Cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah bagian dari Iman. Setiap muslim wajib benar-benar mencintai­ beliau. Bahkan, kecintaan kepadanya harus melebihi cinta kepada diri sendiri, orang tua,َ anak, keluarga, harta dan manusiaَ َseluruhnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَالَذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِن وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ

“Demi Dzat yang jiwaku ada di TanganNya, tidaklah beriman seseorang di antara kalian sehingga aku lebih dia cintai daripada orang tua dan anaknya.” (HR. al-Bukhari, no. 13)

لاَ يُؤمِنُ عَبدٌ حَتّى أَكُونَ أَحَبّ إِلَيهِ مِن أَهلِهِ وَمَالِهِ وَالنّاسِ أَجمَعِينَ

“Tidaklah beriman seorang hamba sehingga aku lebih dia cintai daripada keluarga dan hartanya serta manusia seluruhnya.” (HR. Muslim, no. 177)

Orang yang mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam akan memetik buah yang baik dalam kehidupannya baik di dunia maupun di akhirat. Namun, hal ini tak akan didapatkannya kecuali bila kecintaannya tersebut merupakan kecintaan yang benar, bukan sekedar pengakuan lisan semata. Kebenaran cinta seseorang akan terlihat melalui tanda-tanda yang nampak pada dirinya. Apa tanda-tanda kecintaan yang benar kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ? dan apa saja buah yang akan dipetiknya ? inilah yang akan penulis sebutkan secara ringkas dalam tulisan ini.

Tanda-tanda Cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam 

Mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki tanda- tanda yang telah dibicarakan oleh para ulama. Sebagai contoh, al-Qadhi Iyadh berkata, “Termasuk tanda mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah membela sunnahnya dan menegakkan syariatnya, serta berangan-angan kalau saja ia bisa ikut menghadiri masa hidup beliau (untuk membela beliau); sehingga dikarenakan itu orang yang bersangkutan akan mengerahkan segenap jiwa dan harta kekayaannya (Syarah an-Nawawi, 2/16)

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Di antara tanda cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ada­lah bahwa seandainya seseorang disu­ruh memilih antara kehilangan dunia atau kehilangan kesempatan bertemu Rasulullah, kalau itu memungkinkan, maka ia lebih memilih kehilangan du­nia daripada kehilangan kesempatan un­tuk melihat beliau ; dia merasa lebih berat kehilangan Rasulullah daripada kehi­langan­ kenikmatan dunia. Orang yang seperti itu telah menyandang sifat mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di atas. Dan (seba­liknya) barangsiapa yang tidak demikian, maka tidak. Yang demikian itu tidak hanya ter­batas pada persoalan ada atau kehi­langan, akan tetapi harus terwujud dalam bentuk membela sunnah beliau dan menegakkan syariatnya serta mela­wan para penentang-penentangnya,dan termasuk di dalamnya adalah menegak­kan amar ma’ruf dan nahi mungkar (Fath al-Bari, 1/59)

Al-Aini berkata, ‘ketahuilah bahwa mencintai Rasulullah adalah kemauan untuk menaati beliau dan meninggalkan seluruh bentuk penentangan terhadap beliau, dan yang demikian itu termasuk di antara kewajiban-kewajiban agama Islam (Umdatul Qari, 1/144)

Dari beberapa pernyataan ulama di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa tanda-tanda mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sebagai berikut :

1. Sangat berkeinginan untuk ber­temu serta menemani Nabi  shallallahu ‘alaihi wasallam, dan hilangnya kesempatan ber­temu dengan beliau lebih berat daripada kehilangan apa saja didunia ini.

Sebagai contohnya, seperti yang ter­cer­min dalam beberapa kasus berikut:

● Kisah Abu Bakar yang menangis karena­ gembira menjadi teman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat hijrah.

● Kegembiraan Kaum Anshar atas kedatangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah.

● Kekhawatiran Kaum Anshar tidak dapat menyertai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

● Kekhawatiran sorang sahabat bila tidak dapat melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di Surga

● Permintaan seorang Sahabat yang jujur dalam mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang bernama­ Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami untuk dapat menemani beliau di Surga

● Pilihan Kaum Anshar terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketimbang mendapatkan kambing dan unta.

● Keinginan Umar bin Khathab agar dikubur di samping Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

● Abu Bakar menangis tatkala teringat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam setelah wafat.

● Abu Bakar ingin cepat menyusul Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

2. Penuh kesiapan untuk menge­rahkan jiwa dan harta dalam rangka membela Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Sebagai contohnya, seperti yang tercermin dalam kasus berikut :

● Tangisan Abu Bakar karena meng­khawatirkan keselamatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

● Kesiapan al-Miqdad bin al-Awsad dalam melindungi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam pe­perangan.

● Pengorbanan dari Thalhah bin Ubaidilah dan sebelas orang Anshar untuk melindungi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

● Abu Thalhah mengorbankan leher­nya demi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

● Abu Dujanah menjadikan dirinya sebagai perisai bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari seragan musuh.

● Perhatian Sa’ad bin Rabi’ terhadap keselamatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam walaupun men­jelang ajal.

● Abu Qatadah berjalan semalam sun­tuk untuk menjaga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam agar tidak terjatuh dari tunggangan beliau.

