Ketiga: Dalil dari Qiyas.

Sebagaimana banyak ayat dan sunnah, yang menyatakan kewajiban hijab kepada para wanita yang beriman, yang mencakup menutup muka dan kedua telapak tangan sebagaimana layaknya menutup seluruh tubuh dan perhiasan. Juga, ayat-ayat ataupun sunnah-sunnah yang menyatakan keharaman memamerkan sebagian dari itu semua dengan melepaskan atau membuka pakaian. Nash-nash tersebut berdasarkan dalil qiyas umum, juga menunjukkan tentang kewajiban untuk menutup muka dan kedua telapak tangan sebagaimana layaknya menutupi seluruh anggota tubuh dan perhiasan. Dan, sebagai bentuk aplikasi terhadap berbagai kaidah syar’i yang bertujuan menutup pintu-pintu fitnah terhadap para wanita, agar tidak terfitnah atau malah menjadi penyebab terjadinya fitnah, juga yang bertujuan merealisasikan cita-cita mulia dan menjaga akhlak yang luhur, seperti: sifat ‘iffah, kesucian, rasa malu, ghaîrah dan kesopanan, serta untuk merubah akhlak bejat, semisal: tidak punya malu, kehilangan ghaîrah, seronok, sufûr (mengumbar aurat), ikhtilât (berbaur) dengan laki-laki, sebagaimana yang ada dalam kaidah “jalbu al-mashâlih wa dar’u al-mafâsid” (menarik kemaslahatan dan menolak kerusakan), kaidah “irtikâbu adnâ al-mafsadatain li daf’i a’lâhumâ” (melakukan kerusakan yang lebih kecil di antara dua kerusakan demi menghindari terjadinya kerusakan yang lebih besar), dan kaidah “tarku al-mubâh idzâ afdlâ ilâ mafsadah fî ad-dîn” (meninggalkan hal-hal mubah atau yang dibolehkan bilamana hal itu mengakibatkan terjadinya kerusakan di dalam agama).

Di antara beberapa qiyas umum dan baku ini, antara lain:

  • Perintah untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan, sedang membuka muka itu lebih berpeluang memancing mata untuk melihat dan bahkan tidak menjaga kemaluan.

  • Larangan memukulkan kaki ke tanah (untuk memamerkan perhiasan), sedang membuka muka itu lebih berpeluang memancing terjadinya fitnah daripada semuanya itu.

  • Larangan merendahkan atau memperhalus ucapan, sedang membuka muka itu lebih berpeluang memancing terjadinya fitnah daripadanya.

  • Perintah menutup kedua telapak kaki, kedua sikut, leher, rambut kepala berdasarkan nash dan ijma’, sedang membuka muka lebih berpeluang memancing terjadinya fitnah dan kerusakan dibandingkan semua itu.

Dan masih banyak lagi qiyas selain dari apa yang telah disebutkan di atas. Jadi intinya, menutup muka, kedua tangan dan tidak menanggalkan pakaian itu lebih baik dan lebih layak, yaitu yang dinamakan dengan qiyâs jalî atau analogi eksplisit. Dan, Alhamdulillah, hal ini sangat jelas tanpa ada satu pun faktor lain yang menodainya.