Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, memohon ampunan-Nya dan bertaubat kepada-Nya. Kepada Allah kita berlindung dari kejahatan nafsu kita dan keburukan perbuatan kita. Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah maka tiada seorangpun yang bisa menyesatkannya dan barangsiapa disesatkan Allah maka tiada seorangpun yang bisa memberinya petunjuk. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepadanya, keluarganya dan para shahabatnya. Amma ba’du,

Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman :

‏كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

“Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. 38:29).

Memang, sesungguhnya al-Qur’an ini diturunkan tidak lain kecuali untuk suatu tujuan yang agung ini, yaitu agar diperhatikan, sebagai pelajaran dan sebagai hukum.

Adapun pada saat ini, banyak manusia yang meninggalkan kitab yang agung ini, tidak mengenalnya kecuali hanya pada saat-saat tertentu saja.

Di antara mereka ada yang hanya membacanya saat bulan Ramadhan.

Di antara mereka ada yang hanya mengenalnya saat ada kematian.

Di antara mereka ada yang hanya menjadikannya sebagai jimat.

Di antara mereka ada yang hanya melagukannya diiringi dengan lagu-lagu dalam kaset-kaset pada perayaan-perayaan tertentu.

Allah Subhaanahu Wata’ala telah memuliakan umat ini dengan al-Qur’an yang di dalamnya terdapat berita tentang peristiwa yang terjadi sebelumnya, peristiwa yang akan terjadi dan merupakan sumber hukum di antara mereka. Barangsiapa meninggalkannya dengan kesombongan, Allah akan menghancurkannya. Barangsiapa meninggalkan petunjuk yang ada di dalamnya, maka Allah akan menyesatkannya. Al-Qur’an adalah tali Allah yang kuat, pemberi nasehat yang bijaksana, jalan yang lurus, hawa nafsu tidak mungkin sesat dengan mengikuti al-Qur’an, lisan orang yang lemah tidak mungkin tersamarkan. Ulama tidak pernah bosan terhadapnya, keajaibannya tidak pernah pudar, para jin tidak pergi mendengarnya hingga mereka berkata :

قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ فَقَالُوا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآَنًا عَجَبًا (1) يَهْدِي إِلَى الرُّشْدِ فَآَمَنَّا بِهِ وَلَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا

“Sesungguhnya kami telah mendengarkan al-Qur’an yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorangpun dengan Rabb kami.” (QS. 72:1-2)

Barangsiapa berhujjah dengannya maka dia benar, barangsiapa mengamalkannya maka dia mendapatkan pahala, barangsiapa menghukumi dengannya maka dia telah berbuat adil, dan barangsiapa mengajak kepadanya maka akan mendapat petunjuk ke jalan yang benar. [1]

Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai nasehat dan penyembuh apa yang ada dalam hati, petunjuk dan rahmat bagi kaum muslimin, hujjah atas manusia, cahaya dan pengetahuan bagi orang yang membuka hatinya dia membacanya dan beribadah dengannya, memperhatikan dan mempelajari hukum-hukumnya baik akidah, ibadah dan tata cara mu’amalat yang islami dia berpegang teguh kepadanya pada setiap waktu. Al-Qur’an diturunkan bukan untuk digantung di dinding sebagai hiasan, atau dijadikan sebagai jimat yang digantung di rumah-rumah dan toko-toko untuk menjaga agar tidak terjadi kebakaran, pencurian dan sejenisnya yang banyak diyakini oleh banyak orang, khususnya pelaku-pelaku bid’ah.

Barangsiapa memanfaatkan al-Qur’an sebagaimana tujuan diturunkannya, maka ia berada dalam kepastian, petunjuk dan pengetahuan. Barangsiapa menuliskannya di dinding-dinding atau di atas lembaran yang digantungkan dan sejenisnya, sebagai hiasan atau sebagai penjaga bagi orang dan barang-barang yang ada di dalamnya, ia telah menyelewengkan Kitabullah, ayat-ayatnya, surat-suratnya dari petunjuk yang benar. Dan ia telah menyimpang dari jalan yang lurus serta telah mengada-adakan suatu perkara agama yang tidak diizinkan oleh Allah Subhaanahu Wata’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam secara lisan maupun perbuatan.[2]

Pada masa ini telah berkembang perbuatan-perbuatan bid’ah dalam membaca al-Qur’an, di antaranya:

  • Membaca bersama-sama dengan satu suara dalam masjid atau di rumah.

