إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ …

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.

Allah Akbar…3x Allahu Akbar walillahil Hamd.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.

Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah subhanahu wata’la pada pagi hari ini kita dikaruniai Allah subhanahu wata’ala kesempatan untuk menyambut hari raya idul Adha, setelah kaum mujslimin sedunia melakukan wukuf di Padang Arafah dan setelah umat Islam melaksanakan puasa sunnha mulai tanggal 1 sampai 9 Dzulhijjah, khususnya tanggal 8 dan 9 yaitu hari tarwiyah dan Arafah.
Walaupun dalam keadaan bagaimana, setiap ia datang kita sambut Idul Adha ini denga rasa syukur. Kita sambut dengan menyerukan satu jalinan kalimat-kalimat suci dan mengumandangkan rajutan benang-benang tauhid.

  • kalimat takbir (الله أكبر), mengagungkan Allah Yang Maha Besar.
  • Kalimat tauhid (لا إله إلا الله), mengesakan Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah.
  • Kalimat tahmid (الحمد), mensyukuri nikmat Allah Yang Maha Pengasih dan pemurah.

    Allah Akbar…3x Allahu Akbar walillahil Hamd.
    Manusia yang bemacam-macam rupa, warna, bahasa, bangsa dan agama mempunyai satu kesatuan (kesamaan), yaitu kesamaan tujuan dalam hidup. Mereka yang bermacam-macam pekerjaan, profesi dan tingkat pendidikan itu, ternyata yang mereka cari hanya satu yaitu ketentraman, kedamaian, dan kebahagiaan.
    Ketahuilah, bahwa manusia tidak akan mencapai kebahagiaan yang hakiki di dunia dan akhirat kecuali hanya melalui satu jalan, yaitu al-Islam. Baginda Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

    قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ, وَرُزِقَ كَفَافًا, وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ

    ”Sungguh beruntung orang-orang yang berserah diri (masuk Islam), diberi rezki yang cukup, dan diberikan perasaan puas oleh Allah (qanaah) atas apa yang telah Dia berikan kepadanya.”(HR. Ahmad dan Muslim).

    Dalam riwayat lain Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

    قَدْ أَفْلَحَ مَنْ هُدِيَ إِلَى اْلإِسْلاَمِ, وَرُزِقَ الكَفَافَ, وَقُنِعَ بِهِ

    ”Sungguh beruntung orang yang mendapat petunjuk ke dalam Islam, dan hidup berkecukupan, serta merasa puas atas pemberian Allah (qana’ah).” (HR. Turmudzi dan Nasa’i, dan Ibnu Majah. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, II/566).

    Jadi, sekali lagi, jalan satu-satunya untuk meraih kebahagiaan hakiki menurut petunjuk Allah dan Rasul-Nya adalah melalui jalan Islam. Analoginya, bumi ini kita ibaratkan sebagai agama Islam, tanahnya bagaikan hati manusia, dan bibit tanamannya bagaikan benih iman, sedangkan pupuknya bagaikan siraman rohani dan kajian terhadap Islam. Kalau kita bercocok tanam maka janganlah bercocok tanam di ruang angkasa atau di planet lain, tetapi tanamlah di planet bumi. Kemudian , kalau bercocok tanam di bumi, maka pilihlah tanah yang subur, bukan tanah yang tangdus. Kalau kurang subur maka suburkanlah dengan pupuk semestinya.
    Kalau benih iman sudah bertunas, maka rawat dan pupuklah agar ia tumbuh normal, pohonnya segar dan buahnya besar.
    Sejauh mana kita mampu memadukan keempat unsur tadi, maka sejauh itu pula kita akan mendapatkan buah kebahagiaan, dan kita akan menjadi manusia yang manusiawi, dan masyarakat yang diberkati.

    Allahu Akbar… 3x Allahu Akbar walillahil Hamd
    Sesungguhnyalah kebahagiaan itu tidak diperoleh dengan mengumbar hawa nafsu, memuaskan sahwat dan menumpuk harta. Akan tetapi kebagiaan itu diperoleh dengan himmah (gairah hidup), pola piker dan pola hidup yang Islami.
    Orang yang bodoh terhadap agama serta rapuh imannya, selamanya tidak akan mendapatkan kebahagiaan hakiki. Justru semakin kaya, ia semakin bertambah sengsara dan menderita.
    Allah subhanahu wata’ala menegaskan bahwa kebahagiaan sejati itu hanya diperoleh melalui iman dan taqwa –dalam firman-Nya yang artinya:
    “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yan lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”(QS. an-Nahl: 97)
    Dan Allah subhanahu wata’ala berfirman yang artinya,
    ”Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangka.” (QS. ath-Thalaq: 2-3)

    Allahu Akbar…3x
    Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
    Dalam rangka menggapai kebahagiaan sejati Islam mengajarkan kepada kita beberapa hal, yaitu:
    Pertama: carilah kehidupan akirat, tetapi jangan lupa kehidupan duniamu.
    Jadi, bukan: carilah kehidupan duniamu tetapi jangan melupakan akhirat. Itu terbalik dan keliru. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
    ”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepada (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. al-Qashash: 77).
    Maksud dari ayat tersebut ialah:

    • gunakanlah nikmat badan, akal dan harta yang telah dianugerahkan Allah kepada kita untuk mencari ridha Allah, taat kepada-Nya dalam bentuk ibadah serta mengikuti hukum-hukum-Nya. “Tetapi sisakanlah, jangan lupa “sisakan” untuk sekedar kehidupan duniamu, dari makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan keluargamu.

