3- Bebas bersyarat

Suami istri bebas melakukan hubungan intim kapan pun, agama tidak mematok waktu untuk aktifitas ini, masalahnya lapang dan dikembalikan kepada kedua pihak yang terlibat, selama hal itu tidak dilakukan pada saat istri sedang haid atau nifas.

Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah, ‘Haid itu kotor, oleh sebab itu hendaknya kamu menjauhi wanita yang sedang haid dan jangan kamu mendekati mereka sehingga mereka itu suci.” (Al-Baqarah: 222).

Nabi saw menjelaskan apa yang dilakukan oleh suami pada saat istri sedang haid, “Lakukan segala sesuatu kecuali berhubungan intim.” Diriwayatkan oleh Jama’ah selain al-Bukhari.

Dan hukum nifas adalah hukum haid.

Dibolehkan juga bagi suami istri untuk berhubungan intim ketika istri sedang hamil atau menyusui, atau dia sedang hamil sekaligus menyusui. Imam Muslim meriwayatkan dari dari Judamah binti Wahab al-Asadiyah bahwa dia mendengar Rasulullah saw bersabda, “Aku ingin melarang ‘ghilah’ namun aku teringat orang-orang Romawi dan Persia melakukan hal itu dan tidak membahayakan anak-anak mereka.

Ghilah adalah suami menggauli istri yang sedang menyusui dan menurut sebagian ulama, ghilah adalah suami menggauli istri yang sedang hamil sekaligus menyusui. Apapun, hal itu boleh-boleh saja.
Suami istri juga bebas berhubungan intim bagaimana pun, dengan posisi yang mereka berdua sukai, dari arah mana saja yang mereka sepakati, selama hubungan intim dilakukan pada tempatnya yaitu kemaluan.

Istri-istrimu adalah seperti tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (Al-Baqarah: 223).

Ayat ini dilatarbelakangi oleh keyakinan orang-orang Yahudi yang mereka sebarkan di kalangan kaum muslimin, bahwa jika suami menggauli istrinya dari arah belakang, maksudnya suami berada di balik punggung istri, maka anaknya akan lahir dengan mata juling, maka Allah menurunkannya sebagai bantahan terhadap keyakinan palsu ini dan juga sebagai penetapan dihalalkannya melakukan hubungan intim dengan posisi yang diinginkan berdua.

Nabi saw bersabda, “Boleh dari depan dan dari belakang selama pada kemaluan.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Suami istri tidak boleh berhubungan intim pada jalan belakang. Diriwayatkan dari Nabi saw bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak malu dalam kebenaran, jangan mendatangi istri di jalan belakangnya.” Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah.

Sekalipun hadits ini mempunyai sisi kelemahan dari sisi sanadnya, namun ia terdukung oleh ucapan Ibnu Abbas, “Di Hari Kiamat, Allah tidak melihat seorang laki-laki yang menggauli binatang atau seorang laki-laki yang mendatangi wanita di jalan belakangnya.” Diriwayatkan oleh an-Nasa`i. Wallahu A’lam.
(Izzudin Karimi)