(8) – 8 : Hasan

Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللّٰهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَقَالَ: أَرَأَيْتَ رَجُلًا غَزَا يَلْتَمِسُ الْأَجْرَ وَالذِّكْرَ، مَا لَهُ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: لَا شَيْءَ لَهُ. فَأَعَادَهَا ثَلَاثَ مِرَارٍ، وَيَقُوْلُ رَسُوْلُ اللّٰهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: لَا شَيْءَ لَهُ، ثُمَّ قَالَ: إِنَّ اللّٰهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلَّا مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ

 

“Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Bagaimana menurutmu seorang laki-laki yang berperang mencari pahala dan reputasi, apa yang dia dapatkan?’ Rasulullah menjawab, ‘Dia tidak mendapat apa-apa.’ Laki-laki itu mengulangnya tiga kali, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu menjawab, ‘Dia tidak mendapat apa-apa.’ Lalu Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla tidak menerima amal kecuali apa yang ikhlas karenaNya dan dimaksudkan semata demi WajahNya’.”

Diriwayatkan oleh Abu Dawud, an-Nasa`i dengan sanad baik (jayyid).(1) Hadits-hadits seperti ini akan hadir dalam Kitab al-Jihad, insya Allah.

 

(9) – 9 : Hasan Lighairihi

Dari Abu ad-Darda` radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

اَلدُّنْيَا مَلْعُوْنَةٌ، مَلْعُوْنٌ مَا فِيْهَا إِلَّا مَا ابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُ اللّٰهِ

“Dunia itu dilaknat, dan apa yang ada di dalamnya dilaknat, kecuali apa yang dicari dengannya wajah Allah.”

Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dengan sanad yang tidak mengapa (la ba’sa bihi).(2)

 

 

( PASAL )

 (10) – 10 : Shahih

Dari Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ -وَفِيْ رِوَايَةٍ: بِالنِّيَّاتِ- وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهِ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Sesungguhnya amal-amal itu dengan niat –dalam riwayat lain dengan niat-niat, dan sesungguhnya masing-masing orang mendapatkan apa yang diniatkannya. Maka barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya kepada Allah dan RasulNya. Barangsiapa hijrahnya kepada dunia yang ingin dia dapatkan  atau kepada wanita yang hendak dia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang dia niatkan dalam hijrahnya. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan an-Nasa`i.(3)

Al-Hafizh berkata, “Sebagian dari kalangan muta`akhirin mengklaim bahwa hadits ini mencapai derajat mutawatir. Padahal tidak demikian, karena Yahya bin Sa’id al-Anshari meriwayatkannya secara sendiri dari Muhammad bin Ibrahim at-Taimi.(4) Lalu yang meriwayatkan dari al-Anshari berjumlah banyak sekitar dua ratus rawi, ada yang mengatakan tujuh ratus rawi, ada yang mengatakan lebih dari itu. Hadits ini diriwayatkan dari banyak jalan selain jalan al-Anshari tetapi tidak ada yang shahih. Begitulah yang dikatakan oleh al-Hafizh Ali bin al-Madini dan imam-imam yang lain.” Al-Khaththabi berkata, “Aku tidak mengetahui adanya perselisihan dalam hal ini di kalangan para ulama. Wallahu a’lam.”(5)

 

(11) – 11 : Shahih

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يَغْزُو جَيْشٌ الْكَعْبَةَ، فَإِذَا كَانُوْا بِبَيْدَاءَ مِنَ الْأَرْضِ، يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ. قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ، كَيْفَ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ وَفِيْهِمْ أَسْوَاقُهُمْ وَمَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ؟ قَالَ: يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ ثُمَّ يُبْعَثُوْنَ عَلَى نِيَّاتِهِمْ

‘Sebuah pasukan menyerang Ka’bah. Ketika mereka sampai di tanah lapang yang sepi (antara Makkah dan Madinah), mereka diluluhlantakkan sejak yang pertama hingga yang terakhir.Aisyah berkata, ‘Aku bertanya, ‘Ya Rasulullah, bagaimana mereka diluluhlantakkan dari yang pertama hingga yang terakhir, padahal di antara mereka terdapat (para pelaku) pasar-pasar mereka(6) dan orang-orang yang tidak termasuk dari mereka?’ Nabi menjawab, ‘Dari yang pertama sampai yang terakhir diluluhlantakkan, lalu mereka dibangkitkan berdasarkan niat-niat mereka.'”

Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim dan lain-lainnya.

 

(12) – 12 : Shahih

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Kami pulang dari perang Tabuk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda,

 

إِنَّ أَقْوَامًا خَلْفَنَا بِالْمَدِيْنَةِ، مَا سَلَكْنَا شِعْبًا وَلَا وَادِيًا إِلَّا وَهُمْ مَعَنَا، حَبَسَهُمُ الْعُذْرُ

“Sesungguhnya ada sekelompok orang di belakang kita(7) di Madinah, di mana kita tidak melewati celah-celah di gunung(8) dan tidak pula lembah kecuali mereka bersama kita, mereka terhalangi oleh udzur.”

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Abu Dawud dan lafazhnya bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَقَدْ تَرَكْتُمْ بِالْمَدِيْنَةِ أَقْوَامًا مَا سِرْتُمْ مَسِيْرًا، وَلَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ، وَلَا قَطَعْتُمْ مِنْ وَادٍ إِلَّا وَهُمْ مَعَكُمْ فِيْهِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ، وَكَيْفَ يَكُوْنُوْنَ مَعَنَا وَهُمْ بِالْمَدِيْنَةِ؟ فَقَالَ: حَبَسَهُمُ الْمَرَضُ

“Sungguh kalian telah meninggalkan di Madinah suatu kaum di mana kalian tidak menempuh suatu jalan, tidak menafkahkan suatu nafkah dan tidak melewati lembah kecuali mereka bersama kalian.” Mereka bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana mereka bersama kami sementara mereka di Madinah?” Nabi menjawab, “Mereka terhalangi oleh sakit.”

 

(13) – 13 : Shahih Lighairihi

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّمَا يُبْعَثُ النَّاسُ عَلَى نِيَّاتِهِمْ

“Manusia hanya dibangkitkan sesuai dengan niat-niat mereka.”

 Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad hasan.

 

(14) – 14 : Shahih Lighairihi

Ibnu Majah meriwayatkannya juga dari hadits Jabir, hanya saja beliau bersabda,

يُحْشَرُ النَّاسُ

“Manusia dikumpulkan (dihalau).”

 

(15) – 15 : Shahih

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اللّٰهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ، وَلَا إِلَى صُوَرِكُمْ وَلٰكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ – وَأَشَارَ بِأُصْبُعِهِ إِلَى صَدْرِهِ – وَأَعْمَالِكُمْ

“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasmani kalian, tidak pula kepada bentuk rupa kalian, akan tetapi melihat kepada hati kalian, –dan beliau menunjuk ke dadanya dengan jari beliau–, (dan amal-amal kalian).”(9)

 Diriwayatkan oleh Muslim.

 

(16) – 16 – a : Shahih Lighairihi

Dari Abu Kabsyah al-Anmari radhiyallahu ‘anhu, bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

 

ثَلَاثَةٌ أُقْسِمُ عَلَيْهِنَّ، وَأُحَدِّثُكُمْ حَدِيْثًا فَاحْفَظُوْهُ، قَالَ: مَا نَقَصَ مَالُ عَبْدٍ مِنْ صَدَقَةٍ، وَلَا ظُلِمَ عَبْدٌ مَظْلَمَةً صَبَرَ عَلَيْهَا إِلَّا زَادَهُ اللّٰهُ عِزًّا، وَلَا فَتَحَ عَبْدٌ بَابَ مَسْأَلَةٍ إِلَّا فَتَحَ اللّٰهُ عَلَيْهِ بَابَ فَقْرٍ أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا، وَأُحَدِّثُكُمْ حَدِيْثًا فَاحْفَظُوْهُ: إِنَّمَا الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ: عَبْدٌ رَزَقَهُ اللّٰهُ مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِي فِيْهِ رَبَّهُ، وَيَصِلُ فِيْهِ رَحِمَهُ، وَيَعْلَمُ لِلّٰه فِيْهِ حَقًّا، فَهٰذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ. وَعَبْدٌ رَزَقَهُ اللّٰهُ عِلْمًا، وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالًا فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ، يَقُوْلُ: لَوْ أَنَّ لِيْ مَالًا لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ، فَهُوَ بِنِيَّتِهِ، فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ، وَعَبْدٌ رَزَقَهُ اللّٰهُ مَالًا، وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا يَخْبِطُ فِيْ مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ، وَلَا يَتَّقِي فِيْهِ رَبَّهُ، وَلَا يَصِلُ فِيْهِ رَحِمَهُ، وَلَا يَعْلَمُ لِلّٰهِ فِيْهِ حَقًّا، فَهٰذَا بِأَخْبَثِ الْمَنَازِلِ، وَعَبْدٌ لَمْ يَرْزُقْهُ اللّٰهُ مَالًا وَلَا عِلْمًا فَهُوَ يَقُوْلُ: لَوْ أَنَّ لِيْ مَالًا لَعَمِلْتُ فِيْهِ بِعَمَلِ فُلَانٍ، فَهُوَ بِنِيَّتِهِ، فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ.

