Rukun kedua, Takbiratul Ihram

Takbiratul ihram adalah ucapan mushalli (orang yang shalat), “Allahu Akbar” di awal shalatnya, takbir ini disebut ihram karena ia yuharrimu (mengharamkan atau melarang) berbicara, makan dan lainnya atas mushalli.

Ucapan takbir yang shahih adalah “Allahu Akbar” tidak lain, Nabi saw selalu memulai shalat dengannya, Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah berkata, “Rasulullah saw membuka shalat dengan takbir.” Abdullah bin Umar berkata, “Aku melihat Rasulullah saw membuka shalat dengan takbir, beliau mengangkat…(HR. al-Bukhari dan Muslim).

Dan beliau bersabda,

صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ

Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.” (HR. Al-Bukhari dari Malik bin al-Huwairits).

Tiga hadits di atas menetapkan bahwa lafazh takbir di awal shalat hanya “Allahu Akbar” tidak ada yang lain. Jika dia mengucapkan kata lain walaupun mungkin semakna dengannya, misalnya dia berkata, “Allahu A’zham” atau “Allahu Kabir” atau “Ar-Rabb Akbar” atau “Ar-Rahman Akbar” maka shalatnya tidak sah menurut pendapat yang kuat di kalangan para ulama dengan alasan di atas, dan ini adalah pendapat yang benar dalam masalah ini.

Bagaimana jika mushalli mengucapkan “Allahul Akbar”? dengan tambahan alif lam, Jumhur ulama dan Imam asy-Syafi’i di dalamnya berpendapat, shalatnya sah karena dia hanya menambahkan alif lam, tidak merubah makna. Pendapat ini dinyatakan shahih oleh Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ 3/292. Imam Malik dan Ahmad berpendapat, shalatnya tidak sah karena adanya tambahan tersebut. Wallahu a’lam.

Dalil-dalil yang menetapkan takbiratul ihram sebagai rukun shalat

Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ 3/290 berkata, “Takbiratul ihram adalah salah satu rukun shalat, shalat tidak sah tanpanya, ini adalah madzhab kami, Malik, Ahmad, jumhur salaf dan khalaf.”

Selanjutnya Imam an-Nawawi memaparkan dalil-dalil dari sunnah, di antaranya:

Sabda Nabi saw kepada seorang laki-laki yang tidak baik dalam shalatnya,

اِذَا قُمْتَ اِلىَ الصَّلاَةِ فأَسْبِغِ الوُضُوْءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلِ القِبْلَةَ فَكَبِّرْ

Jika kamu berdiri shalat maka sempurnakanlah wudhu kemudian menghadaplah kiblat lalu bertakbirlah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Sabda Nabi saw,

مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُوْرُ، وَتَحْرِيْمُهَا التَّكْبِيْرُ، وَتَحْلِيْلُهَا التَّسْلِيْمُ

Kunci shalat adalah bersuci, tahrimnya adalah takbir dan tahlilnya adalah taslim.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan al-Hakim dari Ali bin Abu Thalib, al-Hakim menshahihkannya dan disetujui oleh adz-Dzahabi, dishahihkan pula oleh Syaikh al-Albani dalam Sifat Shalat Nabi saw).

Yang dimaksud tahrim adalah muharrim, yang mengharamkan, yakni yang mengharamkan ucapan dan perbuatan selain ucapan dan perbuatan shalat adalah takbir, ini berarti seorang mushalli hanya bisa masuk ke dalam shalat dengan takbir. Adapun tahlil maka maksudnya adalah muhallil, yang menghalalkan, yakni menghalalakan ucapan dan perbuatan yang sebelumnya diharamkan di dalam shalat, ini berarti seorang mushalli hanya bisa keluar dari shalat dengan salam.

Hukum meninggalkan takbiratul ihram

Jumhur ulama termasuk Imam yang empat berpendapat bahwa jika mushalli meninggalkan takbiratul ihram, baik dengan sengaja maupun karena lupa maka shalatnya tidak sah. Dalilnya adalah hadits-hadits di atas, dan pendapat ini shahih.

Sebagian Tabiin seperti Said bin al-Musayyib, al-Hasan al-Bashri, az-Zuhri, Qatadah dan al-Auza’i berpendapat, jika mushalli lupa takbiratul ihram maka takbir ruku’ menggantikannya.

Dalam kondisi apa takbiratul ihram diucapkan?

Dalam kondisi berdiri, demikian pula dengan makmum masbuq yang mendapati imam dalam keadaan ruku’, takbiratul ihramnya harus diucapkan seluruhnya dalam keadaan berdiri, jika ada sebagian hurufnya yang diucapkan bukan pada saat berdiri maka shalatnya tidak sah tanpa perbedaan. Demikian yang dikatakan oleh Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ 3/296.

Apa yang disunnahkan dalam takbiratul ihram

Mengeraskan takbir bagi imam agar makmum mendengarnya dan bertakbir setelah takbirnya. Nabi saw bersabda, “Jika imam mengucapkan, ‘Allahu Akbar’ maka ucapkanlah, ‘Allahu Akbar’. (HR. al-Baihaqi, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Sifat Shalat Nabi saw). Adapun makmum maka dia memelankannya, cukup didengar oleh dirinya sendiri.

Disunnahkan mengangkat tangan, Syaikh al-Albani dalam Sifat Shalat Nabi saw berkata, “Terkadang Rasulullah saw mengangkat kedua tangannya bersama takbir, terkadang setelah takbir dan terkadang sebelumnya. Beliau mengangkat kedua tangan dengan jari-jari lurus, tidak direnggangkan dan tidak ditekuk. Beliau mengangkat kedua tangan sampai mendekati kedua pundaknya dan terkadang mengangkat keduanya sampai mendekati kedua telinganya.”
(Izzudin Karimi)