Kata-kata yang keluar dari mulutnya sangat kuat, jelas, benar, ringkas tapi padat dan indah. Ketika delegasi Bani Tamim datang pada tahun pendelegasian ke Madinah, mereka mengatakan kepada Rasulullah SAW, “Kami datang untuk menantangmu, maka izinkan kepada penyair kami dan pengkhutbah kami.” Rasulullah SAW tersenyum seraya berkata kepada mereka,

قَدْ أَذِنْتُ لِخَطِيْبِكُمْ فَلْيَقُلْ

“Aku mengizinkan kepada pengkhutbah kalian. Bicaralah!”

Tsabit bin Qais adalah pengkhutbah dan prajurit yang unggul. Ia memiliki jiwa besar, hati yang khusyu’, lagi taat. Ia seorang yang sangat takut kepada Allah SWT.

Ia mengikuti perang Uhud dan peperangan-peperangan setelahnya bersama Rasulullah SAW. Dalam peperangan menghadapi kaum murtad, ia memegang panji kaum Anshar. Dalam perang Yamamah, ia melihat peristiwa penyerangan yang sangat sengit yang dilakukan pasukan pimpinan Musailamah al-Kadzdzab terhadap kaum muslimin di awal peperangan. Maka ia berteriak dengan suaranya yang lantang, “Demi Allah, tidak demi-kian kami dahulu berperang bersama Rasulullah SAW.”

Kemudian ia pergi, lalu kembali dalam keadaan telah me-makai obat pengawet dan memakai kain kafannya. Ia berteriak lagi, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang dibawa oleh mereka yakni pasukan Musailamah al-Kadzdzab dan aku memohon ampunan kepadaMu dari apa yang diperbuat oleh mereka, yakni ketidak segeraan kaum muslimin dalam berperang.” Kemudian Salim maula Rasulullah SAW yang membawa panji kaum Muhajirin bergabung kepadanya. Keduanya menggali lobang untuk dirinya, sebuah lobang yang cukup dalam, kemudian keduanya turun di dalamnya dalam keadaan berdiri. Keduanya lalu menimbuni pasir pada dirinya hingga mencapai pinggang masing-masing. Keduanya menebas setiap orang yang mendekatinya dari pasukan kaum Musailamah al-Kadzdzab dengan pedangnya hingga keduanya mati syahid di tempatnya. Kesyahidan keduanya ini adalah seruan paling besar yang ber-jasa mengembalikan kaum muslimin ke tempat mereka semula, dan menjadikan pasukan Musailamah al-Kadzdzab sebagai debu yang diinjak-injak oleh telapak kaki.

Demikianlah keberanian dan jihadnya di jalan Allah untuk meninggikan kalimat Allah. Sekarang marilah kita lihat kewara’an dan ketakwaannya, serta air matanya yang mengucur karena malu dan takut kepada Allah. Marilah kita perhatikan air mata kaum yang shalih pada orang yang shalih ini.
Ketika turun ayat ini, “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Luqman: 18).

Tsabit bin Qais mengunci pintu rumahnya, lalu duduk sambil menangis. Ia masih saja seperti ini beberapa waktu lama-nya, hingga Rasulullah SAW mengetahui perihalnya. Ketika beliau memanggilnya dan bertanya kepadanya, maka Tsabit berkata, “Wahai Rasulullah SAW, aku suka baju bagus dan sandal bagus, tetapi aku takut termasuk orang-orang sombong dengan semua ini.” Mendengar hal itu, Nabi SAW menjawab dengan tertawa karena ridha,

إِنَّكَ لَسْتَ مِنْهُمْ، بَلْ تَعِيْشُ حَمِيْدًا وَتُقْتَلُ شَهِيْدًا، وَيُدْخِلُكَ اللهُ الْجَنَّةَ

“Sesungguhnya kamu bukan termasuk golongan mereka, tetapi kamu hidup dalam keadaan terpuji, kamu gugur sebagai syahid dan Allah memasukkanmu ke dalam surga.” (HR. al-Baihaqi, 2/ 243)

Ketika turun firman Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak ter-hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari.” (Al-Hujurat: 2).

Tsabit mengunci pintu rumahnya, dan langsung menangis. Ketika Rasul SAW merasa kehilangan dia, maka beliau bertanya tentangnya. Kemudian beliau mengutus seseorang untuk me-manggilnya. Tsabit pun datang dan Rasul SAW bertanya tentang penyebab ketidak hadirannya. Maka ia menjawab Rasulullah SAW, “Sesungguhnya aku adalah seorang yang sangat keras suaranya. Aku telah mengeraskan suaraku melebihi suaramu, wahai Rasulullah. Kalau begitu, sia-sialah amalku, dan aku termasuk ahli neraka.”

Rasulullah SAW menjawab,

إِنَّكَ لَسْتَ مِنْهُمْ، بَلْ تَعِيْشُ بِخَيْرٍ وَتَمُوْتُ بِخَيْرٍ وَتَدْخُلُ الْجَنَّةَ

“Sesungguhnya kamu bukan termasuk golongan mereka, tetapi kamu hidup dengan kebaikan dan mati dengan membawa ke-baikan, dan kamu akan masuk surga.”**

Ternyata kabar kenabian dari Nabi tercinta, Muhammad SAW terbukti dalam peperangan menghadapi Musailamah al-Kadzdzab, dan ia (Tsabit) gugur sebagai syahid dalam peperangan tersebut.

Mahabenar Allah, ketika berfirman,“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Rabbnya dengan mendapat rizki.” (Ali Imran: 169).

CATATAN:
* Tsabit bin Qais bin Syammas al-Khazraji al-Anshari adalah seorang sahabat yang menjadi peng-khutbah Rasulullah SAW, dia mengikuti perang Uhud dan setelahnya, dia mati syahid pada saat perang Yamamah tahun 12 H, lihat al-A’lam 2/98
** Rijal Haula ar-Rasul SAW , Khalid Muhammad Khalid, hal. 214-220, dengan sedikit perubahan