 

“Tiga perkara yang mana aku bersumpah atasnya dan aku menyampaikan hadits kepada kalian, maka hafalkanlah.” Beliau bersabda, “Harta seorang hamba tidak berkurang karena sedekah, dan tidaklah seorang hamba yang dizhalimi dengan suatu kezhaliman, lalu dia bersabar atasnya kecuali Allah menambahkan kemuliaan kepadanya. Tidaklah seorang hamba membuka pintu meminta-minta melainkan Allah membuka pintu kemiskinan untuknya.” Atau kalimat yang senada dengannya. Dan aku menyampaikan sebuah hadits kepada kalian, maka hafalkanlah:

“Sesungguhnya dunia itu hanya untuk empat orang: (Pertama) seorang hamba yang dikaruniai harta dan ilmu oleh Allah, dia bertakwa kepada Tuhannya padanya, menjalin hubungan rahimnya padanya, dan mengetahui hak Allah padanya. Ini adalah hamba dengan kedudukan terbaik. (Kedua) seorang hamba yang dikaruniai ilmu oleh Allah namun tidak dikaruniai harta, dia memiliki niat yang benar, dia berkata, ‘Seandainya aku mempunyai harta, niscaya aku akan melakukan apa yang dilakukan oleh fulan.’ Dia (mendapat pahala) dengan niatnya, maka pahala kedua orang itu sama. (Ketiga) seorang hamba yang dikaruniai Allah harta dan tidak dikaruniai ilmu, dia bertindak ngawur (membelanjakannya pada kebatilan) dalam hartanya tanpa ilmu, dia tidak bertakwa kepada Tuhannya padanya, tidak menjalin hubungan rahimnya padanya, dan tidak mengetahui hak Allah padanya. Ini adalah hamba dengan kedudukan terburuk. Dan (keempat) seorang hamba yang tidak dikaruniai harta dan ilmu oleh Allah, dia berkata, ‘Seandainya aku mempunyai harta maka aku akan melakukan padanya apa yang dilakukan oleh fulan’, dia (mendapat dosa) dengan niatnya, maka dosa kedua orang itu sama.”

 Diriwayatkan oleh Ahmad dan at-Tirmidzi. Lafazhnya adalah lafazh at-Tirmidzi, dan dia berkata, “Hadits hasan shahih.”

 

16 – b : Shahih

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan lafazhnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَثَلُ هٰذِهِ الْأُمَّةِ كَمَثَلِ أَرْبَعَةِ نَفَرٍ: رَجُلٌ آتَاهُ اللّٰهُ مَالًا وَعِلْمًا، فَهُوَ يَعْمَلُ بِعِلْمِهِ فِيْ مَالِهِ، يُنْفِقُهُ فِيْ حَقِّهِ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللّٰهُ عِلْمًا وَلَمْ يُؤْتِهِ مَالًا وَهُوَ يَقُوْلُ: لَوْ كَانَ لِيْ مِثْلُ هٰذَا عَمِلْتُ فِيْهِ بِمِثْلِ الَّذِيْ يَعْمَلُ، -قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:- فَهُمَا فِي الْأَجْرِ سَوَاءٌ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللّٰهُ مَالًا وَلَمْ يُؤْتِهِ عِلْمًا، فَهُوَ يَخْبِطُ فِيْ مَالِهِ، يُنْفِقُهُ فِيْ غَيْرِ حَقِّهِ، وَرَجُلٌ لَمْ يُؤْتِهِ اللّٰهُ مَالًا وَلَا عِلْمًا، وَهُوَ يَقُوْلُ: لَوْ كَانَ لِيْ مِثْلُ هٰذَا عَمِلْتُ فِيْهِ مِثْلَ الَّذِيْ يَعْمَلُ، -قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:- فَهُمَا فِي الْوِزْرِ سَوَاءٌ

