Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan tolong menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya. (Qs. Al-Maidah : 2)

Makna ayat ini adalah, dan tolong menolonglah sesama kalian (wahai orang-orang yang beriman) dalam melakukan kebaikan dan takwa kepada Allah, dan janganlah kalian tolong menolong dalam hal yang didalamnya terdapat unsur dosa, kemaksiatan dan tindakan melampaui batas-batas yang telah ditentukan Allah. Dan waspadalah kalian dari tindakan menyelisihi perintah Allah, karena sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya. (At-Tafsir al-Muyassar, 2/176)

Dalam ayat ini, Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk saling tolong-menolong dalam melakukan kebaikan-kebaikan, itulah al-Birr dan meninggalkan kemungkaran-kemungkaran, itulah takwa, dan Allah ‘Azza wa Jalla melarang mereka (hamba-hambaNya yang beriman) dari tindakan saling tolong menolong dalam hal kebatilan dan dalam perkara yang mengandung unsur dosa dan perkara yang diharamkan. (Tafsir al- Qur’an al-Azim, Ibnu Katsir, 2/13)

Hukum & Asas Tolong Menolong

Maka, wajib hukumnya bagi orang-orang yang beriman kepada-Nya untuk saling tolong menolong di antara sesama mereka dalam kebaikan dan haram hukumnya bagi mereka untuk melakukan tolong menolong dalam keburukan. Inilah asas tolong menolong dalam syariat Islam, bahwa hal tersebut dibangun di atas landasan kebaikan dan takwa, karena landasan inilah yang akan mengantarkan kepada kemaslahatan dan kebaikan di dunia bahkan di akhirat. Sebaliknya, bila mana tolong menolong itu dibangun di atas landasan keburukan niscaya kerusakanlah yang bakal terjadi. Oleh karena itulah, maka syariat Islam melarangnya.

Urgensi Tolong Menolong

Ayat yang mulia di atas mengisyaratkan urgensitas tindakan saling tolong menolong sesama orang yang beriman satu sama lainnya dalam hal mengerjakan kebaikan-kebaikan dan meninggalkan atau menghindarkan dari keburukan-keburukan. Karena, hal ini sedemikian sangat dibutuhkan.

Tidakkah Anda renungkan karakteristik dasar Anda sebagai makhluk sosial yang tidak mungkin dapat melakukan segala hal untuk memenuhi segala kebutuhan Anda, kalaupun seandainya Anda berupaya melakukannya sendirian (tanpa bantuan orang lain) niscaya akan terasa berat karena dasarnya Anda adalah makhluk yang lemah. Atau, paling tidak Anda akan membutuhkan waktu yang relatif lama untuk menyelesaikan pekerjaan Anda. Berbeda ketika Anda bersama dengan saudara Anda saling tolong menolong, niscaya akan terasa ringan dan peluang besar pekerjaan Anda akan dapat terselesaikan dalam waktu yang relatif singkat. Itulah bagian pelajaran dari “Seikat Lidi”, ia lemah kala sendirian, namun kuat saat bersatu padu, mudah dan efektif untuk menyingkirkan sampah-sampah yang berserakan, sehingga lingkungan bersih dari kotoran nan indah dipandang, yang pada gilirannya berdampak positif, yaitu menjadikan lingkungan yang menyehatkan dan menyamankan kehidupan Anda dan orang lain.

Bentuk Tolong Menolong

Dalam ayat yang mulia di atas, tidak disebutkan bentuk tolong menolong yang mungkin dapat dilakukan. Wallahu a’lam, hal ini untuk mengisyaratkan banyaknya bentuk kebaikan yang mungkin dapat dilakukan dengan saling tolong menolong di dalamnya. Meski demikian, di tempat lain dalam al-Qur’an disebutkan contohnya, demikian pula di dalam hadist sebagai penjelas bagi Al-Qur’an. Di antara contohnya adalah:

a. Tolong menolong dalam beramar ma’ruf nahi munkar

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَٱلْمُؤْمِنُونَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ

Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar. (Qs. At-Taubah : 71)

Al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan, Yakni, mereka saling tolong menolong dan saling membantu, seperti dalam shahih al-Bukhari (di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda),

الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا

“seorang Mukmin bagi Mukmin lainnya seperti satu bangunan, sebagiannya menguatkan sebagian yang lainnya”. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengaitkan antara jari jemari tangannya… (Tafsir al-Qur’an al-Azhim, 2/450)

b. Tolong menolong dalam mengerjakan proyek-proyek kebaikan, semisal membangun masjid, dan lainnya.

Sejarah mencatat, bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersama dengan para sahabatnya dari kalangan Muhajirin dan Anshar saling bantu membatu dalam membangun Masjid Nabawi yang merupakan langkah pertama yang Beliau lakukan kala berhijrah ke Madinah.

Shafiyurrahman al-Mubarakfuri mengatakan, “Beliau (Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ) terjun langsung dalam pembangunan masjid itu, memindahkan bata dan bebatuan, seraya bersabda,

اللَّهُمَّ لا العَيْشَ إلا عَيْشُ الآخِرَة، فَاغْفِرْ لِلْأَنْصَارِ وَالمُهَاجِرَة

“Ya Allah, tidak ada kehidupan yang lebih baik kecuali kehidupan akhirat. Maka ampunilah orang-orang Anshar dan Muhajirin.”

