mahkotaTetangga kami adalah seorang wanita tua renta yang berusia 70 tahun lebih… Dia memancing rasa empati dan iba sewaktu terlihat masuk dan keluar rumah tanpa seorang pun dari keluarga dan kerabatnya yang membantunya. Dia membeli makanan dan pakaian sendiri. Rumahnya begitu sepi. Tiada penghuni lain selain dirinya dan tiada seorang pun yang mau mengetuk pintunya.

Pada suatu hari, aku menghampirinya untuk menunaikan suatu kewajiban yang diwajibkan Islam atas kami terhadap para tetangga kami. Dia pun terkejut luar kepalang sewaktu melihat, meski aku tidak berbuat sesuatu yang menarik perhatian. Akan tetapi, dia hidup di tengah sebuah entitas masyarakat yang tiada amal kebaikan di dalamnya dan tidak mengenal belas dan kasihan. Hubungan tetangga dengan tetangga lainnya tidak berjalan secara baik sebagai penghormatan pagi dan petang.

Pada hari berikutnya, dia pun berkunjung ke rumah kami dengan membawa bungkusan manisan untuk anak-anak. Di samping itu, dia juga membawa sebuah kartu yang biasa mereka persembahkan pada berbagai momen acara. Dia menulis pada kartu itu untaian kata-kata terima kasih dan penghargaan atas apa yang telah kami berikan kepadanya.

Aku memberi semangat kepadanya untuk mengunjungi istriku. Dia pun setiap waktu acap kali mengunjunginya. Di sela-sela seringnya dia berkunjung ke rumah kami, maka dia pun tahu bahwa lelaki di negara kami bertanggung jawab terhadap urusan rumah dan keluarganya. Lelaki bekerja demi mereka dan membeli makanan dan pakaian bagi mereka. Sebagaimana dia juga tahu sejauh mana penghormatan kaum muslimin terhadap wanita selaku anak, istri ataupun ibu, khususnya bilamana wanita itu telah lanjut usia, di mana anak-anak dan cucu-cucunya akan berlomba-lomba dan berkompetisi untuk melayani dan menghormatinya. Dan barangsiapa berpaling dari melayani dan menolong kedua orang tuanya, niscaya dia akan terkucil dari khalayak umum.

Wanita yang sudah berumur ini memperhatikan dari dekat (secara langsung) hubungan mutualistik dalam keluarga Islami. Bagaimana seorang ayah mempergauli anak-anaknya, bagaimana anak-anak itu mengerubunginya sewaktu dia masuk rumah, dan bagaimana seorang istri mati-matian melayani suaminya.

Wanita miskin ini selalu membandingkan apa yang dijalaninya dan apa yang kami jalani. Dia menceritakan kepada kami bahwa dia punya beberapa orang anak dan cucu yang tidak diketahuinya di mana mereka berada dan tidak seorang pun dari mereka yang mengunjunginya. Bisa saja dia mati dan dikubur atau terbakar, sedang mereka tidak ada yang tahu. Dan, memang tidak penting urusan ini bagi mereka.

Adapun rumahnya itu adalah hasil keringat dan jerih payahnya sendiri sepanjang umurnya. Dia menuturkan kepada istriku kendala-kendala yang dihadapi wanita Barat dalam bekerja dan membeli kebutuhan-kebutuhan rumah tangga. Kemudian dia mengakhiri pembicaraannya dan berkata, “Sesungguhnya wanita di negara kalian adalah ratu. Kalau bukan karena kesempatan itu sudah telat sekali, pastilah aku menikah dengan lelaki seperti suamimu dan hidup seperti kalian.”

Fenomena semacam ini biasa dijumpai oleh orang-orang yang belajar atau bekerja di negara-negara Barat. Meskipun demikian, tetap saja masih ada di negara-negara kita orang-orang yang tidak malu mengikuti gaya orang-orang Barat dalam segala urusan kehidupannya, dan masih saja ada di negara-negara Islam koran-koran dan majalah-majalah yang menggemari pakaian wanita Barat, profesi wanita Barat, mode-mode pakaian Barat dan kebebasan yang dijalani wanita Barat! Ya Allah, hanya bagiMulah segala pujian, agar Engkau mengaruniakan kepada kami nikmat Islam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَمُنُّونَ عَلَيْكَ أَنْ أَسْلَمُوا قُل لاَّتَمُنُّوا عَلَيَّ إِسْلاَمَكُم بَلِ اللهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ أَنْ هَدَاكُمْ لِلإِيمَانِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ

“Mereka telah merasa memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah, ‘Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar.” (Al-Hujurat: 17).

Sumber: Serial Kisah Teladan 3, Muhamad Shalih Al-Qahthani, Hal: 103, Penerbit Darul Haq