Dari Abu Burdah dari bapaknya radhiyallahu ‘anhuma berkata:


صَلَّيْنَا الْمَغْرِبَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قُلْنَا: لَوْ جَلَسْنَا حَتَّى نُصَلِّيَ مَعَهُ الْعِشَاءَ قَالَ فَجَلَسْنَا فَخَرَجَ عَلَيْنَا فَقَالَ: “مَا زِلْتُمْ هَاهُنَا؟” قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّيْنَا مَعَكَ الْمَغْرِبَ ثُمَّ قُلْنَا نَجْلِسُ حَتَّى نُصَلِّيَ مَعَكَ الْعِشَاءَ قَالَ: “أَحْسَنْتُمْ” أَوْ “أَصَبْتُمْ” قَالَ: فَرَفَعَ رَأْسَهُ إِلَى السَّمَاءِ وَكَانَ كَثِيرًا مِمَّا يَرْفَعُ رَأْسَهُ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ: “النُّجُومُ أَمَنَةٌ لِلسَّمَاءِ فَإِذَا ذَهَبَتْ النُّجُومُ أَتَى السَّمَاءَ مَا تُوعَدُ وَأَنَا أَمَنَةٌ لِأَصْحَابِي فَإِذَا ذَهَبْتُ أَتَى أَصْحَابِي مَا يُوعَدُونَ وَأَصْحَابِي أَمَنَةٌ لِأُمَّتِي فَإِذَا ذَهَبَ أَصْحَابِي أَتَى أُمَّتِي مَا يُوعَدُونَ”.
أخرجه أحمد (4/398 ، رقم 19584) ، ومسلم (4/1961 ، رقم 2531) . وأخرجه أيضًا : البزار (8/104 ، رقم 3102) ، وابن حبان (16/234 ، رقم 7249).

”Dahulu kami shalat Maghrib bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu kami berkata:”Alangkah baiknya kalau kita duduk-duduk hingga bisa shalat ‘Isya bersama beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.” Perawi (bapak Abu Burdah) berkata:”Maka kami pun duduk, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menemui kami dan berkata:’Kalian masih di sini?’ Kami menjawab:’ Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kami telah shalat Maghrib bersama anda, kemudian kami berkata, bahwa kami akan duduk-duduk hingga shalat ‘Isya bersama anda.’ Beliau menjawab:’Bagus’ atau:’kalian benar.’ Perawi berkata:’ Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menengadahkan kepalanya ke langit, dan saat itu beliau sering menengadahkan kepalanya ke langit. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:’ Bintang-bintang adalah penjaga keamanan langit, maka apabila bintang-bintang itu telah pergi, niscaya akan datang kepada langit apa yang telah dijanjikan untuknya. Aku adalah penjaga keamanan bagi para Shahabatku, maka apabila aku telah pergi (meninggal), akan datang/menimpa para Shahabatku apa yang dijanjikan untuk mereka. Dan para Shahabatku adalah penjamin keamanan bagi umatku, maka apabila para Shahabatku pergi, niscaya akan datang kepada umatku apa yang telah dijanjikan untuk mereka.’ (HR. Imam Muslim rahimahullah)

Kosa kata Hadits:

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata:”Para ulama berkata:’ الْأَمَنَة, maksudnya adalah keamanan dan ketentraman.

Dan makna hadits di atas adalah, bahwa selama bintang-bintang masih di langit, maka langit pun akan tetap ada. Lalu jika bintang-bintang berguguran dan berjatuhan pada hari Kiamat, niscaya langit menjadi lemah, robek, terbelah dan musnah.

Dan sabda beliau: وَأَنَا أَمَنَة لِأَصْحَابِي, فَإِذَا ذَهَبْت أَتَى أَصْحَابِي مَا يُوعَدُونَ (dan aku adalah penjaga keamanan dan ketentraman bagi para Shahabatku, maka jika aku pergi/meninggal, akan datang kepada para Shahabatku apa yang dijanjikan kepada mereka) maksudnya berupa fitnah-fitnah, peperangan, perselisihan, dan lain-lain yang telah beliau peringatkan secara tegas. Dan semua itu telah terjadi.

