Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu a’anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bani Israil biasa mandi dengan bertelanjang; satu sama lain saling melihat anggota badan temannya. Tetapi Nabi Musa mandi seorang diri.

Mereka mengatakan, ‘Demi Allah! Tidak ada yang melarang Musa mandi bersama-sama dengan kita kecuali karena dia berpenyakit, buah pelirnya besar.’

Pada suatu kali Nabi Musa mandi, kainnya diletakkan di atas batu, lalu batu itu melarikan kain Nabi Musa dan beliau menyusulnya sambil berteriak, ‘Kainku! Kainku! Hai Batu.’

Sehingga oleh karena itu, Bani Israil dapat melihat (aurat) Nabi Musa lantas mereka berkata, ‘Demi Allah! Musa tidak berpenyakit apa-apa.’

Lalu Nabi Musa mengambil kainnya dan dipukulnya batu itu.”

Abu Hurairah berkata, “Pada batu itu terdapat enam atau tujuh bekas pukulan.”

Dan turunlah ayat yang berkenaan dengan cerita ini, artinya,

‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa, maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. Dan adalah dia orang yang mempunyai kedudukan di sisi Allah.’ (Al-Ahzab: 69). [1]

PELAJARAN YANG DAPAT DIPETIK:

1. Dalam keadan darurat diperbolehkan telanjang, adapun dalam kondisi wajar Rasulullah a telah bersabda kepada Muawiyah bin al-Hakam, ‘Jagalah auratmu kecuali untuk istrimu atau budak-budak yang kamu miliki.’

2. Ketika darurat seperti pengobatan dan lain-lain diper-bolehkan melihat aurat orang lain.

3. Diperbolehkan mandi telanjang jika seorang diri, dan yang lebih utama adalah memakai penutup.

4. Syariat umat sebelum Nabi Muhammad jika bertentangan dengan syariat Muhammad tidak menjadi syariat Muhammad.

5. Para nabi k adalah manusia-manusia yang berparas dan berakhlaq sempurna.

6. Para nabi sebagaimana manusia, mempunyai sifat-sifat yang manusiawi, mereka bisa marah dan memukul.

7. Menerangkan keteguhan dan kesabaran para nabi atas perilaku orang-orang bodoh dan gangguana mereka.

8. Keutamaan rasa malu. Malu merupakan akhlaq mulia dan sifat para nabi.



[1] HR. Al-Bukhari, 278; Muslim, 2372.

[Sumber: Sittuna Qishshah Rawaha an-Nabi wash Shahabah al-Kiram, Muhammad bin Hamid Abdul Wahab, edisi bahasa Indonesia: “61 KISAH PENGANTAR TIDUR Diriwayatkan Secara Shahih dari Rasulullah dan Para Sahabat”, pent. Pustaka Darul Haq, Jakarta]