Dasar pertimbangan

1- Bahwa anak adalah karunia dan pemberian Allah Ta’ala. Dia Tabaraka wa Ta’ala berfirman, “Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya.” (Asy-Syura: 49-50).

2- Bahwa anak adalah fitnah dan ujian Allah Ta’ala kepada hamba-hambanya. Dia Tabaraka wa Ta’ala berfirman, “Dan Ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Al-Anfal: 28). Dan firmanNya, “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan bagimu dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (At-Taghabun: 15).

3- Bahwa orang tua bertanggung jawab terhadap anaknya dan berkewajiban menjaga mereka dari api neraka. Allah Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (At-Tahrim: 6).

Nabi saw bersabda, “Kalian semua adalah pemimpin dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang dia pimpin. Seorang suami adalah pemimpin di dalam rumahnya (keluarganya), dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Begitu pula seorang isteri adalah pemimpin di dalam rumah suami-nya, dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Beliau juga bersabda, “Wa inna li waladika ‘alaika haqqa, (Dan sesungguhnya anakmu mempunyai hak atasmu).”

4- Bahwa anak lahir di atas fitrah, selanjutnya bapak ibunya yang membentuknya menjadi ini dan itu. Sabda Nabi saw, “Tidak ada seorang anak kecuali dia lahir di atas fitrah lalu bapak ibunya menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau Majusi, seperti ternak yang melahirkan anaknya dalam keadaan sempurna, adakah kalian melihatnya cacat.” Abu Hurairah berkata, “Bacalah firman Allah ini jika kalian berkenan, “Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitrah Allah.” (Ar-Rum: 30). Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

5- Bahwa setiap orang tua muslim berharap anaknya menjadi anak yang shalih. Para Ibadurrahman (hamba-hamba Allah Yang Maha ar-Rahman) berdoa, “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati .” (Al-Furqan: 74). “Qurrata a’yun, penyenang hati, penenteram jiwa hanya terwujud dengan kebaikan dan keshalihan anak-anak, dari mana asalnya anak yang tidak shalih menenteramkan hati?

Ibrahim al-Khalil berdoa, “Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku seorang anak yang termasuk orang-orang yang shalih.” (Ash-Shaffat: 100) “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami perkenankanlah doaku.” (Ibrahim: 40). Tetap mendirikan shalat merupakan tanda kebaikan.

Bapak dan anak (Ibrahim dan Ismail) berdoa, “Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepadaMu dan jadikanlah di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepadaMu.” (Al-Baqarah: 128). Patuh dan tunduk kepada Allah adalah wujud dari keshalihan.

Zakariya berdoa, “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisiMu seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha mendengar doa.” (Ali Imran: 38).

Jika para nabi, para rasul dan orang-orang shalih berharap demikian, maka semestinya Anda juga demikian bahkan lebih patut kalau Anda adalah orang tua yang shalih.

Rambu-Rambu

1- Usaha dan upaya, itu yang dilakukan oleh orang tua dalam rangka mengarahkan anak sehingga diharapkan anak menjadi shalih, tentu upaya dan usaha ini harus dilaksanakan dan dilakukan dengan optimal dan maksimal, total dan habis-habisan, sebatas kemampuan dan daya yang dimiliki, setelah semua itu diupayakan dan diusahakan oleh orang tua maka selanjutnya perkara dan urusan diserahkan kepada Allah, karena Dia-lah pemberi taufik yang sebenarnya bukan orang tua, tanpa ini apa-lah arti upaya dan usaha orang tua.

Jangankan orang tua yang manusia biasa, kapasitasnya bukan nabi dan bukan rasul, seorang rasul atau nabi pun terkadang tidak menjamin hidayah taufik bagi seseorang, Nuh alaihis salam, istri dan anaknya tidak sejalan dengannya, padahal segala upaya sudah dilaksanakan olehnya, Luth alaihis salam, istrinya sama dengan istri Nuh alahis salam dan Muhammad saw, beliau tidak berhasil mengislamkan pamannya Abu Thalib sekalipun beliau sudah berupaya dan berusaha. Apa hendak dikata, hidayah di tangan pemiliknya yaitu Allah Ta’ala.