Sabda beliau: أَصْحَابِي أَمَنَة لِأُمَّتِي فَإِذَا ذَهَبَ أَصْحَابِي أَتَى أُمَّتِي مَا يُوعَدُونَ (para Shahabatku adalah penjaga keamanan dan ketentraman bagi umatku, maka jika mereka pergi/meninggal, akan datang kepada umatku apa yang dijanjikan kepada), maknanya adalah berupa munculnya bid’ah, perkara-perkara baru yang diada-adakan dalam agama, munculnya tanduk Syetan, menangnya bangsa Romawi, dan selain mereka atas kaum Muslimin, dan dilanggarnya kehormatan kota Mekah dan Madinah, serta hal-hal yang lain. Dan ini semua adalah salah satu mukjizat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.” Selesai perkataan Imam an-Nawawi dari Syarh Shahih Muslim.

Keutamaan Para Shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

Sesungguhnya yang paling utama untuk dipelajari dan diberikan perhatian oleh setiap Muslim, terlebih oleh para penuntut ilmu setelah mempelajari dan memberikan perhatian kepada al-Qur’an adalah sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Sunnah-sunnah (hadits-hadits) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah penjelas terhadap maksud Allah Subhanahu wa Ta’ala yang masih bersifat global di dalam al-Qur’an, ia (sunnah) menunjukkan batas-batasanan al-Qur’an, menafsirkannya, dan sebagai petunjuk menuju jalan yang lurus (Shiratul Mustaqim), yaitu jalan Allah yang barang siapa mengikutinya ia akan mendapatkan hidayah (petunjuk), dan barang siapa yang menolaknya niscaya ia akan sesat, celaka dan akan Allah biarkan ia dalam kesesatannya.

Dan di antara sarana terpenting untuk menjaga dan melestarikan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah dengan mengetahui orang-orang yang telah menukilnya (menyampaikannya) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada seluruh manusia, menjaganya (menghafal) dan menyampaikannya dari beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka adalah para Shahabat radhiyallahu ‘anhum, para pelindung Nabi, yang memahami sunnah (hadits) dan menyampaikannya secara tulus dan baik, sehingga dengan apa yang mereka nukil (berupa sunnah Nabi) Allah Subhanahu wa Ta’ala meyempurnakan agama ini.

Dengan merekalah tegak hujjah Allah atas kaum Muslimin, mereka adalah sebaik-baik generasi, sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk sekalian manusia. Seluruh Shahabat adil (lurus agama mereka) dengan rekomendasi dari Allah subhanahu wata’ala dan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan tidak ada yang lebih lurus (adil) dibandingkan orang-orang yang telah diridhai oleh Allah untuk menemani dan menolong Nabi-Nya, dan tidak ada pujian yang lebih baik dan tidak ada rekomendasi yang lebih sempurna dari itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


( مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُود)( الفتح: 29)

”Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang terhadap sesama mereka: kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda meraka tampak pada muka mereka dari bekas sujud…” (QS. Al-Fath: 29)

Dan para Shahabat adalah manusia yang paling baik hatinya di kalangan umat ini, paling mendalam ilmunya, paling jauh dari sikap membuat-buat (dalam agama), paling lurus petunjuknya dan paling baik keadaannya, Allah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam dan untuk menegakkan agama-Nya. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dalam tafsir al-Qurthubi. Maka mencintai mereka adalah suatu sunnah (ajaran Nabi), berdo’a untuk kebaikan mereka adalah ibadah, meneladani mereka adalah wasilah, dan mengambil ucapan-ucapan mereka adalah suatu keutamaan.

