Sugih artinya kaya. (1) Pesugihan maksudnya sesuatu yang menjadikan kaya. Pesugihan yang terjadi di masyarakat banyak jenisnya. Ada seseorang yang melakukan pesugihan dengan pergi ke dukun atau orang pintar kemudian memenuhi persyaratan tertentu guna sang dukun meminta bantuan setan. Ada yang pergi ke gunung atau tempat yang mereka yakini sebagai tempat keramat bisa berupa kuburan kuno, gunung, pohon besar, sungai, danau dan yang lainnya.

Pesugihan adalah perangkap setan

Di zaman modern ini, ada sebuah pengakuan yang sangat mengherankan. Seorang artis secara terang-terangan bercerita tentang ritual pesugihan yang dia lakukan ketika diwawancara oleh salah satu media elektronik nasional dan menceritakannya dengan jelas bagaimana sebuah ritual pesugihan itu dilakukannya, bahkan menyebut sembahan mereka seperti Nyi roro kidul dengan rasa bangga di depan publik serta memamerkan kekayaan yang sudah didapatnya. Padahal itulah perangkap yang dibuat setan agar manusia masuk ke dalam neraka bersamanya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ

“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Fathir: 6)

Pesugihan termasuk perbuatan kemusyrikan yang merupakan kezaliman yang sangat besar. Kezaliman yang dilakukannya bukan kepada makhluk tetapi kepada Khaliq (Maha Pencipta). Karena pelaku kemusyrikan telah menyamakan makhluk dengan Allah pada hal-hal yang menjadi kekhususan Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti berdoa, berkurban, bernazar dan sebagainya.

إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezalimanyang besar.” (QS. Lukman: 13)

Allah Subhanahu wa Ta’ala  tidak mengampuni dosa pelaku kemusyrikan yang tidak bertobat dan mengharamkannya masuk ke dalam surga.

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa: 48)

إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al-Maidah: 72)

Jika perbuatan kemusyrikan berupa ritual pesugihan yang menyembah dan mengabdi kepada setan dilakukan baik dalam keadaan hidup tenang, lapang maupun dalam keadaan sulit, maka kapan pelaku kemusyrikan di zaman ini berhenti dan bertobat dari perbuatan tersebut?

Praktik kesyirikan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan tentang praktik kemusyrikan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِي الْبَحْرِ ضَلَّ مَنْ تَدْعُونَ إِلَّا إِيَّاهُ فَلَمَّا نَجَّاكُمْ إِلَى الْبَرِّ أَعْرَضْتُمْ وَكَانَ الْإِنْسَانُ كَفُورًا

“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yangkamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.” (QS. Al-Isra: 67)

Di dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan tentang ayat ini, yakni telah hilang dari hati kalian semua yang kalian jadikan sembahan selain Allah. Sebagaimana yang telah sesuai dengan kejadian terhadap Ikrimah bin Abu Jahal, ketika ia pergi melarikan diri dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu pada saat pembebasan kota Makkah (fathu makkah). Ia pergi melarikan diri dengan mengarungi bahtera menuju Habasyah (Etiopia). Kemudian kapal mereka diterpa angin badai, lalu sebagian kaum berkata kepada sebagian yang lainnya, “Sesungguhnya tidak ada yang dapat kalian kerjakan kecuali berdoa kepada Allah semata.”

Kemudian Ikrimah berkata di dalam dirinya sendiri. “Demi Allah, selain Dia tidak ada yang dapat memberi manfaat di lautan, demikian pula di daratan. Ya Allah aku berjanji kepada-Mu, jika Engkau mengeluarkanku dari laut ini niscaya aku akan pergi dan aku akan letakkan tanganku ke tangan Muhammad dan aku akan mendapatkan dirinya sebagai seorang yang santun lagi penyayang.” Kemudian mereka pun keluar dari laut, dan kembali kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan memeluk Islam dengan sebaik-baiknya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhai dan memberikan keridhaan kepadanya. (2)

Dan juga firman-Nya:

فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ

“Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (QS. Al-Ankabut: 65).

Bagaimana dengan pelaku kemusyrikan di zaman ini?

Abu Usamah al-Atsari saat mentahqiq kitab al-Qowaid al-Arba’ karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan menjelaskan kaidah keempat, beliau mengatakan, “Sesungguhnya orang musyrik di zaman kita ini lebih dahsyat kemusyrikannya dari para musyrikin di zaman awal. Sesungguhnya orang kafir yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memeranginya, mereka memurnikan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika berada di dalam kesulitan dan melupakan sesuatu (sembahan) yang mereka sekutukan sebelumnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (QS. Al-Ankabut: 65).

Sedangkan manusia di zaman ini, mereka beribadah kepada selain Allah dalam keadaan sulit. Apabila kalian memahami ini, bahwa orang musyrik yang hidup di zaman yang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerangi mereka lebih ringan dari orang-orang musyrik di zaman ini, karena mereka memurnikan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika di dalam kesulitan. Dan mereka memohon dengan berdoa kepada para syaikh-syaikh mereka baik dalam keadaan sulit maupun senang.” (3)

Sekilas tentang pelaris

Selain jenis pesugihan, ada juga dikenal dengan istilah pelaris atau pelaris. Pelaris artinya:

1. Mantra atau jimat untuk membuat laris.

2. Barang dagangan yang dijual murah agar yang lain dapat laku (biasanya penjualan pertama).(4)

Pelaris biasanya dapat berupa jimat dapat berbentuk tulisan al-Qur’an, photo orang saleh, keris ataupun batu cincin dan yang lainnya. Adapun batu akik yang dijadikan perhiasaan seni keindahan tidaklah temasuk kategori ini.

Apabila memakai batu akik diyakini dapat memberi pengaruh berupa melariskan dagangan maka masuk kategori jimat yang dilarang. Bagaimana bila seseorang memakai cincin dari batu akik karena alasan seni keindahan dan juga menganggap jimat yang dapat memberi manfaat dan membuatnya kaya sehingga cincin tersebut setiap hari melekat di jarinya? Tentu orang tersebut telah berbuat kemusyrikan setiap hari.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَلَا أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلَا وَدَعَ اللَّهُ لَهُ

“Barangsiapa yang menggantungkan tamimah, maka Allah tidak akan memberinya kesempurnaan, barangsiapa yang menggantungkan wada’ah, maka Allah tidak akan memberinya ketenangan.” (HR. Ahmad no. 17404 dan dishahihkan oleh Hakim-hadits shahih)

Kita mohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala perlindungan agar terhindar dari dosa-dosa besar terutama dosa syirik ini. Aamiin. (Iwan Muhidjat).

Wallahu A’lam.

Referensi :

1. Tafsir Ibnu Katsir.

2. Kitab Tauhid, jilid 1, Syaikh Shalih Fauzan.

3. Kitab Tauhid Ibadah, Syaikh Muhammad bin Syami Syaibah.

4. www.alukah.net/sharia/0/38821.

______________________________

(1) http://kbbi.web.id/sugih

(2) Lihat Tafsir Ibni Katsir, 5/96

(3) Lihat Tafsir Ibni Katsir, 5/96.

(4) http://kbbi.web.id/laris