Hukum Ahlu Kitab Menikahi Muslimah

Adapun hukum menikahi muslimah bagi laki-laki musyrik, dan kafir tidak boleh secara mutlak termasuk di dalamnya ahlul kitab, berdasarkan firman Allah Subhaanahu wa Ta’ala dalam surat al-Baqarah dan Surat al-Muntahanah.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan merek; maka jika kamu telah mengetahui mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan Janganlah kamu tetap perpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(Q.S al-Muntahanah: 10)

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:
Artinya: “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahikan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesunggunya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinnya. Dan Allah menerangkan ayat-ayatNya (perintah-perintahNya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”. (Q.S al-Baqarah: 221)

Maka dari dua ayat inilah, pada asalnya Allah Subhaanahu wa Ta’ala mengharamkan pernikahan seorang muslim dengan wanita kafir, dan pernikahan orang kafir denga wanita muslimah serta bahayanya seorang muslimah kembali kepada negara syirik setelah dia keluar darinya karena dia tidak boleh tinggal di dalamnya. Kemudia setelah itu Allah Subhaanahu wa Ta’ala memberikan penjelasan yang ada pada surat al-Baqarah tentang diharamkannya pernikahan seorang muslim dengan wanita musyrik atau pernikahan seorang wanita muslimah dengan laki-laki musyrik.

Hal ini diperkuat sabda Rasulullah Shallallaahu ‘laihi wa sallam yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dari ‘Atha’, beliau berkata: “Orang-orang musyrik itu berada berada didua persimpangan dari Nabi Shallallaahu ‘laihi wa sallam dan orang-orang mukmin, orang-orang musyrik suka berperang, mereka membunuh orang-orang mukmin dan Nabi, dan orang-orang musyrik juga suka genjatan senjata, mereka tidak membunuhnya.”

Akan tetapi sebelumnya dan sebelum turun ayat tentang diharamkannya kita mengambil perwalian terhadap orang-orang musyrik. Orang-orang muslim melakukan pernikahan dengan orang-orang musyrik begitu juga sebaliknya.

Oleh karenanya Allah Subhaanahu wa Ta’ala menurunkan ayat tentang diharamkannya atas seorang muslim menikahi wanita musyrik, sebagaimana diharamkan seorang musyrik menikahi wanita muslim. Dan akhirnya Allah Subhaanahu wa Ta’ala menurunkan ayat dalam surat al-Maidah ayat 5 yang menjelaskan dihalalkannya seorang muslim menikahi wanita Ahlul Kitab. Dan kalau hal ini dihukumi sebagaimana diharamkannya seorang Ahlul Kitab menikahi seorang muslimah, maka tentunga Allah Subhaanahu wa Ta’ala menjelaskannya secara gamblang dan jelas.