amalRasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا أَسْلَمَ الْعَبْدُ فَحَسُنَ إِسْلَامُهُ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ كُلَّ حَسَنَةٍ كَانَ أَزْلَفَهَا وَمُحِيَتْ عَنْهُ كُلُّ سَيِّئَةٍ كَانَ أَزْلَفَهَا ثُمَّ كَانَ بَعْدَ ذَلِكَ الْقِصَاصُ الْحَسَنَةُ بِعَشْرَةِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ وَالسَّيِّئَةُ بِمِثْلِهَا إِلَّا أَنْ يَتَجَاوَزَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَنْهَا

” Jika seorang hamba masuk Islam, dan bagus keislamannya, maka Allah akan (memerintahkan kepada malaikat untuk) menulis semua kebaikan yang pernah dilakukannya, dan dihapuskan darinya semua kejelekan yang pernah dilakukannya. Kemudian setelah itu ada qishash, satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus. Sedang keburukan dengan balasan yang sama, kecuali jika Allah mengampuninya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam an-Nasaa’i rahimahullah (2/267-268) dari jalur Shofwan bin Shalih, dia berkata:” Telah mengabarkan kepada kami al-Walid, dia berkata:’ Telah mengabarkan kepada kami Malik dari Zaid bin Aslam dari ‘Atha’ bin Yasar dari Abu Sa’id al-Khudry radhiyallahu ‘anhu berkata:” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:’ (Lalu beliau menyebutkan hadits tersebut di atas).'”

Saya berkata:” Dan ia sanadnya shahih, Imam al-Bukhari mencantumkannya secara mu’alaq dalam kitabnya Shahih al-Bukhari. Lalu beliau berkata:’ Malik berkata:’ Telah mengabarkan kepadaku Zaid bin Aslam dengan hadits tersebut, namun tanpa penyebutan “penulisan kebaikan”. Dan hadits tersebut telah diriwayatkan secara maushul/muththashil (bersambug sanadnya) oleh al-Hasan bin Sufyan, al-Bazzar, al-Isma’ili dan ad-Daruquthni dalam kitab “Ghara’ib Malik” serta al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab (Syu’abul Iman) dari jalur-jalur yang lain dari Malik dengan sanad tersebut.”

Al-Hafizh (Ibnu Hajar) rahimahullah di dalam Al-Fath (Fathul Bari 1/82) berkata:” Dan telah valid dalam semua riwayat apa yang terluput (tidak tercantum) dari riwayat imam al-Bukhari, yaitu tentang penulisan amalan-amalan baik yang dilakukan sebelum masuk Islam. Dan sabda Nabi: كتب الله (Allah menuliskan) maksudnya adalah, Allah memerintahkan kepada para Malaikat untuk menulisnya. Dan riwayat milik imam ad-Daruquthni dari jalur Zaid bin syu’aib, dari Malik dengan lafazh:

” يقول الله لملائكته اكتبوا ”

” Allah berfirman kepada para malaikai-Nya: “Tulislah oleh kalian… “

Lalu ada yang mengatakan:” Sesungguhnya penulis (Al-Bukhari) rahimahullah sengaja tidak mencatumkan apa yang diriwayatkan oleh ulama lainnya, karena kata tersebut memang musykil (problem/membingungkan) menurut kaidah. Al-Mazari berkata:” Orang kafir tidak seperti itu, mereka tidak diberi pahala atas amal shalih yang dikerjakannya pada waktu ia masih syirik. Sebab syarat taqarrub (ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah) adalah hendaknya si pelaku mengetahui kepada siapa amal itu dipersembahkan, dan orang kafir tidak seperti itu. Al-Qadhi ‘Iyadh mengikutinya (al-Maziri) dalam menyetujui problem (kebingungan) ini. Namun An-Nawawi menganggapnya lemah, dan beliau rahimahullah berkata:” Yang benar adalah apa yang menjadi pendapat para Muhaqqiq (peneliti) -bahkan sebagian mereka menukil adanya ijma’ dalam masalah ini- bahwasanya orang kafir jika melakukan amalan-amalan yang baik, seperti sedekah, silaturahim, kemudian masuk Islam dan mati di atas Islam, maka pahala/balasan semua amal itu dicatat untuknya. Adapun klaim bahwa hal ini menyelisihi kaidah, maka tidak bisa diterima. Sebab, kadangkala sebagian amalan-amalan orang kafir diperhitungkan/dianggap di dunia, seperti kaffaratuzh-zhihar (denda zhihar). Maka ia tidak wajib mengulanginya (membayar kaffarah zhihar) jika telah masuk Islam, dan ia (kaffarat yang dibayarkan ketika masih kafir) telah mencukupinya.” sampai di sini perkataan al-Hafizh rahimahullah.

Kemudian Al-Hafizh berkata:” Dan yang benar adalah bahwasanya penulisan pahala untuk seorang muslim (atas amalan yang dilakukan ketika kafir), yang penulisan itu terjadi ketika dia telah masuk Islam -sebagai bentuk karunia dan kebaikan dari Allah- tidak mengharuskan kalau hal itu dikarenakan amalannya yang dilakukan dalam keadaan kafir diterima. Dan hadits ini hanya berisi kandungan tentang penulisan pahala, tidak menyinggung tentang penerimaannya (amalan). Dan bisa jadi diterimanya amalan tersebut dikaitkan (tergantung) pada keislamannya, sehingga ia (amalannya) akan diterima dan diberi pahala jika masuk Islam, jika tidak maka tidak (tidak diterima dan diberi pahala). Dan pendapat ini kuat.