Beliau juga berkata, “Para pekerja ini bukanlah para pekerja Khaibar. Ini adalah pemilik yang paling baik dan paling suci”. Sabda Beliau ini semakin memompa semangat para sahabat dalam bekerja, hingga ada seorang di antara mereka berkata, “Jika kita duduk saja sedangkan Rasulullah bekerja, itu adalah tindakan orang yang tersesat” (Ar-Rahiiq al-Makhtuum, 1/143)

c. Tolong menolong untuk mendapatkan kebaikan berupa ilmu dan yang lainnya

Umar bin Khaththab berkata, “Aku dan seorang tetanggaku dari kalangan Anshar di Bani Umayyah bin Zaed, kami saling bergantian datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ia datang sehari, dan aku datang sehari, jika aku yang datang, maka sekembaliku, aku segera menemuinya untuk menyampaikan berita pada hari tersebut berupa perintah dan yang lainnya. Dan bila ia yang pergi, maka sekembalinya ia melakukan hal yang sama dengan apa yang aku lakukan … (HR. al-Bukhari, no. 89)

d. Totong Menolong dalam Menyelesaikan Pekerjaan Rumah Tangga

Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang tidak segan untuk membantu pekerjaan rumah pasangan hidupnya, salah seorang istrinya, Aisyah menuturkan, ketika ditanya oleh al- Aswad tentang apa yang biasa dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di rumahnya,

كَانَ يَكُون في مِهْنَةِ أَهْلِهِ يَعني: خِدمَةِ أَهلِه فإِذا حَضَرَتِ الصَّلاة، خَرَجَ إِلى الصَّلاةِ

Beliau seringkali membantu keluarganya, jika waktu shalat tiba, maka beliau (berwudhu) dan keluar untuk menunaikan shalat (berjama’ah) (HR. al-Bukhari, no. 676)

Contoh lainnya sangat banyak, yang jelas bahwa masing-masing menolong saudaranya )sesama orang yang beriman) sesuai dengan kesanggupannya. Seorang yang berilmu membantu saudaranya dengan ilmunya. Si kaya membantu dengan hartanya, dan seterusnya. Bahkan, ketika seseorang tidak mampu untuk membantu saudaranya dengan sesuatu yang bersifat materi, sejatinya masih ada peluang untuk membantunya, yaitu dengan “doa-doa kebaikan yang dipanjatkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla untuk diri dan saudaranya” tersebut.

Mengakhiri tulisan ini, penulis mengajak Anda (saudaraku, pembaca yang budiman) untuk merenungkan sabda Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini,

مَنْ جهَّزَ غَازِيًا في سبيلِ اللَّهِ فَقَدْ غَزَا، ومنْ خَلَفَ غَازيًا في أَهْلِهِ بخَيْر فَقَدْ غزَا

Siapa yang menyiapkan kebutuhan seorang yang berperang di jalan Allah sungguh ia telah ikut berperang. Dan siapa yang mengurus keluarga orang yang berperang di jalan Allah dengan baik sungguh ia telah ikut berperang. (HR. al-Bukhari, no. 2843)

Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin berkata, “Sabda beliau ini, ini termasuk bentuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa. Maka, bila seorang menyiapkan untuk orang yang akan berperang, yakni, dengan menyiapkan kendaraannya, perbekalannya, dan persenjataannya. Tiga hal ; kendaraan, perbekalan, dan senjata, maka orang tersebut telah ikut berperang, yakni, telah dicatatkan baginya pahala orang yang berperang, karena ia telah membantunya untuk melakukan kebaikan tersebut. Demikian pula halnya siapa yang mengurus keluarga orang yang berperang di jalan Allah dengan baik maka sungguh ia telah ikut berperang. Yakni, baginya pahala orang yang berperang, karena ia telah membantunya.

Diambil faedah dari sini bahwa barangsiapa membantu seseorang untuk melakukan ketaatan kepada Allah, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala yang diperoleh orang yang melakukan ketaatan tersebut. Oleh karena itu, jika Anda membantu seorang penuntut ilmu (syar’i) dengan membelikan buku-buku yang dibutuhkannya, menanggung biaya tempat tinggalnya, atau biaya hidupnya dan lain sebagainya, niscaya Anda mendapatkan pahala, yakni, mendapatkan pahala seperti yang didapatkannya tanpa sedikitpun mengurangi pahalanya. Demikian pula misalnya, Anda menolong orang yang hendak melaksanakan shalat, misalnya dengan Anda memberikan kemudahan kepadanya dalam melakukan shalatnya, terkait dengan tempat, pakaian, atau fasilitas wudhunya atau apapun juga yang terkait dengan hal tersebut, niscaya akan dituliskan untuk Anda pahala dalam hal tersebut. Dengan demikian, kaedah umumnya adalah bahwa barangsiapa membantu seseorang dalam melakukan sebuah bentuk ketaatan kepada Allah, ia akan mendapatkan pahala seperti yang didapatkan si pelaku ketaatan tersebut tanpa sedikitpun mengurangi pahala yang didapatkannya.(Syarah Riyadhu ash-Shalihin, 1/209)

Akhirnya, semoga Allah ‘Azza wa Jalla memberikan taufik kepada kita untuk dapat berupaya secara sungguh-sungguh untuk mengamalkan seluruh syariat Allah dan Rasul-Nya, termasuk syariatNya yang satu ini, yaitu, “saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa”. Aamiin

(Redaksi)