Pada asalnya jawaban harus serasi/sejalan dengan pertanyaan. Namun, terkadang sebuah jawaban menyimpang dari apa yang dituntut dari sebuah pertanyaan, dengan tujuan untuk memperingatkan bahwasanya pertanyaan yang pantas untuk ditanyakan adalah seperti itu (seperti apa yang ada dalam jawaban). Dan itulah yang dinaamkan dengan Usluub al-Hakiim (cara yang bijsaksana). Mereka (para ulama) memberikan contoh dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

يَسْئَلُونَكَ عَنِ اْلأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ … {189}

”Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah :”Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; ….” (QS. Al-Baqarah: 189)

Mereka bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang Hilal (awal bulan), kenapa ia muncul sangat tipis seperti benang, kemudian bertambah sedikit demi sedikit sampai menjadi penuh (bulat). Kemudian ia terus menerus berkurang hingga kembali seperti semula. Maka mereka diberi jawaban dengan penjelasan tentang hikmah hal itu, untuk memperingatkan mereka bahwasanya yang lebih penting untuk ditanyakan adalah tentang hal itu (tentang hikmah perjalanan Hilal), bukan tentang apa yang mereka tanyakan.

Dan terkadang jawaban datang dengan konteks lebih umum dibandingkan pertanyaan dikarenakan ada kebutuhan. Seperti firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala:

قُلِ اللهُ يُنَجِّيكُم مِّنْهَا وَمِنْ كُلِّ كَرْبٍ … {64{

”Katakanlah:” Allahlah menyelamatkan kamu dari bencana itu dan dari segala macam kesusahan, ….” (QS. Al-An’aam: 64)

Sebagai jawaban dari pertanyaan:

…مَن يُنَجِّيكُم مِّنْ ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ… {63}

”…Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, ….” (QS. Al-An’aam: 63)

Dan terkadang jawaban datang lebih sedikit dari pertanyaan dikarenakan tuntutan keadaan. Hal itu seperti firman-Nya:

… قُلْ مَايَكُونُ لِي أَنْ أُبَدِّلَهُ مِن تِلْقَآءِ نَفْسِي …15}

”… Katakanlah:”Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. …” (QS. Yunus: 15)

Sebagai jawaban dari pertanyaan:

…ائْتِ بِقُرْءَانٍ غَيْرِ هَذَآ أَوْ بَدِّلْهُ … {15}

”…Datangkanlah al-Qur’an yang lain daripada ini atau gantilah dia…” (QS. Yunus: 15)

Karena mengganti lebih mudah dibandingkan membuat baru (menciptakan sesuatu yang baru). Dan dalam ayat ini telah dinafikkan/ditolak kemungkinan untuk mengganti al-Qur’an, maka kemungkinan untuk membuat yang baru lebih pantas untuk dinafikkan.

Dan kata tanya (pertanyaan) apabila digunakan untuk meminta penjelasan/pengetahuan, maka ia menjadi Muta’addi (kata kerja transitif/yang membutuhkan) ke objek kedua menggunakan huruf عَنْ, dan ini yang banyak. Seperti firman-Nya:

وَيَسْئَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ … {85}

”Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. …” (QS. Al-Israa’: 85)

Dan jika kata tanya tersebut digunakan untuk meminta harta dan selainnya, maka ia menjadi Muta’addi (kata kerja transitif) dengan sendirinya, atau dengan perntara huruf مِنْ, namun yang lebih banyak adalah tanpa perantara, seperti firman-Nya:

… وَسْئَلوُا مَآأَنفَقْتُمْ … {10}

”… Dan janganlah hendaklah kamu meminta apa yang telah kamu bayar (mahar)…”(QS. Al-Mumtahanah: 10)

Dan firman-Nya:

…وَسْئَلُوا اللهَ مِن فَضْلِهِ … {32}

”…Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya…”(QS. An-Nisaa’: 32)

(Sumber:مباحث في علوم القرآن karya Syaikh Manna’ al-Qaththaan rahimahullah, cet. Maktab al-Ma’arif, Riyadh hal. 208-209. Diterjemahkan dan diposting oleh Abu Yusuf Sujono)