“Perumpamaan umat ini adalah seperti empat orang: (Pertama) seorang yang diberi harta dan ilmu oleh Allah, maka dia beramal dengan ilmunya pada hartanya di mana dia menafkahkannya pada tempatnya. (Kedua) seorang yang diberi ilmu oleh Allah, tetapi tidak diberi harta, dia berkata, ‘Seandainya aku mempunyai seperti ini, niscaya aku beramal seperti dia beramal’.” –Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,– “Keduanya sama pahalanya. (Ketiga) seorang yang diberi harta oleh Allah, tetapi tidak diberi ilmu, dia bertindak ngawur pada hartanya, dia menafkahkannya tidak pada tempatnya. Dan (keempat) seorang yang tidak diberi harta dan ilmu oleh Allah, dia berkata, ‘Seandainya aku mempunyai seperti ini, niscaya aku akan melakukan seperti yang dia lakukan’.” –Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,– “Keduanya sama dosanya.”

 

(17) – 17 : Shahih

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda seperti yang diriwayatkannya dari Rabbnya,

إِنَّ اللّٰهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ، ثُمَّ بَيَّنَ ذٰلِكَ فِيْ كِتَابِهِ، فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا، كَتَبَهَا اللّٰهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، فَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا، كَتَبَهَا اللّٰهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ، إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ، إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللّٰهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا، كَتَبَهَا اللّٰهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً. زَادَ فِيْ رِوَايَةٍ: أَوْمَحَاهَا، وَلَا يَهْلِكُ عَلَى اللّٰهِ إِلَّا هَالِكٌ

“Sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan, kemudian Dia menjelaskan hal itu di dalam KitabNya. Maka barangsiapa yang ingin berbuat kebaikan namun tidak melaksanakannya, maka Allah menulisnya di sisiNya sebagai kebaikan yang sempurna. Jika dia ingin lalu melakukannya, maka Allah menulisnya di sisiNya sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat sampai berlipat-lipat banyaknya. Dan (sebaliknya) barangsiapa yang ingin berbuat buruk dan dia tidak melaksanakannya, maka Allah menulisnya di sisiNya sebagai kebaikan yang sempurna. Jika dia ingin, lalu melakukannya, maka Allah menulisnya satu keburukan.” Dia menambahkan dalam suatu riwayat(10), “Atau dia menghapusnya, dan tidaklah binasa atas (ketetapan) Allah kecuali orang yang binasa.”

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

 

(18) – 18 : Shahih

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

 

يَقُوْلُ اللّٰهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِذَا أَرَادَ عَبْدِيْ أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً فَلَا تَكْتُبُوْهَا عَلَيْهِ حَتَّى يَعْمَلَهَا، فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوْهَا بِمِثْلِهَا، وَإِنْ تَرَكَهَا مِنْ أَجْلِيْ، فَاكْتُبُوْهَا لَهُ حَسَنَةً، وَإِنْ أَرَادَ أَنْ يَعْمَلَ حَسَنَةً فَلَمْ يَعْمَلْهَا، فَاكْتُبُوْهَا لَهُ حَسَنَةً، فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوْهَا لَهُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، إِلَى سَبْعِ مِائَةٍ

“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (kepada malaikat), ‘Jika hambaKu ingin melakukan suatu keburukan, maka janganlah kalian menuliskan keburukan atasnya sampai dia melakukannya, jika dia melakukannya, maka tulislah sepertinya. Jika dia meninggalkannya demi Aku, maka tulislah ia sebagai suatu kebaikan untuknya. Jika dia ingin melakukan suatu kebaikan lalu dia tidak melakukannya, maka tulislah ia sebagai satu kebaikan untuknya. Jika ia melakukannya maka tulislah untuknya sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus (kali lipat).”

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan lafazh hadits ini adalah lafazhnya dan Muslim.

