Dia adalah Fannakhasru bergelar ‘Adhudud Daulah bin Hasan (Ruknid Daulah) bin Buwaih ad-Dailami, Abu Syujja’. Seorang pengkudeta raja di zaman daulah Abbasiyah di Irak, pada masa raja ath-Thai’ lillah al-Abbasi. Seorang yang dikatakan oleh as-Suyuthi sebagai khalifah yang paling lemah. Tidak pernah khalifah mengalami kelemahan seperti kelemahan yang terjadi pada masanya. Dan tidak pernah urusan raja begitu kuat melebihi urusan ‘Adhudud Daulah.”

‘Adhudud Daulah menjabat sebagai raja Persia, kemudian Moushul dan Bilad Jazirah. Dia adalah orang pertama yang khutbah di atas mimbar setelah menjabat khalifah. Dan yang pertama bergelar Syahan-syah (Rajadiraja) dalam Islam. Dia sangat berwibawa, keras, lalim, budayawan, alim dan sastrawan (penyusun syair).

Adz-Dzahabi berkata, “Dia adalah seorang syi’ah yang fanatik. Membangun kuburan di Nejef dan mengaku bahwa itu kuburan Ali bin Abi Thalib dan membuat bangunan di atasnya. Dia mengangkat syi’ar-syi’ar Rafidhah, upacara Asyura` dan I’tizal. Dia mengatakan dalam sebuah syairnya:
Bukanlah meminum arak kecuali di waktu hujan
Nyanyian dari biduan menjelang sahur
Tuangan cangkir dari mulutnya
Siraman arak pada leher-leher manusia
‘Adhudud Daulah putera Ruknid Daulah
Raja diraja penakluk takdir

Ibnu Katsir berkata, “Semoga Allah Subhanahu wata’ala menghinanya, menghina syairnya, menghina anak-anaknya. Dia telah melampaui batas dalam syairnya ini dan dia tidak akan pernah beruntung setelah itu selamanya.”

Dikatakan ketika menjelang wafatnya, lisannya tidak bisa berucap, kecuali membaca firman Allah Subhanahu wata’ala,

مَا أَغْنَى عَنِّي مَالِيَهْ (28) هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيَهْ

“Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang kekuasaan dariku.” (Al-Haqqah: 28-29).

Cerita tentang dia banyak sekali, terlalu panjang kalau disebutkan.

Dia wafat di Baghdad dan dibawa dengan peti jenazah dan dimakamkan di Nejef. Kekuasaannya berlansung selama lima setengah tahun. Adz-Dzhabi di akhir biografinya beliau menulis, “Telah terjadi pada tahun ke-400 bencana besar bagi Islam yaitu oleh daulah Ubaidiyah di Maghrib, daulah Buwaihiah di Masyriq (timur) dan dengan orang-orang Badui Qaramithah. Semua urusannya diserahkan kepada Allah Subhanahu wata’ala.”

Di tempat yang lain beliau berkata, “Urusan Islam menjadi kacau dengan daulah Bani Buwaih dan Bani Ubaid ar-Rafidah. Mereka meninggalkan jihad, diserang oleh Kristen Romawi dan mencaplok Mada’in sambil mereka membunuh dan menyalib.” (Siyar A’lam an-Nubala`, 16/232).

[Sumber: Siyar A’lam an-Nubala`, 16/249; Tarikhul Khulafa, hal. 406-408; al-Bidayah wan Nihayah, 11/300; al-I’lam, 5/156 dan al-Kamil, Ibnul Atsir, 9/18-22]