Diwajibkan bagi seorang Muslim untuk membiasakan ibadah (do`a) yang mulia ini dengan memenuhi syarat-syarat dan adab-adabnya. Semua syarat dan adab ini telah terkandung di dalam firman Allah Ta’ala dalam surat al-A’raf (55-56):

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَيُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ {55} وَلاَتُفْسِدُوا فِي اْلأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاَحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَتَ اللهِ قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِينَ {56}

“Berdo’alah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”,baik itu melalui petunjuk nash ataupun isyarat. Bada’i’ al-Fawaid, (3/2).

Di antaranya: 

1. Hendaknya orang yang berdo`a bertauhid mengesakan Allah Ta’ala di dalam Rububiyah, Uluhiyah, Asma dan SifatNya, hatinya penuh dengan tauhid dan pohon keimanan. Maka, syarat dikabulkannya do`a oleh Allah Ta’ala, adalah adanya pemenuhan seorang hamba terhadap perintah Tuhannya, dengan menaatiNya dan tidak mendurhakaiNya. Allah Ta’ala berfirman:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ {186}

Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendo`a apabila ia berdo`a kepadaKu, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (al-Baqarah: 186).

2. Do`a tersebut adalah do`a yang masyru’ (ada dasar syariatnya) dan untuk suatu keperluan yang masyru’ (diperbolehkan agama) pula.

3. Berkeyakinan bahwasanya yang mampu mengabulkan do`a dengan memberi manfaat dan menolak kemudaratan tersebut, hanyalah Allah Ta’ala semata.

4. Merealisasikan dua rukun ibadah: Ikhlas dan mengikuti sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (mutaba’ah).

5. Menghadap kepada Allah Ta’ala semata dengan penuh ketundukan dan kepasrahan.

6. Memakan makanan yang halal, berpakaian, berdiam/tinggal, dan bekerja yang halal, juga suka memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar.

7. Tidak sewenang-wenang terhadap diri sendiri dengan merusak kehormatan dan melakukan kemaksiatan, seperti durhaka terhadap kedua orang tua dan memutus hubungan sanak kerabat.

8. Tidak melanggar batas di dalam berdo`a, seperti berdo`a untuk perbuatan dosa atau memutus silaturrahim.

9. Tidak menuntut agar do`anya segera dikabulkan, juga tidak minta ditunda, tidak gampang putus asa, karena dia sedang berdo`a kepada Tuhan Yang Maha Dermawan.

10. Memulai do`a dengan memuji Allah Ta’ala sesuai dengan kedudukan yang dimilikiNya, dan dengan memohon shalawat serta salam untuk Nabi dan Rasul terakhir, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam

11. Meyakini akan terkabulnya do`a, sebagaimana akan dibahas nanti, insyaa Alloh.

12. Berdo`a dengan tingkatan yang paling sempurna, yaitu: Pertama, bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada pembukaan do`a, pertengahan dan penghabisannya. Sebab, kedudukan shalawat bagi do`a ibarat sayap, dia akan mengangkat do`a yang tulus naik ke langit; Kedua, bershalawat pada pembukaan dan penghabisannya; dan ketiga, bershalawat pada pembukaannya saja.

13. Memulai dengan mendo`akan diri sendiri bila dia berdo`a sendirian. Karena, Nabishallallahu ‘alaihi wasallam jika berdo`a, beliau memulai dengan mendo`akan dirinya sendiri. Dan begitu pula bila dia berdo`a untuk orang lain. Yang demikian adalah cara para nabi ‘alaihimu sallam dalam berdo`a, sebagaimana yang terdapat di dalam ayat-ayat al-Qur’an al-Karim. Dan dalam beberapa kesempatan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berdo`a untuk beberapa orang tertentu saja. Jika dia berdo`a bersama kaum (secara berjamaah), maka mereka mengamini do`anya, disamping do`a tersebut diucapkan dalam bentuk jamak agar bisa mencakup semua orang.

14. Mengimani kekuasaan Allah Ta’ala untuk memberikan manfaat, dan mencegah bahaya, serta menghilangkan keburukan.

15. Bertawassul kepada Allah Ta’ala dengan keesaan-Nya, Asma dan SifatNya, serta melalui amal yang shalih. Setelah itu, anda meminta apa yang menjadi kebutuhan anda.

[Sumber: Dinukil dari kitab Tashhîh ad-Du’â`, karya Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid, edisi bahasa Indonesia: Koreksi Doa dan Zikir, pent. Darul Haq Jakarta]