akalKata Arab, al-aqlu, tambang pengikat, disebut demikian karena ia ya’qilu, mengontrol dan mengendalikan pemiliknya. Orang yang berakal adalah orang yang kata dan perbuatannya terkontrol, jiwa dan dirinya terkendali, sehingga kebaikannya lebih banyak dari keburukannya.

Salah satu nikmat paling besar dan paling berharga, pembeda antara anak Adam dengan anak hewan, pun begitu ia bukan patokan dalam urusan rizki, bukan jaminan pemiliknya akan memakainya dengan benar.

إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

“Tak ada yang memungkiri bila yang mengambil pelajaran adalah orang berakal, (Qs.ar Ro’d :19), karena bila tanpa akal, bagaimana seseorang mengambil pelajaran, tetapi faktanya tidak semua orang yang berakal mengambil pelajaran, karena itu ayat di atas berkata demikian.

Amru bin al-Ash berkata, “Orang yang berakal bukan orang yang mengetahui kebaikan dan keburukan, akan tetapi orang yang berakal adalah orang yang mengetahui keburukan paling ringan dari dua keburukan.”

Ali bin Abu Thalib berkata, “Orang yang berakal adalah orang yang tidak dihalangi oleh dunia untuk mendapatkan akhirat.”

Ali bin Abu Thalib berkata, “Tidak ada harta yang lebih berharga daripada akal, tidak ada kemiskinan lebih berat daripada kebodohan.”

Pertumbuhan akal adalah dengan ilmu. Diucapkan oleh Ardasyir bin Babik.

Bila akal sempurna maka ucapan menjadi sedikit.

Al-Mughirah bin Syu’bah berkata tentang Umar bin al-Khatthab, “Lebih mulia untuk menipu, lebih berakal untuk ditipu.”

Orang yang berakal memiliki tanda-tanda yang dikenal: Berdada lapang terhadap orang yang menzhaliminya, bertawadhu’ kepada orang sepertinya, berlomba dalam kebaikan dengan orang yang di atasnya, bila melihat pintu kebaikan terbuka, dia memanfaatkannya, rasa takut kepada Allah selalu bersamanya, tidak membawa sikap kasar, merenung kemudian berbicara, bila berbicara maka dia beruntung, bila diam maka dia selamat, bila menghadapi fitnah, dia berpegang kepada Allah kemudian menjauhinya.”

Dalam Kalilah wa Dimnah (dikatakan), “Puncak akal adalah membedakan antara yang terjadi dengan yang tidak mungkin.”

Al-Hajjaj bin Yusuf berkata, “Orang yang berakal adalah orang yang mengetahui aib dirinya.” Abdul Malik bin Marwan bertanya, “Lalu apa aibmu.” Dia menjawab, “Iri dan dengki.” Abdul Malik berkata, “Iblis tidak punya yang lebih buruk dari keduanya.”

عَدُوُّكَ ذُو العَقْلِ أَبْقىَ عَلَيْكَ مِنَ الصَّاحِبِ الأَحْمَقِ
ذُو العَقْلِ يَأْتِي حِسَانَ الأُمُورِ وَيَعْمَدُ لِلْأَرْشَدِ الأَوْفَقِ

Musuhmu yang berakal lebih baik bagimu
Daripada teman yang dungu
Orang berakal melakukan hal-hal baik
Memilih yang lebih lurus dan mulia.

Orang yang berakal patut memegang enam perkara: Menjaga agamanya, menjaga kehormatannya, menjalin rahimnya, memuliakan tetangganya, menjaga hak saudaranya, menjauhkan lidahnya dari kata-kata buruk.”

Bila kebaikan seseorang disebut kepada al-Hasan al-Bashri, maka dia bertanya, “Bagaimana akalnya? Agama seseorang tidak sempurna sebelum akalnya sempurna.”

Pilihan seseorang membuktikan akalnya.

قَدْ عَرَفْنَاكَ بِاخْتِيَارِكَ إِذْ كاَ نَ دَلِيْلاً علىَ اللَبِيْبِ اِخْتِيَارُهُ

Kami mengenalmu melalui pilihanmu, karena
Yang membuktikan seseorang berakal adalah pilihannya.

Zur’ah bin Dhamrah ditanya, “Sejak kapan kamu berakal?” Dia menjawab, “Sejak lahir.” “Bagaimana begitu?” Dia menjawab, “Aku tidak diberi ASI maka aku menangis, aku diberi ASI maka aku tenang.”

ألاَ إِنَّ عَقلَ المَرْءِ عَيْناَ فُؤَادِهِ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ عَقْلٌ فَلَنْ يُبْصِرَ القَلْبُ

Sadarilah bahwa akal seseorang adalah sepasang mata bagi hatinya
Bila seseorang tidak punya akal, maka hatinya tak akan melihat.

Bahjatul Majalis, Al-Hafizh Ibnu Abdul Bar.