CIRI DAN KARAKTERISTIK UTAMA AHLUS SUNNAH

  • 1&2. Mereka itulah yang disebut sebagai Ahlul Kitab (al-Qur’an) was-Sunnah (Majmu ‘Fatawa Jld. III hal 157), Mereka itu pulalah yang dikatakan oleh para ulama sebagai ahlul Hadits. Oleh Karena itu wajar jika mereka memberikan ihtimam (perhatian) khusus kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, baik hafalan, bacaan, tafsir, pemahaman serta pengilmuan antara hadits yang shahih dengan yang dha’if dan seterusnya. Allah Ta’ala berfirman: “Masuklah ke dalam Islam seluruhnya …” (Qs. Al-baqarah 2: 208)

    (كافة/Secara keseluruhan); menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Abul Aliyah, Ikrimah, Ar-Robi’ bin Anas, As-Sadly, Muqatil, Qatadah, dan Adl Dhahhak, artinya: Jami’ah yakni keseluruhan. Dan Mujahid lebih mempertegas: Yakni, beramallah dengan seluruh aspek amal perbuatan dan dengan semua segi kebaikan. (Ibnu Katsir-Tafsirul Qur’anil ‘Adhim juz I hal. 248).

    Selanjutnya mengenai ayat-ayat sifat, bisa disimak pada Ar-Risalatut-Tadmuriyah-Ibnu Taimiyah. Di dalamnya penuh berisi hujjah untuk mengimani ayat-ayat sifat sebagaimana adanya.

    Iman kepada taqdir Allah dan iman bahwa hamba mempunyai keinginan serta amal perbuatan haqiqi, dan kedua hal itu harus diimani secara terpadu, bisa disimak dalam: Syarhut Aqidah Al-Wasithiyyah Ibnu-Taimiyah – Muhammad Kahil Harras, hal. 156-160.

  • 3&4. Syarhut-Thahawiyah, hal. 336-337. Dan perhatikan pula QS. Ali Imran 3: 31. serta QS. An-Nisa’ 4: 115: “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mukmin, kami biarkan ia berpaling sesuai dengan apa yang ia berpaling, dan akan Kami lemparkan ia ke Jahanam….” (QS. An-Nisa’ 4: 115)

    Sabilul mukminin di sini menurut Ibnu Taimiyah adalah As-Salafufus-shalih serta para pengikutnya. (Qawa’id al-Manhajis-Salafi wannnasqil Islami fi Masa’ilil Uluhiyah, wal-‘alam Wal-Insan ‘Inda Ibni Taimiyah – Dr. Musthofa Helmi-hal. 35-36)

  • 5. Simak Syarhut Aqidah Al-Wastihiyyah Ibnu Taimiyah -Muhammad Kalil Harras- hal. 125-133.

  • 6. Ahlus-sunnah Wal Jama’ah Ma’alim Inthilaqatil Kubra, Muhammad Abdul Hadi Al-Misri hal. 85, no. 9, dengan menukil Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah Jld. 28, hal. 50-57. (Ibid, haL 83-84, no. 8, dengan menukil Majmu’ Fatawa Jld. III hal. 414, 416, dan 419-421.)

  • 7. Perhatikan antara lain Minhajul Firqatin-Najiyah, Muhammad bin Jamil Zainu, dalam sub judul: Minhajul Firqatin-Najiyah hal 8-14.

    Simak pula ajaran Islam yang mencakup seluruh aspek kehidupan: Berangkat dari TAUHID (kalimat La-Ilaha Illallah) sampai menyingkirkan rintangan (yang menyakitkan) dari jalan. Dari maslaah kehidupan individu, keluarga, masyarakat sampai ke masalah negara dan seterusnya, dan sebaginya. Dan ayat-ayat Al-Qur’an, Hadits-hadits, serta bukti-bukti kehidupan nyata yang pernah dijalankan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat serta seluruh khalifah-khalifah Ar-Rasyidin sudah cukup banyak dan cukup jelas.

  • 8. Perhatikan Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah Ma’alim Inthilaqatul Kubra Muh. Abdul Hadi Al-Misri hal. 72-73 bab Al-Malamihul Ammah Li-Ahlis-Sunnah Wal-Jama’ah, no. 2. Atau Majmu’ Fatawa Jld. III Hal. 369, 375, dan 141.

