Pertanyaan:

Bagaimana kualitas hadits, “Bila memasuki bulan Rajab, Nabi mengucapkan, ‘Alloohumma Baarik Lana Fii Rojabin Wa Sya’baana, Wa Ballighna Ramadhaana.’” Di dalam riwayat lain, ‘Wa Baarik Lana Fii Ramadhaana.’?

Jawaban:

Teks hadits, “Bila memasuki bulan Rajab, Nabi mengucapkan, ‘Allaahumma Baarik Lana Fii Rajabin Wa Sya’baana, Wa Ballighna Ramadhaana (Ya Allah, berilah keberkahan pada kami di dalam bulan Rajab dan Sya’ban serta sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan).’”

Dikeluarkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad di dalam kitab Zawaa’id al-Musnad (2346), al-Bazzar di dalam Musnadnya –sebagaimana disebutkan dalam kitab Kasyf al-Astaar- (616), Ibn as-Sunny di dalam ‘Amal al-Yaum Wa al-Lailah (658) ath-Thabarany di dalam (al-Mu’jam) al-Awsath (3939) dan kitab ad-Du’a’ (911), Abu Nu’aim di dalam al-Hilyah (VI:269), al-Baihaqy di dalam Syu’ab (al-Iman) (3534), kitab Fadhaa’il al-Awqaat (14), al-Khathib al-Baghdady di dalam al-Muwadhdhih (II:473), Ibn ‘Asaakir di dalam Tarikh-nya (XL:57); dari jalur Za’idah bin Abu ar-Raqqad, dari Ziyad an-Numairy, dari Anas.

KUALITAS SANAD INI LEMAH

Imam al-Bukhary dan an-Nasa’iy berkata, “Hadits yang diriwayatkannya (Za’idah) Munkar.”
Abu Daud berkata, “Aku tidak mengetahui khabarnya.”
Abu Hatim berkata, “Ia meriwayatkan dari Ziyad an-Numairy, dari Anas hadits-hadits Marfu’ tetapi Munkar. Kami tidak tahu apakah ia berasal dari dirinya atau dari Ziyad.”
Adz-Dzahaby berkata, “Ia seorang periwayat yang lemah.”
Al-Hafizh Ibn Hajar berkata, “Hadits yang diriwayatkannya Munkar.” [Lihat juga: at-Taarikh al-Kabiir (III:433), al-Jarh (III:613), al-Majruuhiin (I:308), Miizaan al-I’tidaal (II:65), at-Tahdzib (III:305), at-Taqriib (I:256)]

Sedangkan mengenai Ziyad bin ‘Abdullah an-Numairy:
Ibn Ma’in berkata, “Tidak ada apa-apanya dan dilemahkan oleh Abu Daud.”
Abu Hatim berkata, “Haditsnya ditulis namun tidak dijadikan hujjah.”
Ibn Hibban menyinggungnya di dalam kitabnya ats-Tsiqaat, ia berkata, “Sering salah.” Kemudian ia memuatnya di dalam kitabnya ‘al-Majruuhiin’ seraya berkata, “Hadits yang diriwayatkannya munkar. Ia meriwayatkan dari Anas sesuatu yang tidak serupa dengan hadits yang diriwayatkan para periwayat Tsiqaat (terpercaya). Tidak boleh berhujjah dengannya.”
Adz-Dzahaby berkata, “Ia seorang periwayat yang lemah.” [lihat: Taariikh Ibn Ma’in (II:179), al-Jarh (III:536), al-Kaamil (III:1044), Miizaan al-I’tidaal (II:65) dan at-Tahdzib (III:378)]

Za’idah bin Abi ar-Raqqad sendirian meriwayatkan hadits ini dari Ziyad an-Numairy.
Ath-Thabarany di dalam (al-Mu’jam) al-Awsath berkata, “Hadits ini tidak diriwayatkan dari Rasulullah kecuali hanya melalui sanad ini saja. Za’idah bin Abi ar-Raqqad sendirian meriwayatkannya.”
Al-Baihaqy berkata, “an-Numairy meriwayatkan sendirian hadits ini, lalu Za’idah bin Abi ar-Raqqad meriwayatkan darinya pula.”
Al-Bukhari berkata, “Za’idah bin Abi ar-Raqqad dari Ziyad an-Numairy, haditsnya munkar.”

