Pertanyaan:

Seseorang menerima pengobatan dengan ruqyah syar’iyah dari seseorang yang terkenal shalih dan baik, dan memberikan upah kepadanya atas ruqyahnya. Namun setelah itu, ia merasa terlalu banyak memberi upah kepada raqi, lalu mengklaim atas raqi beberapa perkara yang tidak benar, karena adanya perasaan dengki darinya kepada raqi tersebut, bagaimanakah hukum perbuatan seperti ini?

Jawaban:

Seharusnya raqi (berniat) berbuat baik dengan ruqyahnya untuk manfaat kaum Muslimin dan mengharapkan pahala dari Allah dalam mengobati umat Islam yang sakit, menghilangkan bahaya dari mereka, dan tidak mengharapkan upah atas ruqyah-nya, tetapi ia menyerahkan perkaranya kepada para pasien. Jika mereka memberikan kepadanya melebihi jerih payahnya, ia mesti bersikap zuhud dan mengembalikannya. Jika upahnya kurang dari haknya, hendaknya ia membiarkan kekurangannya. Ini termasuk penyebab terbesar untuk pengaruh (kemanjuran) ruqyah. Adapun jika diberikan kepadanya sejumlah uang dengan suka rela, maka yang memberi tidak boleh menarik kembali apa yang telah diberikannya, karena ia telah merelakan dan memberikannya seperti pemberian, atau hadiah, atau upah suka rela, maka menarik kembali upah yang dia berikan seperti menarik kembali dalam pemberian (hibah). Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

اَلْعَائِدُ فِيْ هِبَتِهِ كَالْعَائِدِ فِيْ قَيْئِهِ.

“Orang yang (meminta) kembali pemberiannya seperti orang yang menjilat kembali muntahnya.” HR. al-Bukhari, Kitab al-Hibah, no. 2621; Muslim Kitab al-Hibah, no. 1622, hal. 17.

Dan dalam hadits yang lain,

لَيْسَ لَنَا مَثَلُ السَّوْءِ الَّذِيْ يَعُوْدُ فِيْ هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَرْجِعُ فِيْ قَيْئِهِ.

“Tidak layak bagi kami (kaum Mukminin untuk melakukan perbuatan yang dipermisalkan dengan) permisalan yang buruk, yaitu orang yang mengambil kembali pemberiannya (dengan permisalan seperti anjing yang menjilati kembali muntahnya.” HR. al-Bukhari, Kitab al-Hibah, no. 2622.

Rawi yang meriwayatkan hadits berkata, “Dan saya tidak mengetahui hukum muntahan kecuali haram.”

Kemudian, sesungguhnya klaimnya atas raqi dengan alasan lainnya jelas merupakan tindakan zhalim (aniaya), meng-ada-ada, dan bohong yang mana dia akan disiksa karenanya. Dan seperti inilah sifat dengki yang dialaminya terhadap raqi. Dan Allah Subhanahu Wata’ala telah berfirman tentang bangsa Yahudi,

‏ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلَى مَآءَاتَاهُمُ اللهُ

“Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang telah Allah berikan kepadanya.” (An-Nisa`: 54).

Sifat dengki memakan pahala kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar. Maka ia wajib bertaubat dan meninggalkan sifat zhalim dan dengki, serta hendaklah bersifat qana’ah dengan pembagian (yang telah ditentukan) oleh Allah.

Wallahu a’lam.

{Fatwa Syaikh Abdullah al-Jibrin yang beliau tandatangani}

Sumber : Fatwa-Fatwa Terkini, jilid 3, hal:155-156, cet: Darul Haq Jakarta, diposting oleh Yusuf Al-Lomboky