aqidah aswajaAhlus Sunnah dalam beragama khususnya akidah memegang beberapa prinsip yang menjadi ciri khas manhaj mereka:

Wasathiyah

Pertengahan, sikap tengah yang seimbang, tidak ekstrim keras dan tidak ekstrim longgar, mereka menimba prinsip ini dari al-Qur`an dan sunnah, tanpa ghuluw dantaqshir, karena itu kita melihat dalam setiap perkara yang diperselisihkan oleh aliran-aliran dalam tubuh kaum muslimin, Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang paling berbahagia karena pilihannya sejalan dengan dalil dan kebenaran, karena mereka selalu memegang prinsip keseimbangan yang berpijak kepada al-Qur`an dan sunnah.

Di bidang nama dan sifat Allah, Ahlus Sunnah berada di antara kelompok yang menafikan dan mengingkarinya hingga mereka menyerupakan Allah dengan sesuatu yang tidak ada dengan kelompok yang menyerupakan Allah dengan makhluk. Ahlus Sunnah menetapkan apa yang ditetapkan oleh dalil dan menafikan apa yang dinafikan oleh dalil, menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan menafikan persamaan dengan makhluk, penetapan tanpa menyamakan dan menafikan tanpa mengingkari, sejalan dengan firman Allah,

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ [الشورى : 11]

Tidak sesuatu yang serupa denganNya dan Dia Maha mendengar lagi Maha melihat.” Asy-Syura: 11.

Di bidang takdir, Ahlus Sunnah di antara orang-orang yang mendustakannya dan mengingkarinya, yang berkata tidak ada takdir, semuanya terserah hamba dengan orang-orang yang mengingkari kehendak hamba dan pilihannya, hingga mereka berkata sebagaimana orang-orang musyrikin berkata,

لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلَا آبَاؤُنَا وَلَا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍ [الأنعام : 148]

Seandainya Allah berkehendak niscaya kami dan leluhur kami tidak menyekutukan Allah dan kami tidak mengharamkan sesuatu.” Al-An’am: 148.

Ahlus Sunnah menetapkan kehendak Allah dan penciptaanNya terhadap segala sesuatu termasuk perbuatan hamba, mereka juga menetapkan perbuatan hamba dan kehendaknya dan bahwa hal itu tidak keluar dari perbuatan dan kehendak Allah.

Di bidang vonis terhadap pelaku dosa besar, Ahlus Sunnah di antara orang-orang yang mengkafirkan kaum muslimin karena dosa besar dan mengekalkan mereka di dalam neraka sesudah mencampakkan iman dari hati mereka secara total dengan orang-orang yang beranggapan bahwa dosa tak berdampak buruk terhadap iman, yang berkata, iman orang fasik adalah sama dengan iman para nabi.

Ahlus Sunnah berpendapat, iman bertambah dan berkurang, ia memiliki cabang-cabang, di antaranya ada yang menghapus iman secara total, di antaranya ada yang menghapus sebagian iman sehingga tidak menjadi iman yang sempurna.

Dalam urusan sahabat Nabi, Ahlus Sunnah di antara orang-orang yang mengkultuskan alu bait Nabi dan memberi mereka gelar imamah dan derajat ishmah (tak mungkin melakukan dosa), bahkan sebagian menganggap sebagian dari mereka seorang nabi bahkan Tuhan dengan orang-orang yang mencaci maki para sahabat bahkan mengkafirkan mereka.

Ahlus Sunnah berkeyakinan bahwa para sahabat adalah umat terbaik, walaupun dalam hal ini mereka tidak dalam satu level, yang paling utama adalah khulafa` rasyidin yang empat kemudian sisanya dari sepuluh sahabat yang dijamin surga. Ahlus Sunnah tidak meyakini para sahabat terjaga dari salah. Ahlus Sunnah menahan diri dari perselisihan yang terjadi di antara mereka. “Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman sebelum kami dan jangan menjadikan dalam hati kami kebencian kepada orang-orang yang beriman.” Al-Hasyr: 10. Wallahu a’lam.

Manhajul Istidlal ala Masa`il al-I’tiqad inda Ahlus Sunnah wal Jamaah, Utsman bin Ali Hasan.