Tidak hanya satu ulama tetapi banyak ulama yang menyiratkan kelemahan sanad ini, di antara mereka adalah: an-Nawawy di dalam kitab al-Adzkaar (547), Ibnu Rajab di dalam Latha’if al-Ma’arif (hal.143), al-Haitsamy di dalam Majma’ az-Zawaa’id (II:165), adz-Dzahaby di dalam Miizaan al-I’tidaal (II:65), Ibnu Hajar di dalam Tabyiin al-‘Ujab (38).

Terkait dengan takhrij hadits ini, perlu diingat bahwa tidak ada satu hadits SHAHIH pun mengenai keutamaan bulan Rajab, puasa atau pun qiyamullail (shalat tahajjud) yang dikhususkan pada malamnya.

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata di dalam kitab Tabyiin al-‘Ujab Bi Maa Warada Fii Syahr Rajab (hal.23) mengatakan, “Tidak ada satu hadits shahih pun yang layak dijadikan hujjah mengenai keutamaan bulan Rajab, puasa pada hari tertentu darinya atau pun shalat tahajjud pada malam yang dikhususkan padanya. Sebelum saya, Imam Abu Isma’il al-Hirawy al-Hafizh telah terlebih dahulu menegaskan secara pasti akan hal itu. Kami telah meriwayatkan darinya dengan sanad yang shahih, demikian juga dari ulama selainnya.”

Al-Hafizh Ibn Rajab di dalam Lathaa’if al-Ma’aarif (hal.140) berkata, “Mengenai shalat, tidak ada satu pun hadits yang shahih tentang adanya shalat khusus di bulan Rajab. Hadits-hadits yang diriwayatkan mengenai keutamaan shalat ‘Ragha’ib’ pada awal malam Jum’at bulan Rajab hanyalah dusta dan batil, tidak shahih sama sekali. Shalat ini adalah bid’ah menurut jumhur ulama. Di antara para ulama muta’akhkhirin dari kalangan ‘al-Huffazh’ yang menyinggung hal itu adalah Abu Isma’il al-Anshary, Abu Bakar as-Sam’any, Abu al-Fadhl bin Nashir, Abu al-Faraj bin al-Jawzy dan ulama selain mereka. Lantas kenapa para ulama terdahulu (al-Mutaqaddimin) tidak menyinggungnya? Hal ini karena shalat tersebut dibuat-buat pasca generasi mereka. Pertama kali shalat itu dikenal adalah pasca tahun 400-an Hijriah. Karena itulah, ia tidak dikenal pada masa ulama terdahulu dan tidak pernah diperbincangkan oleh mereka. Ada pun mengenai puasa, juga tidak ada hadits yang shahih tentang pengkhususannya dilakukan di bulan Rajab yang berasal dari Nabi , demikian pula dari para shahabatnya… Ada diriwayatkan bahwa pada bulan Rajab terjadi kejadian-kejadian besar, namun tetap tidak ada satu pun hadits yang shahih mengenainya. Di antaranya, diriwayatkan bahwa Nabi dilahirkan pada awal malamnya (malam bulan Rajab), ia diangkat jadi nabi pada tanggal 27 Rajab; dalam riwayat lain disebutkan, tanggal 25 Rajab. Semua itu tidak ada yang shahih. Pun, ada diriwayatkan dengan sanad yang tidak shahih dari al-Qasim bin Muhammad bahwa perjalanan Isra’ Nabi terjadi pada tanggal 27 Rajab namun hal ini ditolak oleh Ibrahim al-Harby dan ulama selainnya.”

(SUMBER: Situs Islam berbahasa Arab, dari fatwa Syaikh Dr Muhammad bin ‘Abdullah al-Qannaash, staf pengajar pada universitas al-Qashim, Riyadh, Saudi Arabia, 03/07/1426 H)