Gaung pelarangan terhadap para ibu-ibu berjilbab menghadiri acara wisuda putra-putri mereka semakin kencang dalam opini publik Turki dengan turun tangannya PM Turki, Rajab Thayeb Erdogan.

Atas kejadian itu, Rajab mengeritik pedas tindakan pelarangan tersebut dengan menyebutnya sebagai tindakan yang merusak nilai-nilai Islami yang dijunjung tinggi rakyat Turki. Ia bahkan mengancam akan mengadakan referendum mengenai apakah penggunaan jilbab itu boleh atau tidak oleh negara.

Kantor berita Anadhol seperti yang dilansirnya dari Erdogan menyatakan bahwa ia menilai pelarangan terahadap para ibu-ibu, wali para mahasiswa dan mahasiswi memasuki area kampus di Ardhrom guna menghadiri acara wisuda putra-putri mereka hanya disebabkan mereka menggunakan jilbab sebagai tindakan amat buruk yang menyakiti perasaan rakyat Turki yang mayoritasnya beragama Islam dan juga pelecehan terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip negara Turki. Ia mengatakan, “Siapa pun yang melakukan tindakan yang memalukan ini berarti ia telah merusak nilai-nilai yang dipegang rakyat Turki dan menyakiti perasaan mereka sebagai Muslim.”

Selanjutnya ia mempertanyakan bahwa bagaimana sikap tersebut dapat ditafsirkan manakala undang-undang dan konstitusi mengecualikan para ibu-ibu yang berjilbab untuk memasuki area kampus. Ia menegaskan akan adanya kesepakatan bersama di masyarakat mengenai perlunya pembolehan penggunaan jilbab tetapi anehnya hal ini tidak ada di dalam instansi-instansi pemerintah.

Para pengamat memprediksi statement-statement Erdogan mengenai referendum tersebut dapat memancing kemarahan kalangan sekuler ekstrem, khususnya lembaga militer yang menilai jilbab sebagai bahaya besar yang dapat mengancam sendi-sendi negara yang berasas sekuler –menurut klaim mereka-.

Sementara itu, kemarin menteri luar negeri, Abdullah Gul telah mengutuk keras penolakan pihak rektorat universitas Ataturk yang terletak di kota Ardhrom untuk mengizinkan para ibu-ibu berjilbab memasuki auditorium yang digunakan untuk acara wisuda. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai hal yang sangat merusak citra Turki sebagai negara demokrasi. (istod/AS)