Pengantar

Kaab bin Zuhair adalah putra dari Zuhair bin Abi Sulma, seorang penyair kesohor pada masa jahiliyah. Kaab tumbuh dalam keluarga penyair, maka dia dengan saudaranya Bujair menjadi dua orang penyair besar setelah bapak mereka.

Ketika Islam datang Bujair masuk Islam dan Kaab tetap di atas agama leluhurnya. Kaab mencela dan menyalahkan Bujair karena keislamannya bahkan Kaab mulai berani menghina Rasulullah dalam syairnya.

Sepulang dari perang Thaif tahun 8 H, Bujair menulis kepada Kaab menyampaikan bahwa Rasulullah telah membunuh beberapa orang Makkah yang menghina dan menjelek-jelekkannya, dan para penyair Makkah yang tersisa telah berlari bersembunyi mencari selamat. Bujair menulis, “Kalau kamu masih menyayangi dirimu maka datanglah kepada Rasulullah karena beliau tidak membunuh orang yang datang bertaubat, jika tidak maka selamatkanlah dirimu.”

Dunia yang lapang terasa sempit bagi Kaab, dia masih menyayangi dirinya, dia ke sana kemari mencari perlindungan tetapi tidak seorang pun yang berani memberikan perlindungan kepadanya, akhirnya dia datang ke Madinah dan meminta perlindungan seorang kenalannya dari Juhainah. Selesai shalat Subuh orang Juhainah memberi isyarat kepada Kaab agar menghadap Rasulullah, Kaab menghadap, dia duduk dengan meletakkan tangannya di atas tangan Rasulullah sementara Rasulullah belum mengetahui bahwa orang yang ada di depannya adalah Kaab. Kaab berkata, “Ya Rasulullah, Kaab bin Zuhair, dia telah datang sebagai muslim yang bertaubat memohon perlindunganmu. Apakah Anda berkenan menerimanya jika aku membawanya ke sini?” Nabi saw menjawab, “Ya.’ Kaab berkata, “Akulah Kaab binZuhair.” Lalu seorang laki-laki Anshar berkata, “Ya Rasulullah, biarkan aku memenggal lehernya.” Nabi saw menjawab, “Biarkan dia, dia datang bertaubat membuang masa lalunya.”

Dalam kondisi ini Kaab pun bersyair meminta maaf dan memuji Rasulullah dan para sahabat, di antara yang dikatakannya,

بَانَتْ سُعَادُ فَقَلْبِي اليَوْمَ مَتْبُوْلُ
مُتَيَّمٌ إِثْرَهَا لَمْ يُفْدَ مَكْبُوْلَ

يَسْعَى الغُوَاةُ جَنَابَيْهَا وَقَوْلُهُمْ
إِنَّكَ يَا ابْنَ أَبِي سُلْمَى لَمَقْتُوْلُ

وَقَالَ كُلُّ صَدِيْقٍ كُنْتُ آمُلُهُ
لا أُلْهِيَنَّكَ إني عَنْكَ مَشْغُوْلُ

فَقُلْتُ خَلُّوا طَرِيْقِي لاَ أَبَالَكُمْ
فَكُلُّ مَا قَدَّرَ الرَّحْمَنُ مَفْعُوْلُ

كُلُّ ابن أُنْثَى وإن طَالَتْ سَلاَمَتُه
يَوْمًا عَلَى آلةٍ حَدْبَاءَ مَحْمُوْلُ

نُبِّئْتُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ أَوْعَدَنِي
وَالعَفْوُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ مَأْمُوْلُ

مَهْلاً هَدَاكَ الذِي أَعْطَاكَ نَافِلَةَ
القُرْآنِ فِيْهَا مَوَاعِيْظُ وَتَفْصِيْلُ

لاَ تَأْخُذّنِّي بِأَقْوَالِ الوُشَاةِ وَلَمْ
أُذْنِبْ وَلَوْ كَثُرَتْ فِي الأَقَاوِيْلُ

لَظَلَّ تُرْعَدُ مِنْ خَوْفٍ بَوَادِرُهُ
إِنْ لَمْ يَكُنْ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ تَنْوِيْلُ

إِنَّ الرَّسُوْلَ لَنُوْرٌ يُسْتَضَاءُبِهِ
مُهَنَّدٌ مِنْ سُيُوفِ اللهِ مَسْلُوْلُ

فِي عُصْبَةٍ مِنْ قُرَيْشٍ قَالَ قَائِلُهُمْ
بِبَطْنِ مَكَّةَ لما أَسْلَمُوا زُولُوا

زَالُوا فَمَازَالَ أَنْكَاسٌ وَلاَ كُشُفٌ
عَنْدَ الّلقَاءِ وَلاَمِيْلٌ مُعَازِيلُ

لَيْسُوا مَفَارِيْحَ إِنْ نَالَتْ رِمَاحُهُمْ
قَوْمًا وَلَيْسُوا مَجَازِيْعًا إِذَا نِيْلُوا

لاَ يَقَع الطَّعْنُ إِلاَّ فِي نُحُوْرِهِمُ
وَمَا لَهُمْ عَنْ حِيَاضِ المَوْتِ تَهْلِيْلُ


Suad telah pergi, pada hari ini hatiku sedih
Gelisah sesudahnya, ia masih teringat dan belum lepas

Para penyebar isu di sekitarnya beraksi dan berkata
Wahai Ibnu Abu Sulma kamu pasti mati

Sementara semua teman yang aku harapkan berkata
Aku tidak meninggalkanmu, aku sibuk darimu

Aku berkata biarkan jalanku tidak ada bapak bagimu
Segala apa yang ditakdirkan ar-Rahman pasti terjadi

Setiap anak seorang wanita meskipun berumur panjang
Suatu hari dia akan dipikul di atas keranda

Aku diberitahu bahwa Rasulullah mengancamku
Dan maaf di sisi Rasulullah benar-benar diharapkan

Kalem, engkau telah dibimbing oleh dzat yang memberimu
Mukjizat al-Qur`an yang berisi nasihat dan rincian

Jangan menghukumku dengan dasar ucapan penyebar isu
Aku tidak bersalah walaupun orang-orang berkata tentangku

Tengkuknya senantiasa bergetar karena takut
Jika tidak ada jaminan rasa aman dari Rasulullah

Sehingga aku meletakkan tangan kananku yang tidak aku lepas
Pada telapak tangan pemilik hukuman setimpal ucapannya benar

Sesungguhnya Rasul adalah cahaya yang menerangi
Kuat pemberani dari pedang India yang terhunus

Bersama sekelompok orang Quraisy, salah satu dari mereka berkata
Di lembah Makkah ketika mereka masuk Islam, hijrahlah

Mereka berhijrah, mereka dianggap lemah, mereka tidak berperisai
Pada saat bertemu musuh tanpa pedang dan senjata

Mereka tidak sombong jika tombak mereka membunuh
Suatu kaum, mereka tidak sedih jika mereka kalah

Tikaman tidak terjadi kecuali pada leher mereka
Mereka tidak pernah mundur dari telaga kematian

(Rujukan: Zaadul Maad Ibnu Qayyim jilid 3, ar-Rahiqul Mahtum al-Mubarokfuri)