Jika hal ini dipahami dan dimengerti oleh orang tua, maka di samping upaya yang dia laksanakan, dia juga harus berkait dan bergantung kepada Allah Ta’ala, memohon dan berharap kepadanya agar Dia berkenan membimbing putra-putrinya menjadi anak-anak shalih dan shalihah. Upaya keras ditambah doa ulet kepadaNya mewujudkan harapan Anda pada anak-anak Anda.

2- Hindari doa tidak baik atas anak, karena hal itu bertentangan dengan harapan Anda, yang Anda harapkan sebagai orang tua adalah kebaikan bagi anak, lalu bagaimana bisa Anda malah mendoakan anak dengan yang tidak baik? Benar, biasanya hal ini terjadi pada saat kesal dan marah kepada anak, akan tetapi silakan kesal dan marah, lumrah dan manusiawi lebih-lebih jika kondisi menuntut demikian, namun kendali dan rem jiwa harus tetap pakem, tidak boleh blong, lidah harus diikat erat agar tidak meluncurkan doa-doa yang tidak baik atas anak, Anda tidak tahu bisa jadi doa tersebut bertepatan dengan waktu dikabulkannya doa, akibatnya yang memetik buahnya adalah Anda sendiri, dalam kondisi itu hanya penyesalan, mendingan kalau masih diperbaiki, kalau tidak? Penulis tidak berharap.

Dalam Shahih Muslim dari Jabir bahwa seorang laki-laki berkata, “Hai (unta)! Semoga Allah melaknatmu.” Lalu Rasulullah berkata, “Siapa yang melaknat untanya?” Dia berkata, “Aku wahai Rasulullah.” Rasulullah berkata, “Turunlah dari unta tersebut, janganlah engkau menyertakan kami dengan sesuatu yang terlaknat, janganlah kalian mendoakan keburukan untuk diri kalian sendiri, janganlah kalian mendoakan keburukan untuk anak-anak kalian, dan janganlah kalian mendoakan keburukan untuk harta kalian. Jangan sampai kalian berdoa, bertepatan dengan saat di mana permohonan kepada Allah dikabulkan, sehingga permohonan kalian pun dikabulkan.”

Daripada Anda berdoa tidak baik atas anak, alangkah baiknya jika Anda membaliknya untuk meneladani Rasulullah saw yang mendoakan baik untuk anak-anaknya dan anak kaum muslimin.

Ya Allah, sesungguhnya aku menyintainya maka cintailah dia.” Ini adalah doa Rasulullah saw untuk cucunya al-Hasan bin Ali sebagaiamana dalam shahih al-Bukhari.

“Ya Allah, sesungguhnya aku mencintai keduanya, maka cintailah keduanya.” Ini adalah doa Rasulullah saw untuk al-Hasan dan Usamah bin Zaid sebagaimana dalam Shahih al-Bukhari.
Ya Allah, berikanlah keluarga Ja’far pengganti darinya dan berkahilah ‘Abdullah di dalam perniagaannya.” Ini adalah doa Rasulullah saw untuk Abdullah bin Ja’far sebagaimana dalam Musnad Iman Ahmad.

Ya Allah, karuniakanlah kepadanya harta dan anak-anak dan berkahilah ia.” Ini adalah doa Rasulullah saw untuk Anas seperti dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim.

Rasulullah saw sebagai bapak mengungkapkan kasih sayangnya kepada anak-anaknya dan anak-anak kaum muslimin melalui doa baik untuk mereka, dalam perkara kasih sayang kepada kaum muslimin secara umum dan kepada anak-anak beliau adalah nomor wahid, “Bil mukminina raufur rahim.” Demikian ayat 128 at-Taubah. berkata. Dari sini para orang tua meneladani beliau dengan hanya berdoa baik untuk anak-anak mereka. Semoga Allah mengabulkan. Amin. (Izzudin Karimi)