Imam at-Tirmidzi berkata, Ishaq bin Manshur menyampaikan kepada kami, Abdurrazzaq menyampaikan kepada kami dari Tsabit dari Anas bin Malik bahwa seorang laki-laki dari daerah pedalaman bernama Zahir, dia datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan membawa hadiah dari pedalaman, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyiapkan perbekalannya bila dia hendak pulang. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Zahir adalah orang pedalaman kita dan kita adalah orang kotanya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyukai Zahir dan dia adalah laki-laki yang berwajah tidak tampan. Suatu hari saat dia menjual barangnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menghampirinya dan merangkulnya dari belakang, karena dia tidak melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka dia berkata, “Siapa ini? Lepaskan aku.” Namun akhirnya dia menengok dan mengetahui bahwa orang yang merangkulnya adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka dia tidak bergerak karena punggungnya menempel dengan dada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saat dia mengetahuinya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang membeli hamba ini?” Zahir menyela, “Ya Rasulullah, kalau demikian maka aku tidak laku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Akan tetapi di sisi Allah kamu tetap laku.” Atau beliau bersabda, “Kamu di sisi Allah mahal.”

Seorang mukmin di sisi Allah bukan dengan wajahnya akan tetapi dengan iman dan amalnya, wajah boleh pas-pasan, serba kurang, namun bila iman mantap dan amal tebal, maka dia berharga tinggi di sisiNya, sebaliknya bila iman goyah dan amal tipis, sekalipun wajah serba lebih, maka dia berharga murah bahkan bisa saja tidak berharga. Zahir boleh saja tidak tampan, dia mungkin kurang laku di sisi manusia, namun di sisi Allah dia mahal harganya, mulia kedudukannya.

Sama dengan Zahir, Tsabit bin Qais al-Anshari, khatib Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, rupanya pas-pasan, hal ini diakui oleh istrinya, sampai-sampai dia menuntut khulu’ kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena itu, tetapi agama dan akhlaknya, jempolan dan tidak disangsikan, bagaimana tidak sementara dia adalah salah satu penghuni surga dengan kesaksian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Abdullah bin Mas’ud, orang-orang menertawakan kedua kakinya yang ringkih, tetapi siapa kira bahwa keduanya dalam timbangan akhirat lebih berat dari gunung Uhud. Demikianlah seorang mukmin memiliki nilai khusus di sisi Allah, bukan dengan jasadnya, bukan dengan ketampanannya, akan tetapi dengan apa yang ada dalam hatinya dan terlihat dari perbuatannya. Wallahu a’lam.