Dalam riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةً، وَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَعَمِلَهَا كُتِبَتْ لَهُ عَشْرُ حَسَنَاتٍ، إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا لَمْ تُكْتَبْ عَلَيْهِ، وَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ

“Barangsiapa berhasrat melakukan suatu kebaikan lalu tidak melakukannya, maka ditulislah niat itu sebagai satu kebaikan untuknya. Barangsiapa berhasrat melakukan kebaikan lalu melakukannya, maka ditulis niatnya itu sebagai sepuluh kebaikan untuknya sampai tujuh ratus kali lipat. Dan barangsiapa berhasrat melakukan suatu keburukan, lalu tidak melakukannya, maka tidak ditulis suatu keburukan atasnya, jika dia melakukannya, maka ditulis.”

Dalam riwayat yang lain juga milik Muslim, dari Muhammad, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

قَالَ اللّٰهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِذَا تَحَدَّثَ عَبْدِيْ بِأَنْ يَعْمَلَ حَسَنَةً، فَأَنَا أَكْتُبُهَا لَهُ حَسَنَةً مَا لَمْ يَعْمَلْهَا، فَإِذَا عَمِلَهَا فَإِنِّيْ أَكْتُبُهَا لَهُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، وَإِذَا تَحَدَّثَ عَبْدِيْ بِأَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً، فَأَنَا أَغْفِرُهَا لَهُ مَا لَمْ يَعْمَلْهَا، فَإِذَا عَمِلَهَا، فَأَنَا أَكْتُبُهَا لَهُ بِمِثْلِهَا، وَإِنْ تَرَكَهَا فَاكْتُبُوْهَا لَهُ حَسَنَةً، إِنَّمَا تَرَكَهَا مِنْ جَرَّايَ

“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Apabila hambaKu berkata untuk melakukan suatu kebaikan, maka Aku menulisnya untuknya sebagai suatu kebaikan selama dia belum melaksanakannya. Jika dia melakukannya, maka sesungguhnya Aku menulisnya untuknya sepuluh kali lipat. Apabila hambaKu berkata (dalam hatinya) untuk melakukan suatu keburukan, maka Aku mengampuninya selama dia belum melakukannya. Dan jika dia melakukannya, Aku hanya menulis satu keburukan sepertinya. Jika dia meninggalkannya, maka tulislah untuknya sebagai suatu kebaikan, sesungguhnya dia meninggalkan itu hanya demi Aku’.”

Ucapannya (مِنْ جَرَّايَ) dengan jim dibaca fathah dan ra yang ditasydidkan, yakni: demi Aku.

 

(19) – 19 : Shahih

Dari Ma’an bin Yazid radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

كَانَ أَبِيْ يَزِيْدُ أَخْرَجَ دَنَانِيْرَ يَتَصَدَّقُ بِهَا، فَوَضَعَهَا عِنْدَ رَجُلٍ فِي الْمَسْجِدِ، فَجِئْتُ فَأَخَذْتُهَا فَأَتَيْتُهُ بِهَا، فَقَالَ: وَاللّٰهِ مَا إِيَّاكَ أَرَدْتُ، فَخَاصَمْتُهُ إِلَى رَسُوْلِ اللّٰهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- فَقَالَ: لَكَ مَا نَوَيْتَ يَا يَزِيْدُ، وَلَكَ مَا أَخَذْتَ يَا مَعْنُ

“Bapakku Yazid mengeluarkan beberapa dinar untuk bersedekah, dia meletakkannya di sisi seorang laki-laki di masjid. Maka aku (Ma’an) datang mengambilnya dan membawanya kepadanya (Yazid, bapaknya), maka dia (sang bapak) berkata, ‘Demi Allah bukan kamu yang aku inginkan.’ Lalu aku mengadukannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka beliau bersabda, ‘Untukmu apa yang kamu niatkan wahai Yazid, dan untukmu apa yang kamu ambil wahai Ma’an’.”

Diriwayatkan oleh al-Bukhari.

