• 34. TIDAK MEMENUHI HAK-HAK PEKERJA

    Dalam hubungan antara pemilik usaha dengan pekerja, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan disegerakannya pemberian hak pekerja. Beliau bersabda,

    أَعْطُوْا اْلأَجِيْرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ.

    “Berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatnya.”( Hadits riwayat Ibnu Majah, 2/817; Shahihul Jami’, 1493, (lebih bijaksana lagi jika dikomentari tentang derajat hadits, sebab ia termasuk hadits dha’if.))

    Salah satu bentuk kezhaliman di tengah masyarakat muslim adalah tidak memberikan hak-hak para pegawai, pekerja, karyawan atau buruh sesuai dengan yang seharusnya. Bentuk kezhaliman itu beragam, di antaranya:

    • 1. Sama sekali tidak memberikan hak-hak pekerja, sedang si pekerja tidak memiliki bukti. Dalam hal ini, meskipun si pekerja kehilangan haknya di dunia, tetapi di sisi Allah pada hari Kiamat kelak, hak tersebut tidak hilang.

      Orang yang zhalim itu, karena telah memakan harta orang yang dizhalimi, diambil dari padanya kebaikan yang pernah ia lakukan untuk diberikan kepada orang yang ia zhalimi. Jika kebaikannya telah habis, maka dosa yang ia zhalimi itu diberikan kepadanya, lalu ia dicampakkan ke Neraka.

    • 2. Mengurangi hak pekerja dengan cara yang tidak dibenarkan. Allah berfirman, artinya, “Kecelakaan besarlah bagi mereka yang curang.”(Al- Muthaffifin:1)

      Hal itu sebagaimana banyak dilakukan pemilik usaha terhadap para pekerja yang datang dari daerah. Di awal perjanjian, mereka sepakat terhadap upah tertentu. Tetapi, jika si pekerja telah terikat dengan kontrak dan memulai pekerjaannya, pemilik usaha mengubah secara sepihak isi perjanjian lalu mengurangi dan memotong upah pekerjanya dengan berbagai dalih. Si pekerja tentu tidak bisa berbuat banyak dengan posisinya yang serba sulit, antara kehilangan pekerjaan dan upah di bawah batas minimum. Bahkan terkadang si pekerja tak mampu membuktikan hak yang mesti ia terima, akhirnya si pekerja hanya bisa mengadukan halnya kepada Allah Ta’ala.

      Jika pemilik usaha yang zhalim itu seorang muslim sedang pekerjanya seorang kafir, maka kezhaliman yang dilakukannya termasuk bentuk menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, sehingga dialah yang menanggung dosa orang tersebut.

    • 3. Memberi pekerjaan atau menambah waktu kerja (lembur), tetapi hanya memberikan gaji pokok dan tidak memperhitungkan pekerjaan tambahan atau waktu lembur.

    • 4. Mengulur-ulur pembayaran gaji, sehingga tidak memberikan gaji kecuali setelah melalui usaha keras pekerja, baik berupa pengaduan, tagihan hingga usaha lewat pengadilan.

    Mungkin maksud pengusaha menunda-nunda pemberian gaji agar si pekerja bosan, lalu meninggalkan haknya dan tidak lagi menuntut. Atau selama tenggang waktu tertentu, ia ingin menggunakan uang pekerja untuk suatu usaha. Dan tak mustahil ada yang membungakan uang tersebut, sedang pada saat yang sama, para pengusaha penuh dengan uang yang diribakan itu sementara para pekerja merana tak mendapatkan apa yang dimakan sehari-hari, juga tak bisa mengirim nafkah kepada keluarga dan anak-anaknya yang sangat membutuhkan, padahal demi merekalah para pekerja itu membanting tulang jauh dari negeri orang.

    Sungguh celakalah orang-orang yang zhalim itu. Kelak pada Hari Kiamat, mereka akan mendapat siksa yang pedih dari Allah. Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu disebutkan, bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

    قَالَ اللهُ تَعَالَى: ثَلاَثَةٌ أَناَ خَصمُهُم يَومَ الْقِيَامَةِ، رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ، وَرَجُلٌ بَاعَ حُراًّ وَأَكَلَ ثَمَنَهُ، وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيراً فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ

    “Allah Ta’ala berfirman, “Tiga jenis (manusia) yang Aku menjadi musuhnya kelak pada Hari Kiamat; Laki-laki yang memberi dengan namaKu lalu berkhianat, laki-laki yang menjual orang yang merdeka (bukan budak) lalu memakan harga uang hasil penjualannya dan laki-laki yang mempekerjakan pekerja, yang mana ia memenuhi pekerjaannya, tetapi ia tidak memberikan upahnya.”( Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 4/447.)