gahPertanyaan: 

Bagaimanakah hukum syari’at tentang seseorang yang melaksanakan haji untuk ayahnya, apakah wajib baginya al-hadyu (menyembelih kurban)? Dan apabila ia tidak mendapatkan (tidak mampu) menyembelihan (kurban) apakah ia harus melakukan shiyam (puasa)? Dan apakah mencukupi shiyam (puasa) sepuluh hari sebagai pengganti sesembelihan ketika ia tidak mampu mendapatkan sesembelihan (kurban)? jika ia mempunyai uang untuk membeli sesembelihan (kurban), bolehkah baginya melakukan shiyam (puasa) saja (sebagai ganti dari menyembelih kurban), karena ia sangat membutuhkan uang tersebut?

Jawaban: 

Pertama, tidak sepantasnya menanyakan pertanyaan kepada seseorang dengan pertanyaan: ” Bagaimanakah hukum syari’at tentang..?”, karena yang menjawab bisa jadi ia salah dalam menjawab, maka jawabannya bukanlah hukum syari’at. Akan tetapi yang tepat adalah dengan mengatakan: “Bagaimana pendapat anda? Atau bagaimana hukum syari’at menurut anda atau dalam pandangan anda dalam masalah ini?”, atau yang semisalnya.

Adapun jawaban terhadap masalah yang ditanyakan, jika bapaknya adalah seorang yang lemah dalam melaksanakan ibadah haji, baik karena tua atau sakit yang tidak bisa diharapkan lagi kesembuhannya, maka tidak mengapa ia melaksanakan haji untuk orang tuanya tersebut, ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika ia ditanya oleh seorang wanita: ” Wahai Rasulullah, bapakku sudah terkena kewajiban haji namun beliau seorang yang tua renta dan tidak kuat untuk menaiki kendaraan, apakah aku berhaji untuknya?, beliau menjawab: “Ya”. Maka ia melaksanakan haji untuknya. Kemudian jika haji yang ia laksanakan adalah haji tamattu’ atau qiran, maka wajib baginya menyembelih qurban, dan jika hajinya tersebut ifrad, maka tidak wajib menyembelih kurban. Jika ia tidak mampu untuk menyembelih kurban, baik dikarnakan tidak adanya uang, atau ia mempunyai uang, namun ia sangat membutuhkan uang tersebut untuk nafkahnya, maka ia berpuasa tiga hari ketika ia berhaji dan tujuh hari ketika ia kembali kekeluarganya.

[Sumber: Kitab Liqaa Al-Maftuh, Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al-‘Utsaimin, lihat Maktabah Syamilah]