Mereka adalah pilihan makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala setelah para Nabi ‘alaihimush Shalaatu wasalam. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ketika menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:


( قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَسَلامٌ عَلَى عِبَادِهِ الَّذِينَ اصْطَفَى ) (النمل:59)

”Katakanlah:”Segala puji bagi Allah dan kesejahteraan atas hamba-hamba-Nya yang dipilih-Nya. …” (QS. An-Naml: 59)

Beliau radhiyallahu ‘anhuma berkata:”(mereka adalah) Para Shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.”(Riwayat ath-Thabari, al-Qurthubi dll)

Sufyan rahimahullah dalam menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:


( الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ)(الرعد: 28) قال : هم أصحاب محمد -صلى الله عليه وسلم- [5]

” (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. …” (QS. An-Naml: 59)

”Mereka adalah para Shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.” (Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur rahimahullah 5/435)

Dan dari Wahb bin Munabbih rahimahullah dalam menafsirkan firman Allah:


( بِأَيْدِي سَفَرَةٍ (15) كِرَامٍ بَرَرَةٍ) (عبس:16)

” Di tangan para perantara, yang mulia lagi berbakti.” (QS. ‘Abasa: 15-16)

Beliau berkata:”Mereka adalah para Shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.” (Diriwayatkan oleh ’Abd bin Humaid dan Ibnu Mundzir. Tafsir Ibnu Katsir (4/472) dan ad-Durul Mantsuur (8/418)

Dan Qatadah rahimahullah berkata dalam menafsirkan firman Allah:


( يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلاوَتِه)(البقرة:121)

” ….Mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya…” (QS. Al-Baqarah: 121)

Mereka adalah para Shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka beriman kepada Kitabullah (al-Qur’an) dan mengamalkan isinya.(Fathul Bari 13/508)

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:”Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mempertimbangkan (memeriksa) hati hamba-hamba-Nya, maka Dia mendapati bahwa hati Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah hati yang terbaik, lalu Dia memilihnya untuk diri-Nya dan mengutusnya dengan risalah (kerasulan). Kemudian Dia mempertimbangkan (memeriksa) hati hamba-hamba-Nya setelah hati Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka Dia mendapati bahwa hati para Shahabat adalah hati terbaik, sehingga Dia menjadikan mereka sebagai pendamping Nabi-Nya yang berperang di atas agamanya.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, ath-Thayalisi dengan sanad hasan)

Dan yang dinamakan Shahabat di sini adalah siapa saja yang bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dalam keadaan beriman kepadanya dan meninggal di atasnya (di atas keimanan tersebut)

Telah datang dalam banyak ayat al-Qur’an dan hadits dalil yang memunjukkan tentang keutamaan mereka, di antaranya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:


( وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ) (التوبة:100)

” Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 100)

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

( لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحاً قَرِيباً) (الفتح:18)

” Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). ” (QS. Al-Fath: 18)

Dan firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala:

( مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْأِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً) (الفتح : 29)

” Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda meraka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu’min).Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. At-Taubah: 100)

Dan dalam banyak ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan mereka dan menyatakan keridhaan terhadap mereka.

Dan di antara yang ada dalam Sunnah (hadits) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sebagai berikut:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:


( لا تسبوا أصحابي لا تسبوا أصحابي فوالذي نفسي بيده لو أن أحدكم أنفق مثل أحد ذهبا ما أدرك مد أحدهم ولا نصيفه )

”Janganlah Kalian mencela para shahabatku, janganlah kalian mencela para shahabatku! Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya salah seorang di antara kalian berinfak emas sebesar gunung Uhud niscaya tidak akan menyamai satu mudd (shadaqah) salah seorang dari mereka atau bahkan setengah muddnya” (HR. Bukhari no. 3470, Muslim no. 2540).