 

(20) – 20 : Shahih

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

قَالَ رَجُلٌ: لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ، فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِيْ يَدِ سَارِقٍ فَأَصْبَحُوْا يَتَحَدَّثُوْنَ: تُصُدِّقَ اللَّيْلَةَ عَلَى سَارِقٍ فَقَالَ: اَللّٰهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى سَارِقٍ، لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ، فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِيْ يَدَيْ زَانِيَةٍ، فَأَصْبَحُوْا يَتَحَدَّثُوْنَ: تُصُدِّقَ اللَّيْلَةَ عَلَى زَانِيَةٍ، فَقَالَ: اَللّٰهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى زَانِيَةٍ، لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ، فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِيْ يَدَيْ غَنِيٍّ فَأَصْبَحُوْا يَتَحَدَّثُوْنَ: تُصُدِّقَ عَلَى غَنِيٍّ، فَقَالَ: اَللّٰهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى سَارِقٍ وَزَانِيَةٍ وَغَنِيٍّ، فَأُتِيَ فَقِيْلَ لَهُ: أَمَّا صَدَقَتُكَ عَلَى سَارِقٍ فَلَعَلَّهُ أَنْ يَسْتَعِفَّ عَنْ سَرِقَتِهِ، وَأَمَّا الزَّانِيَةُ فَلَعَلَّهَا أَنْ تَسْتَعِفَّ عَنْ زِنَاهَا، وَأَمَّا الْغَنِيُّ فَلَعَلَّهُ أَنْ يَعْتَبِرَ فَيُنْفِقَ مِمَّا أَعْطَاهُ اللّٰهُ

“Seorang laki-laki berkata, ‘Aku akan bersedekah.’ Lalu dia pergi membawa sedekahnya dan meletakkannya di tangan seorang pencuri.(11) Di pagi hari orang-orang membicarakan, ‘Tadi malam seorang pencuri diberi sedekah’.(12) Dia berkata, ‘Ya Allah, bagiMu segala puji, sedekahku di tangan pencuri. Sungguh aku akan kembali bersedekah.’ Lalu dia pergi membawa sedekahnya dan meletakkannya di tangan seorang wanita pezina. Di pagi hari orang-orang membicarakan, ‘Tadi malam seorang wanita pezina diberi sedekah.’ Dia berkata, ‘Ya Allah, bagiMu segala puji, sedekahku diterima oleh wanita pezina. Sungguh aku akan kembali bersedekah.’ Lalu dia pergi membawa sedekahnya dan meletakkannya di tangan orang kaya. Di pagi hari orang-orang membicarakan, ‘Tadi malam seorang yang kaya diberi sedekah.’ Dia berkata, ‘Ya Allah, bagiMu segala puji, sedekahku jatuh di tangan pencuri, wanita pezina dan seorang kaya.’ Maka dia didatangi (dalam mimpinya) dan dikatakan kepadanya, ‘Adapun sedekahmu kepada pencuri, maka semoga membuatnya berhenti dari perbuatannya mencuri. Adapun wanita pezina, maka semoga membuatnya insyaf dari perbuatannya berzina. Adapun si kaya itu, maka semoga dia mengambil pelajaran dan menginfakkan dari apa yang diberikan oleh Allah kepadanya.”

Diriwayatkan oleh al-Bukhari –dan lafazh hadits ini adalah miliknya–, Muslim dan an-Nasa`i, dan keduanya berkata padanya,

 

فَقِيْلَ لَهُ: أَمَّا صَدَقَتُكَ فَقَدْ تُقُبِّلَتْ

“Maka dikatakan kepadanya, ‘Adapun sedekahmu, maka ia telah diterima.”

Lalu dia menyebutkan hadits tersebut.

 

(21) – 21 : Hasan Shahih

Dari Abu ad-Darda` radhiyallahu ‘anhu yang sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di mana beliau bersabda,

مَنْ أَتَى فِرَاشَهُ وَهُوَ يَنْوِي أَنْ يَقُوْمَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ، فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ حَتَّى أَصْبَحَ، كُتِبَ لَهُ مَا نَوَى، وَكَانَ نَوْمُهُ صَدَقَةً عَلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ

“Barangsiapa yang mendatangi tempat tidurnya sedangkan dia berniat bangun untuk shalat malam, lalu dia tertidur sampai pagi, niscaya ditulis untuknya apa yang dia niatkan dan tidurnya itu adalah sedekah dari Rabbnya kepadanya.”

Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dan Ibnu Majah dengan sanad baik. Juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya dari hadits Abu Dzar atau Abu ad-Darda` dengan ‘atau’ yang menunjukkan keraguan.

