kepada orang agar ia tidak berjalan di bawah terik matahari dan berjalan di tempat yang terlindung dari panasnya sinar matahari”.

Guru-guru beliau

Diantara guru-guru beliau seperti yang di sebutkan oleh Al-Khatib diantaranya:

1. Ismail bin Ja’far
2. Syuraik
3. Ismail Bin Ayyasy
4. Husyaim bin Busyair
5. Sufyan bin ‘Uyainah
6. Ismail bin Ulyah, dan selain mereka

Murid-Murid beliau

Diantara murid-murid beliau seperti yang di sebutkan oleh Al-Khatib diantaranya:

1. Nashr bin Dawud Athauq
2. Muhammad bin Ishaq Ash-Shagani
3. Al-Hasan bin Mukrim
4. Ahmad bin Yusuf At-Taghallabi
5. Abu Bakar bin Abi Dunya, dan selain mereka.

Wafatnya

Imam Al-Bukhari dan imam yang lainnya mengatakan bahwa Abu Ubaid meninggal di Makkah pada tahun 224 H.

Al-Khatib berkata: “Telah sampai kepadaku kabar bahwa Abu Ubaid meninggal dalam usia 67 tahun”.

[Sumber: Dinukil dari kitab “Min A’lamis Salaf” karya, Syaikh Ahmad Farid, edisi indonesia : “60 Bigrafi Ulama Salaf” cet. Pustaka Azzam, hal : 305-314 dengan sedikit diringkas.
Oleh : Abu Thalhah Andri Abdul Halim]