Dan sebab dilebihkannya (diutamakannya) infak mereka adalah dikarenakan hal itu (infak tersebut) dilakukan pada waktu darurat, dan dalam kondisi sempit (susah), berbeda dengan selain mereka. Dan juga karena infak mereka adalah dalam rangka menolong/membela dan melindungi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. demikian juga jihad mereka dan ketaatan-ketaatan mereka yang lainnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


( لا يَسْتَوِي مِنْكُمْ مَنْ أَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ أُولَئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً )(الحديد:10)

” … Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah).Mereka lebih tinggi derajatnya ….” (QS. Al-Hadiid: 10)

Dan ini semua, di samping apa yang ada mereka berupa kasih sayang, kecintaan, kekhusyu’an, tawadhu’, Itsar (mendahulukan orang lain atas dirinya sendiri), jihad di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya, dan keutamaan bershahabat dengan Nabi sekalipun singkat tidak ada amalan yang mengimbanginya (setara dengannya), tidak ada yang bisa sampai kepada derajat (tingkatan) mereka sedikitpun. Dan karunia Allah tidak bisa dianalogikan dengan hal itu. Karunia Allah diberikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. (Syarh shahih Muslim, Syarh Ibnu Majah dan Tuhfatul Ahwadzi)

Sikap Para As-Salafush Shalih Terhadap Para Shahabat Yang Mulia

Para Salafus Shalih telah mengetahui keutamaan para Shahabat yang mulia, dan mereka telah menjelaskan hal tersebut serta mereka telah membantah siapa saja yang ingin mencela dan merendahkan kedudukan mereka. Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata:” Janganlah Kalian mencela shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sungguh berdirinya mereka (untuk shalat) sejenak saja lebih baik dibandingkan amalan salah seorang di antara kalian seumur hidup” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam al-Fadha’il 1/57, Ibnu Abi Syaibah 6/405, Ibnu Majah, Ibnu Abi ’Ashim dalam as-Sunnah. Dan al-Bushairi dalam Zawa’id Ibnu Majah berkata:”Ini adalah sanad yang shahih.”)

Datang seorang laki-laki kepada ’Abdullah bin Mubarak rahimahullah dan bertanya, mana yang lebih utama apakah Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu atau ’Umar bin ’Abdul ’Aziz. Maka beliau menjawab:”Sungguh debu yang ada pada dua lubang hidung Mu’awiyah ketika bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih baik dan lebih afdhol (utama) dibandingkan ’Umar bin ’Abdil ’Aziz.” (Diriwayatkan Ibnu ’Asakir. Lihat Minhajus Sunnah karya Ibnu Taimiah)

Datang seorang laki-laki kepada Imam Abu Zur’ah rahimahullah, lalu ia berkata:”Wahai Abu Zur’ah, aku membenci Mu’wiyah.” Beliau (Abu Zur’ah) berkata:”Kenapa.” Ia menjawab:”Karena dia memerangi ’Ali radhiyallahu ‘anhu”. Maka Abu Zur’ah rahimahullah berkata:”Sesungguhnya Rabb Mu’awiyah adalah Rabb Yang Maha Penyayang, dan musuh Mu’awiyah adalah musuh yang mulia, maka apa urusanmu untuk mencampuri urusan mereka semua?” (Diriwayatkan Ibnu ’Asakir. Lihat Fathul Bari dan ’Umdatul Qari’)

Imam Ahmad rahimahullah berkata:”Jika engkau melihat orang yang menyebutkan para shahabat Nabi dengan keburukan, maka curigailah keislamannya.’ (Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah al-Lalikai)

Beliau rahimahullah juga berkata:Tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk menyebutkan sedikit saja tentang keburukan mereka (para Shahabat), dan tidak boleh mencela salah seorang di antara mereka dengan cacat dan kekurangan mereka. Lalu barang siapa yang melakukan hal itu, maka wajib bagi penguasa untuk memberikan pelajaran dan hukuman bagi mereka. Dan tidak boleh bagi penguasa untuk mengampuni mereka, akan tetapi penguasa harus menghukum mereka dan meminta mereka bertaubat. Lalu jika mereka bertaubat, diterima taubat mereka. Dan jika mereka tetap bersikeras maka hukumannya diulang-ulang dan mereka ditahan sampai mereka mati atau rujuk (bertaubat).” (Shaarimul Masluul 3/1057)

