http://www.dreamstime.com/-image2944438Biarkan saja apa yang tidak bisa diubah atau sulit diubah, karena berusaha untuk sesuatu yang sulit terwujud tidak beda dengan menggarami lautan atau mengajari ikan berenang atau menyalakan lampu di terik matahari atau melempar batu ke gunung atau menanam di tanah bergaram. Hanya lelah yang didapat tanpa ada buah yang dipetik.

Biarkan saja apa yang ada pada pasanganmu, suami atau istrimu, yang memang sulit untuk diubah, karena ia sudah dari sononya, selama ia tidak menciderai agama atau mencoreng kehormatan.

Misalnya suami Anda cenderung pemarah, biarkan saja dengan sifatnya, tak usah berusaha membuang sifat tersebut atau memaksanya meninggalkannya, karena itu sama saja dengan mencongkel sebuah watak yang barang kali sudah mengakar, bila ini dipaksakan, bisa-bisa malah lahir problem baru. Cukup bagi Anda adalah mengalihkan dan meminimalkan. Mengalihkan amarahnya dengan tidak melakukan apa yang membuatnya marah atau mengalihkannya ke sesuatu yang memang layak dimarahi. Atau mengurangi ketajaman amarahnya dengan tindakan dari Anda, misalnya saat dia marah, Anda dekati, Anda memeluknya, mendekapnya atau menghadirkan sesuatu yang dia sukai.

Perubahan watak dan tabiat sangat mungkin saat masih anak-anak dan remaja, kalau sudah tua, duh betapa sulitnya. Perhatikanlah ranting pohon dan batangnya. Mana yang bisa Anda belokkan?

Misalnya perbedaan latar belakang suami istri dengan keluarga masing-masing. Suami dari keluarga besar, saudara dan kerabatnya banyak yang sudah barang tentu mencetak sifat dan watak tertentu pada dirinya, sementara istri dari keluarga binaan KB, saudara dan kerabatnya kecil. Ini adalah sebuah kondisi dengan efeknya yang sulit Anda ubah, paling-paling meminimalkan efeknya yang Anda nilai kurang bagus. Atau istri dari keluarga ekonomi lemah dan suami sebaliknya. Atau istri dengan pendidikan yang lebih tinggai dari suami. Atau…

Saya tak ingin berpanjang lebar dalam menyodorkan contoh, karena Anda bisa menelisiknya pada diri Anda dan pasangan Anda. Yang ingin saya katakan adalah selama hal-hal seperti ini tidak bisa diubah, maka mempersoalkannya tidak bisa dipahami sebagai usaha perbaikan ke arah yang lebih baik, sebaliknya ia bisa dinilai sebagai pelecehan dan penghinaan, yang mempersoalkannya tidak akan terhindar dari ‘menyinggung’ pihak lain. Bila demikian, ya biarkan saja lah.

Bila kamu sibuk meratapi apa yang tidak ada, maka bisa-bisa kamu tidak bahagia dengan apa yang ada. Inginkan apa yang bisa, karena ada keinginan yang tidak bisa. Wallahu a’lam.