    • Baiklah kepada sesame muslim dan kepada sesame makhluk Allah, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.
    • Janganlah kita gunakan berbagai nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada kita untuk berbuat kerusakan dan kamaksiatan di muka bumi Allah ini.
    • Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan dan maksiat. Wallahu a’lam.

      Allahu Akbar…3x Allahu Akbar walillahil Hamd
      Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
      Kedua: Untuk mendapatkan Akhirat kita harus berani mengorbankan dunia.
      Bukan sebaliknya: untuk mendapatkan dunia kita harus mengorbankan Akhirat, alias dengan melanggar syari’at Islam. Ini juga keliru dan sesat.
      Ingatlah kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ketika diperintah Allah untuk menyembelih puteranya Isma’il ‘alaihissalam.

      • Adakah sesuatu yang paling dicintai manusiaselain dari darah dagingnya sendiri?!

      • Adakah anak yang paling dicintai selain anak satu-satunya yang ia miliki?!
      • Adakah anak tunggal yang paling dicintai selain anak yang sudah lama dinanti-nanti kehadirannya serta diidam-idamkan, dan lahir ketika orang tua sudah lanjut usia?!
      • Adakah anak tunggal seperti tersebut di atas yang paling dicintai selain anak yang tampan, pintar dan berbakti?!
      • Tidak ada. Semua itu hanya ada pada diri Nabi Isma’il dan Nabi Ibrahim ‘alaihimassalam.

      Namun demikian:

      • Adakah itu semua lebih berharga dari pada ridha Allah?!
      • Adakah kebahagiaan duniawi tersebut lebih berharga dari kebahagiaan ukhrawi?!
      • Adakah itu semua membuat Nabi Ibrahim ‘alaihissalam bimbang dan membangkang?!

      Oh… tidak. Ternyata tidak. Demi mendapatkan ridha Allah beliau rela mengorbankan ridha Allah beliau anak satu-satunya yang lebih berharga dari nyawanya sendiri. Bahkan tidak hanyaitu, beliau sendiri yang akan mengenggam pedang dan menyembelihnya. Subhanallah… seandainya bukan karena iman yang benar dan kokoh, tentu tidak akan sanggup berbuat demikian.

      Allahu Akbar… 3x Allahu Akbar walillahil Hamd
      Di manakah diri kita dari kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ini?! Relakah kita, atau pernahkah kita mengorbankan harta, raga atau jiwa untuk membela agama Allah dan untuk mencari ridha Allah?! Ataukah justru sebaliknya, guna mendapatkan sejumlah uang kita rela melupakan Allah, rela meninggalkan ibadah, rela meninggalkan halal-haram, atau bahkan kita rela menjual agama kita dengan harga murah? Na’udzubillah…

      Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
      ketiga: kita harus bersabar dalam beribadah, atau dalam menjalankan syari’at Islam.
      Ingatlah ketika sang bapak yang dengan belas kasihnya menawarkan: “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu, bagaimanakah pendapatmu?” Maka si anak yang shalih itu, yang berbakti kepada Allah dan orang tuanya dengan tegar, sabar dan tawakkal menjawab: “Wahai ayah, kalau itu memang perintah Allah, maka lakukanlah, dan wajib engkau lakukan, insya Allah saya akan bersabar…” (lihat QS. ash-Shafaat: 102)
      Subhanallah…bapak dan anak sama-sama hebat; tunduk dan patuh kepada Allah subhanahu wata’ala dengan sabar…!

      Allahu Akbar…3x Allahu Akbar walillahil Hamd
      Ya Allah… sesungguhnya kita ini termasuk orang-orang yang zhalim… jangankan diancam untuk dikurangi gaji saja kita sudah rela meninggalkan shalat. Diancam akan di-PHK sajaa kita rela berkhianat kepada Allah. kita ini benar-benar zhalim…jangankan diancam, tidak ada ancaman dari siapapun kita rela meninggalkan shalat, dan muslimah rela untuk melepas jilbab. Hanya demi pekerjaan, demi jabatan, dan demi kekayaan yang bersifat sementara itu kita rela menerjang syari’at, kita rela hidup seperti hewan yang lepas dari kandang tanpa kendali. Ancaman Allah tidak pernah kita hiraukan, justru kita remehkan. Berbagai musibah sudah sering kita rasakan, tetapi hati ini sudah terlanjur bebal sehingga tidak bisa mengambil ibrah (pelajaran). Kita kembali berjalan berlenggang-lenggang kangkung, seolah tanpa dosa dan beban.

      Allahu Akbar…3x Allahu Akbar walillahil Hamd
      Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
      Sekali lagi, marilah kita renungkan kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam beserta anaknya, Ismail ‘alaihissalam ini. Mari kita tanamkan dalam lubuk hati yang paling dalam. Ingatlah, siapa diri kita ini sebenarnya. Hanyalah seorang manusia yang hina, penuh dosa dan noda, tidak memiliki apa-apa, dan pasti mati, kembali kepada Sang pencipta untuk diperiksa dan dihisab amal perbuatan amal perbuatan kita.
      Demi Allah, semua manusia pasti merugi, semua sengsara dan menderita. Dengan susah payah siang dan malam mereka berupaya mencari kebahagiaan, tetapi tidak pernah mendapatkannya. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih… (QS. al-Ashr: 1-3)
      Akhirnya mari kita tutup dengan doa untuk kebaikan kita semua dan umat Islam pada umumnya.

      اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
      اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
      رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلََى اّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.