3. Menaati segala perintah dan men­jauhi segala larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Sebagai contohnya, seperti yang ter­cermin dalam beberapa kasus berikut,

● KaumAnshar dengan seketika meng­hadapkan wajah mereka ke Ka’bah se­kalipun dalam keadaan rukuk (dalam­ Shalat) ketika sampai kepada mereka­ berita tentang bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diperintahkan untuk menghadap ke Ka’bah dalam shalatnya.

● Para sahabat saling bersegera me­lak­sanakan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam agar mereka berkumpul satu sama lain ke­tika mereka singgah di suatu tempat­ ketika safar (bepergian jauh).

● Para sahabat segera menumpahkan bejana yang berisi daging keledai yang sedang mendidih tatkala turun larangan makan daging keledai.

● Air khamer membanjiri jalan-jalan di kota Madinah tatkala turun ayat yang mengharamkannya.

● Para sahabat menjaga komitmen perjanjian dengan musuh demi me­laksanakan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

● Para sahabat tidak mau memakai sutra demi menaati perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

● Para sahabat bersegera melepas san­dal mereka saat shalat tatkala me­reka melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melepas sandalnya saat Shalat.

● Seorang wanita segera melepas ge­langnya­ setelah mendengar ancaman­ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

4. Membela Sunnah-sunnah Nabi dan menegakkan Syariatnya.

Sebagai salah satu contohnya adalah tindakan Abu Bakar memerangi orang- orang yang tidak mau membayar zakat walaupun situasi serba sulit. Dia me­ngatakan, ‘Demi Allah, jika mereka menghalangi saya dari seutas tali (iqal) sekalipun­ yang dahulu mereka tunaikan kepada Rasulullah, niscaya saya akan memerangi mereka karena penolakan mereka untuk menunaikan kewajibannyatersebut (Shahih Muslim, no. 32)

Barangsiapa yang tanda-tanda cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  di atas ada pada dirinya, maka hendaklah dia bersyukur kepada Allah dan memohon kepadaNya agar cinta itu kekal dan tumbuh subur dalam dirinya. Dan sebaliknya barangsiapa yang kehilangan sebagian atau seluruh rasa cintanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka hendaklah ia mengintrospeksi dan mengoreksi dirinya.

Buah-buah Cinta kepada Nabi ashallallahu ‘alaihi wasallam

Adapun buah dan manfaat yang akan dipetik oleh orang-orang yang benar- benar mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, diantaramya adalah:

1. Merasakan manisnya iman, Allah menjadikan beberapa sebab untuk memperoleh manisnya Iman, di antaranya adalah mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam secara benar. Imam al-Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan dari Anas bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ، مَنْ كَانَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُـحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ  أَنْ يَعُوْدَ فِـي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِـي النَّارِ

“Tiga perkara, barangsiapa yang dalam dirinya terdapat tiga hal tersebut, maka dia akan mendapatkan manisnya Iman: (pertama), hendaknya Allah dan RasulNya lebih dia cintai daripada selain­­nya, (kedua) hendaklah ia men­cintai seseorang di mana ia tidak mencintainya kecuali hanya karena Allah, dan (ketiga), hendaklah ia benci kem­bali kepada kakafiran seperti keben­­ciannya bila ia dilemparkan ke dalam api” (Muttafaq ‘Alaih)

Dan makna “manisnya Iman”, sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama, adalah merasakan lezatnya se­gala­ ketaatan dan siap menunaikan be­ban Agama serta mengutamakan itu daripada seluruh kesenangan dan kenik­matan dunia (Syarah Shahih Muslim, 2/13, Fath a-Bari, 1/61)

2. Orang yang mencintai Nabi akan bersama beliau di akhirat

Imam Muslim meriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa ia berkata, ‘seorang lelaki datang kepada Nabi lalu bertanya tentang kiamat, kemudian Beliau pun bertanya kepadanya, apa yang kamu persiapkan untuk Hari Kiamat ? ia menjawab,’ Cinta kepada Allah dan RasulNya’. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam 

إِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ

“Kamu akan bersama siapa yang kamu cintai.”

Anas berkata, “kami tidak pernah gem­bira setelah masuk Islam melebihi (kegembiraan kami) mendengar sabda beliau, ”Sesungguhnya kamu akan ber­sama siapa yang kamu cintai”… (HR. Muslim, no. 2639)

Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, ‘Seorang lelaki datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bertanya,’wahai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bagaimana pendapat Anda tentang seseorang yang mencintai suatu kaum tetapi tidak bisa mengejar (banyaknya amal-amal shaleh) mereka? Maka beliau bersabda,

المَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ

“Seseorang itu akan bersama siapa yang dia cintai (Muttafaq ‘Alaih)”

Yang dimaksud oleh sabda Nabi ‘seseorang itu akan bersama siapa yang dia cintai’ adalah (bersama) di Surga (Umdatul Qari, 22/197)

Allahu Akbar, betapa mulia dan agung­nya balasan bagi orang-orang yang mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Semoga kita tergolong ummatnya yang mencintainya secara benar. Aamiin

(Redaksi)

Sumber :

Dirangkumkan dari “Hubb an-Nabi Wa ‘Alamatuhu, Dr. Fadhl Ilahi (Edisi Bahasa Indonesia)