Keempat : Hendaklah merendahkan suara antara berbisik dan jahr (keras).

Kelima: Hendaklah tidak memberatkan diri dengan memakai sajak, karena itu dapat ditafsirkan sebagai sikap berlebihan dalam doa. Dan yang lebih utama adalah membatasi pada doa-doa yang ma’tsur (yang dicontohkan dalam al-Qur`an dan as-Sunnah). Maka tidaklah setiap orang yang membaguskan doa lalu ditakutkan dia akan berbuat I’tida` (melampaui batas). Sebagian mereka berkata, “Berdoalah dengan lisan merendahkan diri dan menunjukkan rasa butuh, bukan dengan lisan fasih dan lancar.” Dalam riwayat lain dikatakan bahwa ulama dan hamba Allah yang shalih tidak menambahkan dalam doa lebih dari tujuh kata. [Hadits-hadits tentang al-Abdal (orang zuhud dari kalangan bekas hamba sahaya) adalah palsu. Sedangkan tentang tujuh kata dalam doa, maka as-Sunnah yang shahih dan amal as-Salaf ash-Shalih merupakan dalil paling besar yang menunjukkan ketidakbenaran pendapat tersebut, Pent]

Hal tersebut diperkuat oleh ayat yang difirmankan oleh Allah subhanahu wata’ala dalam akhir surat al-Baqarah,

رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْراً كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

“Ya, Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami, jika kami lupa atau tersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami sesuatu yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, ampunilah kami, rahmatilah kami. Eng-kaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (Al-Baqarah: 286).

Allah tidak menyebutkan doa yang lebih panjang dari ayat tersebut kepada ham-banya di tempat manapun (al-Qur`an).
Saya berkata, dan doa semisalnya adalah Firman Allah subhanahu wata’ala, dalam surat Ibrahim,

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَـذَا الْبَلَدَ آمِناً وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الأَصْنَامَ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata,’Ya Rabbku, jadikanlah negeri ini (Makkah), negeri yang aman dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala’.” (Ibrahim: 35).

Saya berkata, dan pendapat yang terpilih yang dipegang oleh jumhur (mayoritas) ulama, bahwa tidak ada larangan dalam hal tersebut. Dan tidak dibenci penambahan lebih dari tujuh kata, bahkan memperbanyak doa adalah sunnah secara mutlak.

Keenam: Merendahkan diri, khusyu’ dan cemas dalam doa. Allah subhanahu wata’ala berfirman,

إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَباً وَرَهَباً وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik, dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (Al-Anbiya`: 90)
Dan Allah c juga berfirman,

‏ ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعاً وَخُفْيَةً

“Berdoalah kepada Rabbmu dengan merendahkan diri dan suara yang lembut.” (Al-A’raf: 55)

Ketujuh: Hendaklah memastikan permintaan dan yakin akan dikabulkan serta pengharapannya benar dan jujur dalam doanya. Dalil-dalil hal tersebut sangat banyak lagi masyhur. Sufyan bin Uyainah rahimahullah [Dia adalah seorang imam, hafizh pada zamannya, syaikhul Islam, Abu Muhammad al-Hilali al-Kufi kemudian al-Makki. Dia dilahirkan di Kufah 107 H dan meninggal 198 H. Biografinya tercantum dalam Thabaqat Ibnu Sa’ad 5/333, Siyar A’lam an-Nubala` 8/454, pent] berkata, “Janganlah sesuatu yang diketahui seorang hamba dari dirinya menghalanginya untuk berdoa, karena Allah subhanahu wata’ala mengabulkan permin-taan makhluk yang paling jahat (dan terburuk), yaitu Iblis ketika dia berdoa, ‘Wahai Rabbku, tangguhkanlah waktu kepadaku sampai aku dibangkitkan.’ Allah menjawab, ‘Sesungguhnya kamu termasuk yang diberi waktu tangguh’.”

Kedelapan: Dalam berdoa, hendaklah meminta dengan memelas dan mengulanginya tiga kali dan janganlah meminta pengabulannya ditunda.

Kesembilan: Hendaklah membuka doa dengan dzikir kepada Allah subhanahu wata’ala. Saya berkata, Dan dengan shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam setelah pujian kepada Allah subhanahu wata’ala dan sanjungan kepadaNya, dan menutupnya juga dengan semua ucapan tersebut.

Kesepuluh: Dan ini yang paling penting dan merupakan pokok dikabulkannya doa, yaitu taubat, mengembalikan hak yang telah diambil secara zhalim kepada pemiliknya, dan menghadapkan (diri dan hati) kepada Allah subhanahu wata’ala. Demikian (kata) al-Ghazali.

Sumber: dikutib dari Buku “Ensiklopedia Dzikir dan Do’a Al-Imam An-Nawawi Takhrij & Tahqiq: Amir bin Ali Yasin. Diterbitkan oleh: Pustaka Sahifa Jakarta. Oleh: Abu Nabiel)