Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan di kitab at-Ta’biir di dalam kitab Shahihnya Bab ”Awwalu Maa Budi’a Bihi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Minal Wahyi ar-Ru’yaa ash-Shalihah”. Kemudian beliau menyebutkan dengan sanadnya dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhu bagaimana wahyu turun pertama kali kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan di dalam akhir hadits disebutkan:

وَفَتَرَ الْوَحْيُ فَتْرَةً حَتَّى حَزِنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا بَلَغَنَا حُزْنًا غَدَا مِنْهُ مِرَارًا كَيْ يَتَرَدَّى مِنْ رُءُوسِ شَوَاهِقِ الْجِبَالِ فَكُلَّمَا أَوْفَى بِذِرْوَةِ جَبَلٍ لِكَيْ يُلْقِيَ مِنْهُ نَفْسَهُ تَبَدَّى لَهُ جِبْرِيلُ فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنَّكَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقًّا فَيَسْكُنُ لِذَلِكَ جَأْشُهُ وَتَقِرُّ نَفْسُهُ فَيَرْجِعُ فَإِذَا طَالَتْ عَلَيْهِ فَتْرَةُ الْوَحْيِ غَدَا لِمِثْلِ ذَلِكَ فَإِذَا أَوْفَى بِذِرْوَةِ جَبَلٍ تَبَدَّى لَهُ جِبْرِيلُ فَقَالَ لَهُ مِثْلَ ذَلِكَ

”(Setelah Waraqah bin Naufal wafat) Dan wahyu berhenti beberapa waktu, hingga sedihlah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam –(Az-Zuhri berkata:”Dalam kabar yang sampai kepada kami.”)- kesedihan yang sedemikian rupa (mendalam). Beliau beberapa kali keluar ingin menjatuhkan diri dari puncak gunung (bunuh diri) . Maka setiap kali beliau sampai puncak gunung untuk menjatuhkan dirinya, Jibril menampakkan diri lalu mengatakan:”Wahai Muhammad, sesungguhnya engkau benar-benar Rasulullah!” Maka beliau menjadi tenang karenanya (ucapan Jibril), dan menjadi stabil jiwannya lalu beliau pulang. Namun jika sekian lama wahyu tidak turun, beliau melakukan hal yang sama, dan ketika beliau sampai di puncak gunung, Jibril menampakkan diri dan mengatakan hal semisalnya (seperti di atas).”

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah di dalam al-Fath (Fathul Bari) berkata:” Dan perkataannya di sini (pada hadits di atas):’ فَتْرَةً حَتَّى حَزِنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا بَلَغَنَا (berhenti turun wahyu) sesaat sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedih dalam kabar yang sampai kepada kami’. Lafazh (ucapan) ini dan yang setelahnya adalah tambahan dari Ma’mar terhadap riwayat ‘Uqail bin Yunus. Dan perbuatan penulis (al-Bukhari) memberikan kesan bahwa ia (tambahan itu) adalah masuk ke dalam riwayat ‘Uqail. Dan yang ada padaku/menurutku (Ibnu Jajar) tambahan ini adalah khusus dalam riwayat Ma’mar. Jalur (riwayat) ‘Uqail diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam al-Mustakhraj tanpanya (tambahan itu). Dan beliau (al-Bukhari) mencantumkan hadits ini di sini bersamaan/bergandengan dengan riwayat Ma’mar dan beliau menjelaskan bahwa lafazh ini miliki Ma’mar. Dan demikian juga al-Isma’ili dia menyatakan dengan tegas (terang) bahwa tambahan itu ada dalam riwayat Ma’mar. Dan dikeluarkan (diriwayatkan) juga oleh Ahmad, Muslim, al-Isma’ili dan selain mereka, dan juga Abu Nu’aim dari jalur sejumlah orang dari para shahabat al-Laits dari al-Laits tanpanya (tanpa ada tambahan tersebut).

Kemudian, bahwasanya orang yang mengucapkan فِيمَا بَلَغَنَا (di dalam apa-apa yang sampai kepada kami) dia adalah Az-Zuhri. Dan ia (riwayat ini) adalah termasuk bagian dari “Balaaghaatuhu” (riwayat yang disebutkan dengan lafazh Balaghanii Fulan atau Balaghanaa), dan tidak termasuk Maushul (bersambung sanadnya). Al-Kirmani rahimahullah berkata:’Ini adalah yang zhahir (nampak jelas), dan ada kemungkinan beliau meyampaikannya (menyampaikan riwayat) dengan sanad yang telah disebutkan ini.’ Dan menurut Ibnu Mardawaih di dalam at-Tafsir dari jalur Muhammad bin Katsir dari Ma’mar dengan menggugurkan (tidak menyebutkan) ucapannya فِيمَا بَلَغَنَا . Dan lafazhnya:

فَتْرَةً حَتَّى حَزِنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حُزْنًا غَدَا مِنْهُ

”Beberapa waktu, hingga sedihlah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam –(Az-Zuhri berkata:”Dalam kabar yang sampai kepada kami.”)- kesedihan yang sedemikian rupa (mendalam). Sampai akhir kisah.

Maka jadilah lafazh tersebut semuanya adalah Mudraj (sisipan/tambahan dari perawi) terhadap riwayat Az-Zuhri dan dari ‘Urwah dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Dan yang pertama adalah yang menjadi pegangan. (yaitu bahwa lafazh tersebut adalah termasuk Balaaghaat Az-Zuhri).” (al-Fath 12/359)

Dan demikian juga Syaikh al-Albani rahimahullah menyebutkan bahwa tambahan ini memiliki dua ‘Illah (‘illah sebab tersembunyi yang merusak/mencacati keshahihan hadits) yang terdahulu, yaitu:

Yang pertama: Menyendirinya Ma’mar dengan riwayat tambahan tersebut dari Yunus dan ‘Uqail. Maka ia (riwayat tambahan tersebut) adalah syadz (ganjil/aneh).

Yang lain (yang kedua): Ia (riwayat tambahan tersebut) adalah Mursal Mu’dhal, karena yang mengatakan فِيمَا بَلَغَنَا (di dalam apa-apa yang sampai kepada kami) adalah Az-Zuhri, sebagaimana hal itu nampak dari konteks kalimat/redaksi.(Difa’ ‘an Al-Hadits an-Nabawi was Sirah (ar-Radd ‘Ala al-Buwaithi) hal: 41)

(Sumber:ما شاع ولم يثبت في السيرة النبوية hal. 25-26. Diterjemahkan dengan tambahan dan diposting oleh Abu Yusuf Sujono)