Dan Ibrahim al-Harbi, Ibnu Bathal dan selainnya dari kalangan ulama terdahulu serta al-Qurthubi, dan Ibnul Munir dari kalangan ulama belakangan menyatakan secara tegas/pasti seperti apa yang dinyatakan oleh an-Nawawi rahimahullah.

Ibnul Munir berkata:” Yang menyelisihi kaidah adalah, klaim bahwa ditulis/dicatat hal tersebut (pahala amalan) ketika pelakunya masih dalam keadaan kafir. Dan adapun kalau Allah menambahkan pahala amalan yang dahulu dilakukannya (sebelum masuk Islam) berupa sesuatu (amalan) yang dianggapnya sebagai kebaikan kepada kebaikan-kebaikannya ketika dia Islam maka hal ini tidak mengapa (boleh terjadi). Seperti jika Dia (Allah) memberikan anugerah pahala kepadanya dari awal, tanpa beramal. Juga seperti ketika Allah memberikan karunia kepada orang yang lemah (tidak mampu beramal) dengan memberinya pahala amalan yang biasa dia lakukan ketika dia mampu (melaksanakan amal-amal kebaikan tersebut). Maka, jika boleh terjadi penulisan pahala bagi seseorang padahal dia tidak beramal sama sekali, maka ditulis baginya pahala amalan yang dia kerjakan namun tidak terpenuhi syaratnya tentu boleh terjadi.”

Selain itu dia berdalil bahwasanya orang yang beriman dari kalangan Ahli Kitab diberi pahala dua kali, sebagaimana ditunjukkan oleh al-Qur’an dan hadits shahih. Dan kalau dia mati di atas keyakinannya yang pertama, tidak akan bermanfaat sedikitpun amalan shalihnya, akan tetapi ia (amalan shalihnya) menjadi seperti debu yang berterbangan (sia-sia). Maka ini menunjukkan bahwa pahala amalannya yang pertama ditulis untuknya, ditambahkan kepada amalannya yang kedua (setelah masuk Islam).

Dan juga berdalil dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika ditanya oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang Ibnu Jad’an dan apa yang diperbuatnya berupa amalan kebaikan, apakah bermanfaat baginya? Maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:” Sesungguhnya dia tidak satu hari pun pernah mengucapkan:’ Ya Rabbku ampunilah kesalahanku pada hari pembalasan.'” Maka ini menunjukkan bahwa seandainya dia mengucapkannya setelah masuk Islam, niscaya apa yang diamalkannya ketika dia masih keadaan kafir akan bermanfaat baginya.”

Saya (Al-Albani rahimahullah) berkata:” Dan ini yang benar, yang tidak boleh ada pendapat yang menyelisihinya dikarenakan banyaknya hadits-hadits yang mendukungnya. Oleh sebab itu as-Sindy rahimahullah berkata dalam catatan kakinya terhadap kitab sunan an-Nasaa’i:’ Dan hadits ini menunjukkan bahwa kebaikan-kebaikan orang kafir tertahan, jika ia masuk Islam maka diterima (amalannya), dan jika tidak maka ditolak. Oleh karena itu, maka firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

(والذين كفروا أعمالهم كسراب) النور 29

” Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana …” (QS. An-Nuur: 39)

Berlaku atau diterapkan untuk orang-orang yang mati dalam keadaan kafir, dan yang zhahir adalah tidak adanya dalil yang menyelisihi hal itu. Dan karunia Allah lebih luas dari ini dan lebih banyak, maka tidak ada sesuatu yang mustahil di dalamnya. Dan hadits tentang keimanan yang menghapus apa-apa yang terjadi sebelumnya adalah dalam masalah dosa-dosa bukan dalam masalah kebaikan.'”

Saya (Al-Albani rahimahullah) berkata:” Dan seperti ayat yang disebutkan oleh as-Sindy rahimahullah adalah ayat-ayat lain yang menjelaskan seputar terhapusnya amalan seseorang disebabkan perbuatan syirik. Seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

(وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ) الزمر 65

” Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu:”Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.”(QS. Az-Zumar: 65)

Maka semuanya dieterapkan kepada orang-orang yang mati dalam keadaan musyrik. Dan di antara dalil yang menunjukkan hal itu adalah firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala:

(وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ)البقرة217.

” …Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 217)

 Dalam hadits ini ada dalil yang jelas bahwasanya orang kafir jika masuk Islam maka amalan shalihnya di masa Jahiliyah (sebelum dia masuk Islam, ed) akan bermanfaat baginya. Berbeda keadaanya jika ia mati di atas kekafirannya, maka ia (amalannya) tidak bermanfaat baginya, bahkan akan hapus disebabkan karena kekafirannya.

(Sumber: Diringkas dan diterjemahkan dari as-Silsihah ash-Shahihah karya asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah hadits 247-249. Diposting oleh Abu Yusuf Sujono)