Ibnu Qayyim Rahimahullah berkata,

“Hati dan ruh bisa mengambil manfaat dari penderitaan dan penyakit yang merupakan urusan yang tidak dapat dirasakan kecuali jika di dalamnya ada kehidupan. Kebersihan hati dan ruh tergantung kepada penderitaan tubuh dan kesulitannya.”

(Tuhfatul Mariidh, Abdullah bin al-Ju’aitsan, hal 25)

Karena itu, momen sakit sudah selayaknya memberikan banyak ibrah (pelajaran) kepada seorang muslim. Ini adalah saat-saat dimana hati harus tersentuh dan sadar akan kelemahan maupun ketidakberdayaan dirinya. Maka sangat merugi ketika dia sakit namun tidak mendapatkan faidah yang besar semacam ini.

Sakit bisa menjadi cara Allah agar seorang hamba kembali ke jalan yang benar. Karena saat sehat dan berkecukupan, manusia kerap terjerumus dalam kelalaian, perbuatan dosa dan berbagai macam penyakit hati, seperti dengki, sombong dan ujub. Dan hal-hal ini tidak akan muncul ketika raga sedang dirundung penyakit.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى أَنْ رَّءَاهُ اسْتَغْنَى

“Sekali-kali tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas, apabila melihat dirinya serba cukup.” (QS. al-‘Alaq: 6-7)