Bisyr bin al-Harits berkata:”Siapa saja yang menghina para Shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ia kafir sekalipun ia puasa, shalat dan mengira bahwa ia termasuk orang Islam.” (Ibnu Baththah, al-Ibanah 162)

Dan mungkin saja para penulis buku atau artikel dalam koran-koran yang dalam hati mereka ada kebencian kepada para Shahabat tidak mampu untuk mencela dan menjatuhkan kesakralan al-Qur’an dan Hadits. Akhirnya mereka menganggap bahwa merendahkan dan menjatuhkan kedudukan para Shahabat di hati manusia adalah cara paling singkat (mudah) untuk menolak al-Qur’an dan Hadits. Sebagaimana perkataan Abu Zur’ah rahimahullah:


_ ” إذا رأيت الرجل ينتقص أحدا من أصحاب رسول الله -صلى الله عليه وسلم- فاعلم أنه زنديق وذلك أن الرسول حق والقرآن حق وإنما أدى إلينا هذا القرآن والسنة أصحابُ رسول الله -صلى الله عليه وسلم- وإنما يريدون أن يجرحوا شهودنا ليُبطلوا الكتاب والسنة والجرح بهم أولى وهم زنادقة ” ا.هـ
”Jika engkau melihat seseorang merendahkan salah seorang dari Shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ketahuilah bahwa ia adalah seorang zindiq. Hal itu karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah benar dan al-Qur’an adalah benar. Dan bahwasanya al-Qur’an dan Sunnah yang sampai kepada kita hanyalah oleh para Shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan mereka (para pencela Shahabat) hanya ingin supaya mereka mencacati persaksian kita (akan adilnya para Shahabat), dengan tujuan membatalkan al-Qur’an dan Sunnah. Dan mencela mereka (orang yang merendahkan para Shahabat) lebih pantas, dan mereka adalah orang-orang zindiq.”(Tarikh Baghdad)

As-Sarakhsi rahimahullah (ulama madzhab Hanafiyah) berkata:”Lalu barang siapa yang mencela mereka, maka ia adalah seorang atheis, penolak Islam dan obat bagi mereka adalah pedang, jika tidak mau bertaubat.” (Ushul as-Sarakhsi)

Imam ath-Thahawi al-Hanafi rahimahullah berkata:”Dan kami mencintai para Shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak berlebihan dalam mencintai salah seorang di antara mereka dan tidak berlepas diri dari salah seorang di antara mereka. Dan kami membenci orang-orang yang membenci mereka, dan menyebut mereka dengan tidak benar. Kami tidak menyebut mereka kecuali dengan kebaikan, dan kecintaan kepada mereka adalah agama iman, dan ihsan. Dan kebencian kepada mereka adalah kekufuran, kemunafikan dan perbuatan melampaui batas.” (al-Aqidah at-Thahawiyah)

Al-Humaidi rahimahullah menyebutkan bahwa di antara Sunnah adalah mendo’akan seluruh Shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar mendapatkan rahmat. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

( وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْأِيمَانِ )(الحشر:10)

” Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa:”Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami….” (QS. Al-Hasyr: 10)

Dan kita tidaklah diperintahkan (oleh Allah) kecuali agar memintakan ampun untuk mereka. Lalu barangsiapa yang mencela mereka, maka ia tidak berada di atas Sunnah dan tidak berhak mendapatkan Fai (harta rampasan perang). Lebih dari satu orang yang mengabarkan hal tersebut kepadaku dari Imam Malik bin Anas rahimahullah.” (Ushulus Sunnah karya al-Humaidi)

(Sumber: Diringkas dan diterjemahkan dari فضائل الصحابة رضي الله عنهم karya Dr. Nayef bin Ahmda al-Hamd dari http://www.saaid.net/mohamed/s/1.htm, dan Syarh Shahih Muslim karya Imam an-Nawawi rahimahullah. Diposting oleh Abu Yusuf Sujono)