  • 9. Allah Ta’ala berfirman: “Dan seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan manusia sebagai umat yang satu, tetapi mereka selalu berselisih, kecuali orang yang mendapat RAHMAT RABB-mu…” (QS. Huud 11: 119)

    Qatadah mengatakan: Ahli Rahmat Allah ialah Ahlul Jama’ah meskipun tempat serta tubuh-tubuh mereka saling berjauhan sedangkan ahli maksiat ialah ahli perpecahan walaupun tempat serta tubuh-tubuh mereka saling berdekatan. (Ahlus-Sunnah Ma’alim Inthilaqatil Kubra Muh. Abdul Hadi Al-Misri hal. 28, menukil dari Mukhtashar Ibnu Katsir juz 2 hal. 236).

  • 10. Kebaikan, sifat kasih sayang dan ahlak mulia yang ditunjukan kepada semua manusia itu selalu didasarkan kepada ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sehinga standarnya adalah wahyu.

    Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia? Dan tentunya tolak ukur akhlak mulia itu adalah Al-Qur’an sesuai dengan riwayat yang mengkisahkan jawaban ‘Aisyah radhiallahu ’anha ketika beliau ditanya tentang akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beliau menjawab: “Adalah akhlak Rasulullah Al-Qur’an”. (HR. Bukhari)

    (Atau perhatikan: Al-Ushulul Ilmiyah Lid-Da’watis-Salafiyah Abdur -Rahman Abdul Khaliq Cet. III 1402-Jam’iyyah Ihya’it Turatsil Islami-Kuwait hal. 44)

    Di antara akhlak mulia itu ialah mengamalkan ayat: Qs. Al-An’am 6: 152, “Dan apabila kamu berbicara hendaklah adil, walaupun terhadap keluarga dekat”.

    Al-Hanafi mengatakan: (Adil dalam berkata merupakan hak baik pada orang yang dikasihani maupun kepada musuh, dan hal itu tidak berubah -baik dalam marah maupun tidak, bahkan harus selalu benar walaupun harus mengahadapi keluarga dekat, maka ia tidak menjadi berat sebelah (cenderung membela orang yang diaksihi atau keluarga dekat) karena Firman Allah QS. Al-Maidah 5: 8: “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa”. (QS. 5: 8).

    (Fathul Majid bab I QS. Al-Maidah 6: I5I-153, hal. 23), Juga: Kisah seorang wanita yang ahli ibadah (kalau malam selalu shalat dan kalau siang sering berpuasa) namun ia menjadi penghuni neraka karena suka meyakiti tetangganya. (HR. Bukahari Fil Abadil Mufrad, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan Ahmad. Menurut Albani isnad-nya shahih. Lihat Al-Ushulul Ilmiyah Lid-Da’watis-Salafiyah. Abdur-Rahman Abdul Khalik hal. 42)

  • 11. Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

    عَنْ أَبِيْ رُقَيَّةِ تَمِيْمِ بْنِ أَوْسِ الدَّارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اَلدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، قُلْنَا لِمَنْ؟ قَالَ: للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ.

    “Dari Abi Ruqayyah Tamin bin Aus Ad-Dari radhiallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: (Ad-Din (agama) adalah nasehat). Kami bertanya: kepada siapa ya Rasulullah?. Beliau menjawab: (Kepada Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para imam kaum muslimin dan kepada umumnya umat Islam). (HR. Muslim).

  • 12. Allah Ta’ala berfirman: “Dan saling tolong-menolonglah kamu diatas kebaikan dan bertaqwalah, dan janganlah kamu saling tolong menolong atas perbuatan dosa dan atas permusuhan”. (QS. Al-Maidah 5: 2)

    Sementara itu disisi lain Allah Ta’ala berfirman: “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”. (QS. Ahzab 33: 58)

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

    لاَ تَبَاغَضُوْا وَلاَ تَدَابَرُوْا وَكُوْانُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا، الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ بِحَسْبِ امْرِءٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِم، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ.

    “Janganlah kamu saling membenci, jangan pula saling membelakangi, dan jadilah kamu sebagai hamba-hamba Allah yang berSAUDARA, seorang muslim adalah saudaranya muslim lain, ia tidak akan mendzalimi, menghina dan meremehkan muslim lainya dengan perbuatan jelek apapun yang seseorang bisa melakukan untuk meremehkan saudaranya sesama muslim, setiap muslim haram hukumnya (menjatuhkan) atas muslim lainnya: baik darahnya, hartanya maupun keturunannya.” (HR. Muslim)

    Dan masih banyak lagi ayat-ayat serta hadits-hadits yang menekankan bagaimana seharusnya siakp seorang muslim terhadap sesama muslim.

    Untuk lebih jelas dan lebih lengkapnya bisa disimak pada buku Huquq du’at ilahil Fitrah wa qarraratha as-Syari’ah, As-Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin, cet. IV–1407 H. Terbitan Mathabi’il Qasim Riyadh KSA., hal. 31-36 tentang hak yang kesembilan: Huququl Muslimin umuman.