Proses belajar mengajar itu berlandaskan pada dua asas: pertama, perhatian terhadap tingkat pemikiran /pemahaman siswa, dan kedua, pengembangan kemampuan akal, jiwa dan jasmaninya dengan metode yang mengarahkannya dengan pengarahan yang lurus kepada kebaikan dan petunjuk.

Dan kita melihat dalam turunnya al-Qur’an secara bertahap adanya metode yang memberikan faedah kepada kita dalam memperhatikan dan mempertimbangkan dua asas yang telah kami sebutkan di atas. Karena turunnya al-Qur’an al-Karim meningkatkan pembinaan islami dengan peningkatan secara bertahap dan sesuai fithrah untuk memperbaiki jiwa kemanusiaan, kelurusan pekertinya, membangun kepribadiannya, menyempurnakan eksistensinya sehingga lurus dalam jalannya dan mendatangkan buah yang baik dengan izin Rabbnya (Allah) untuk kebaikan seluruh ummat manusia.

Dan diturunkannya al-Qur’an secara bertahap menjadi faktor penolong terbaik bagi hal tersebut (pendidikan islam) untuk menghafal, memahami, mengkaji, mentadabburi dan mengamalkan isinya.

Dan turunnya al-Qur’an pada permulaan turunnya wahyu menjelaskan tentang membaca dan pendidikan dengan alat tulis.

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ(1)خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2)اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
.

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS al ‘Alaq: 1-5)

Dan turunnya ayat-ayat riba dan warisan dalam masalah pengaturan harta, atau turunnya ayat-ayat perang dalam masalah pemisahan secara total antara Islam dengan kesyirikan dari menjelaskan hal tersebut. Dan tahapan tahapan pendidikan yang banyak ini memiliki metode-metode khusus yang sesuai dengan tingkatan masyarakat Islam secara bertahap dari lemah menjadi kuat dan dari kuat menjadi kokoh.

Dan metode pendidikan yang di dalamnya tidak memperhatikan tingkat pemikiran anak didik dalam setiap tingkat dari tingkatan-tingkatan pendidikan, pembangunan bagian-bagian ilmu di atas garis besarnya, dan tidak beralih dari sesuatu yang global ke yang terperinci atau tidak memperhatikan perkembangan sisi kepribadian yang bersifat intelektual emosional dan jasmani adalah metode yang gagal akan memberikan buah ilmu kepada umat, melainkan kebekuan dan kemunduran.

Dan pendidik (guru) yang tidak memberikan kepada murid-muridnya porsi materi ilmiah yang tepat, maka akan memberatkan mereka, dan membebani mereka dengan sesuatu yang tidak mereka mampu untuk dihafal atau difahami atau berbicara dengan mereka dengan sesuatu yang tidak mereka ketahui, atau guru yang tidak memperhatikan kondisi mereka dalam mengobati apa yang menimpa mereka berupa perilaku yang menyimpang atau apa yang tersebar di antara mereka berupa kebiasaan-kebiasaan buruk lalu dia (guru tersebut) akan bersikap kasar dan keras, menghadapi masalah tersebut dengan tergesa-gesa tidak perlahan-lahan, bertahap dan bijaksana, maka guru yang lalai dari hal ini adalah guru yang gagal. Dia telah mengubah proses belajar mengajar menjadi petualangan yang meyesatkan dan mengerikan, dan menjadikan ruang belajar mengajar sebagai ruangan yang dijauhi dan ditakuti.

Dan demikian pula buku pelajaran, maka buku pelajaran yang tidak teratur dalam penyusunan materi-materinya, tidak bertahap dalam kandungan materinya dari yang mudah kemudian susah, dan bagian-bagiannya tidak tersusun dengan susunan yang rapi, teratur dan kokoh, dan juga tidak memiliki gaya bahasa yang jelas dalam penyampaian makna yang diinginkan, adalah buku yang menghilangkan minat baca siswa, yang pada akhirnya menghalangi mereka dari mengambil faidah dari buku tersebut.

Dan petunjuk Ilahi dalam hikmah turunnya al-Qur’an secara bertahap adalah teladan yang baik dalam penyampaian metode pendidikan, dan pengambilan metode terbaik dalam cara pembelajaran di ruang kelas dan juga dalam hal penulisan buku pelajaran.

(Sumber: Mabahits fii ‘Uluumil Qur’an karya Syaikh Manna’ al-Qaththan hafizhahullah, hal 117-118 cet. Maktabah al-Ma’arif. Diposting oleh Abu Yusuf Sujono)