  • Membacanya untuk kematian selama masa berkabung dan sebagai doa bagi orang yang meninggal, menghadiahkan pahala membaca baginya serta membacanya di atas kuburan.

  • Menuliskan ayat-ayat al-Qur’an di atas kertas kemudian dimasukkan ke dalam air untuk diminum dengan keyakinan bisa membantu untuk menghafalnya dengan mudah.

  • Mengkhususkan beberapa surat dalam al-Qur’an dengan menyebutnya sebagai surat-surat penyelamat.

  • Membawa ayat-ayat al-Qur’an dengan tujuan untuk menjaga diri dan sejenisnya.

Dan masih banyak lagi bid’ah-bid’ah di antara kaum muslimin saat ini, baik di belahan bumi barat maupun timur. Kita memohon keselamatan dan afiah kepada Allah Subhaanahu Wata’ala.

Dalam risalah kecil ini, saya mengumpulkan beberapa fatwa yang menerangkan perbuatan bid’ah manusia yang dilakukan terhadap al-Qur’an, dengan menjelaskan kebathilan perbuatan tersebut dan sunnah yang shahih dalam hal tersebut.

Kitab ini saya beri judul “Bida’un Naasi Fil Qur’an” (Perbuatan-perbuatan Bid’ah yang Dilakukan Manusia Terhadap Al-Qur’an), yang diambil dari kitab saya (Fataawaa Kibaaril Ulamaa Haulal Qur’aanil Kariim) dengan beberapa perubahan dan tambahan-tambahan.

Fatwa-fatwa ini berasal dari beberapa ulama besar, yaitu :

  • Mufti ‘Aam Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz
  • Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
  • Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin
  • Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan
  • Ditambah dengan fatwa-fatwa dari Lajnah ad-Da’imah Lil Buhuts al-Ilmiyah.[3]

Saya memohon kepada Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung, semoga usaha ini ikhlas karena-Nya dan mencatatnya dalam amal kebajikan saya. Sesungguhnya Dia Maha Baik dan Maha Mulia serta mengabulkan permohonan. Saya memohon kepada Allah agar menjadikan kita termasuk golongan yang membaca al-Qur’an, memperhatikannya, mempelajarinya dan mengamalkannya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Dekat.

Dan semoga shalawat dan salam dilimpahkan atas Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarganya dan para shahabatnya.

Ditulis oleh :

Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz
Maroko, hari Jum’at, 20/12/1415 H.
Bertepatan dengan 19/5/1995 M.

Catatan Kaki :

[1] Dari mukaddimah kitab at-Tibyan fii Aadaabi Hamalatil Qur’aan, Imam an-Nawawi, tahqiq Abdul Qadir al-Arna’uth.

[2] Lihat kitab “Fatawa Kibaaril Ulama Haulal Qur’anil Karim”, hal. 59 – 60. Ini adalah cuplikan dari jawaban fatwa nomor 2078.

[3] Catatan : Para pembaca dapat memperhatikan bahwa saya menggunakan cara baru dalam edisi ini, berbeda dengan edisi sebelumnya, yang mana pada cetakan-cetakan sebelumnya saya sebutkan pertanyaan kemudian jawabannya. Adapun di dalam kitab ini, pertanyaan telah dihapuskan dan diganti dengan sub judul yang menunjukkan jenis bid’ah yang dipertanyakan. Kemudian saya menyebutkan jawaban para ulama tentangnya, dan di akhir jawaban saya menisbatkan jawaban kepada penjawabnya. Menurut saya, cara semacam ini lebih bagus dan lebih banyak manfaatnya, dan menghindari banyaknya pertanyaan yang berulang-ulang. Tujuannya adalah menerangkan tentang bid’ah dan jawaban atasnya. Wallahu a’lam.