Al-Hafizh Abdul Azhim berkata, “Aku hadirkan hadits-hadits seperti ini secara terpisah-pisah di berbagai macam bab di buku ini, insya Allah.”

 

CATATAN KAKI:

  1. Ia seperti yang dikatakan, akan tetapi penisbatan hadits ini kepada Abu Dawud adalah keliru karena dia tidak meriwayatkannya di Sunannya sebagaimana yang dilakukan oleh Abul Barakat di al-Muntaqa, al-Iraq di Takhrij al-Ihya` dan an-Nablusi di Dzakha`ir al-Mawarits menunjukkan itu.
  2. Begitulah yang dia katakan, padahal terdapat rawi yang tidak diketahui, akan tetapi ia memiliki beberapa syahid yang dengannya ia menjadi kuat. Ia tercantum di ash-Shahihah, no. 2797. Di antara kebodohan tiga orang pemberi komentar itu adalah bahwa mereka membukanya dengan ucapan, ‘Hasan’. Lalu mereka menyatakan illat-nya dengan nukilan dari al-Haitsami yang berkata, “Diriwayatkan oleh ath-Thabrani, padanya terdapat Khidasy bin Muhajir, saya tidak mengetahuinya.”
  3. Saya berkata, “Begitu pula penulis menyatakan pada ‘Mengikhlaskan niat dalam jihad,’ dan ini bisa dipahami (secara salah) bahwa Ibnu Majah tidak meriwayatkannya. Padahal tidak begitu, dia meriwayatkannya dalam az-Zuhd, no. 4227.”
  4. Saya berkata, “Dia meriwayatkannya dari Alqamah bin Abu Waqqash dari Umar bin al-Khaththab. Jadi hadits ini bukan mutawatir, tetapi masyhur.”
  5. Saya berkata, “Hadits ini termasuk hadits ahad yang shahih yang keshahihannya di-sepakati oleh para ulama dan diterima oleh umat sebagaimana di Syarah al-Arba’in karya al-Hafizh Ibnu Rajab, ia menunjukkan ilmu yang yakin. Lain dengan yang diteriakkan oleh sebagian penulis di masa kini, ‘Bahwa hadits ahad secara mutlak tidak menunjukkan ilmu yang yakin.’ Ucapan ini secara mutlak adalah batil tanpa ada sedikit pun bimbang dan ragu. Penjelasannya ada dalam risalah saya Wujub al-Akhdzi bi Hadits al-Ahad fi al-Aqidah, dan risalah lainnya al-Hadits Hujjah bi Nafsihi fi al-‘Aqa`id wa al-Ahkam. Keduanya telah terbit.
  6. Bentuk jamak dari (سُـوْقٌ), yaitu tempat pedagang. Asumsi lengkapnya “Terdapat para pelaku pasar yang berjual beli seperti di kota-kota.’ Dalam naskah induk (asli) tertulis, (قَدْرَ نِيَاتِهِمْ) dan itu adalah salah. Lihat kitab saya Mukhtashar al-Bukhari, Kitab al-Buyu’.
  7. (خَلْفَنَا) Dengan lam dibaca sukun, yakni di belakang kita. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Sebagian membacanya dengan lam yang ditasydid dan fa` yang disukun.”
  8. (شِعْبًا) Dengan syin dibaca kasrah, ain dan setelahnya adalah ba,’ yaitu celah di gunung. Lembah, adalah daerah rendah antara dua gunung atau dataran tinggi yang biasa di-lewati aliran air.
  9. Saya berkata, “Dua tambahan dari Shahih Muslim, 8/11, yang lain dalam riwayat lain miliknya, dan tiga orang pemberi komentar itu tidak memperhatikannya. Yang kedua adalah sangat penting, ia dapat terbalik atas sebagian orang, akibatnya mak-nanya menjadi rusak. Lihat komentar saya atas Riyadh ash-Shalihin hal. 41 cetakan al-Maktab al-Islami.
  10. Riwayat ini termasuk riwayat Muslim sendiri tanpa al-Bukhari, berbeda dengan apa yang bisa dipahami (secara salah) dari apa yang dilakukan oleh penulis sebagaimana hal ini dijelaskan oleh an-Naji (9/1).
  11. Dia melakukan ini karena dia tidak tahu dia itu pencuri.
  12. Dengan bentuk kalimat pasif. Berita ini mengandung makna keheranan dan pengingkaran.