Oleh: Abdurrahman Nuryaman

KHUTBAH PERTAMA :

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه و سلم وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ. اللهم صَل عَلَى مُحَمدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلمْ.

Jamaah Idul Adha yang Dirahmati Allah

Mari kita menoleh ke belakang, kembali ke ribuan tahun silam, untuk menatap jejak langkah seorang kekasih dekat Allah (Khalilur Rahman), bapak para Nabi, Ibrahim ‘Alaihissalam.

Dalam al-Qur`an, Allah ‘Azzawajalla menyebutkan tentang Nabi yang agung ini dengan indah, yang tentu saja bertabur pelajaran bagi kita semua. Tersirat jelas dalam al-Qur`an bahwa apa yang Allah kisahkan kepada kita dari perjalanan Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam adalah con-toh dan teladan yag harus kita ikuti. Asy-Syaikh al-Allamah as-Sa’di berkata dalam Qashash al-Albiya` hal. 76,

“Hendaklah diketahui bahwa semua yang Allah kisahkan kepada kita dari perjalanan Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam, kita diperintahkan untuk mengikutinya, sebagai suatu perintah yang khusus.”
Allah ‘Azzawajalla berfirman :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ . وَجَاهِدُوا فِي الله حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَاجَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِن قَبْلُ وَفِي هذا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَآءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بالله هُوَ مَوْلاَكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ

“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Rabbmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu menda-pat kemenangan. Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. Agama bapak moyangmu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (al-Qur`an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dia-lah sebaik-baik pelin-dung dan sebaik-baik penolong.” (Al-Hajj: 77-78).

Firman Allah,

مِلَّةَ أَبِيْكُمْ إِبْرَاهِيْمَ

(Agama bapak moyangmu Ibrahim), menurut al-Allamah as-Sa’di maknanya adalah, “Agama yang di-sebutkan, dan perintah-perintah yang dituliskan, adalah agama bapak moyang kalian Ibrahim, yang tetap beliau pegang teguh; maka ikutilah dan berpeganglah dengannya.”
Dalam ayat lain Allah ‘Azzawajalla berfirman :

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لله حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ . شَاكِرًا لأَنْعُمِهِ اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ . وَءَاتَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَإِنَّهُ فِي اْلأَخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ . ثُمَّ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَاكَانَ مِنَ
الْمُشْرِكِينَ

“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik (yang mempersekutukan Allah), (dia juga orang) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguh-nya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang shalih. Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad), ‘Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif,’ dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah.” (An-Nahl: 120 – 123).

Kedua ayat ini dengan sangat jelas menunjukkan bahwa di antara orang-orang pilihan Allah yang harus diteladani oleh seorang Muslim adalah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam. Berikut ini adalah sejumlah pela-jaran yang dapat kita ambil dari perjalanan hidup Nabi Ibrahim:

Pertama: Beliau adalah sosok hamba Allah yang bersih dari syirik. Karena itulah, agama yang beliau jalani digelari dengan al-Hanafiyah, yang bermakna agama yang bersih dari unsur memper-sekutukan Allah, dan beliau sendiri digelari sebagai seorang yang hanif.

Di sini kita harus cermati, bahwa inilah karakteristik paling fundamental dari sosok Nabi Ibrahim yang harus diteladani. Dan dengan fundamen ini, maka agama Yahudi dan Kristen bukan ter-masuk orang-orang yang mengikuti Nabi Ibrahim, sekalipun mereka mengklaim hal itu sebagaimana diisyaratkan Allah dalam al-Qur`an. Artinya, pernyataan kelompok-kelompok sesat selama ini bahwa semua agama itu sama, adalah pernyataan yang hanya didasari oleh logika iblis. Bagaimana mungkin Yahudi dan Kristen yang menuhankan manusia, disamakan dengan Islam? Bahkan bila ada orang Islam yang berkeyakinan bahwa ada tuhan selain Allah, atau menganggap Nabi Muhammad Sallallahi ‘Alaihi Wasallam sebagai tuhan, maka dia juga bukan seorang Muslim, dan orang tersebut -setelah dihadapkan kepada mahkamah syar’iyah, lalu hujjah telah ditegakkan pada dirinya- wajib divonis kafir dan boleh dipenggal kepalanya di depan umum.

Jamaah Idul Adha yang Dirahmati Allah

Kecuali satu hal, yang Allah kecualikan, yang tidak boleh kita teladani dari Nabi Ibrahim, yaitu, permohonan ampunan kepada Allah yang beliau lakukan untuk bapaknya yang musyrik. Perha-tikan Firman Allah ‘Azzawajalla :

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَءَآؤُا مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ الله كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَآءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا باللهِ وَحْدَهُ إْلاَّ قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ ِلأَبِيهِ لأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَآأَمْلِكُ لَكَ مِنَ الله مِن شَىْءٍ رَّبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْك الْمَصِيرُ

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya; ketika mereka berkata kepada kaum mereka, ‘Sesungguhnya kami anti dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Allah, kami kafir terhadap kalian dan telah nyata antara kami dan kalian permusuhan dan ke-bencian untuk selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah semata.’ Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya, ‘Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagimu dan aku tiada dapat me-nolak sesuatu pun darimu (siksaan) Allah.’ (Ibrahim berkata), ‘Ya Rabb kami, hanya kepada Engkau-lah kami bertawakal, dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat, dan hanya kepada Engkau-lah kami kembali’.” (Al-Mumtahanah: 4).

Asy-Syaikh as-Sa’di Rahimahullah mengomentari ayat ini di dalam Qashash al-Anbiya`. Kata beliau, “Maka janganlah kalian (kaum Muslimin) mengikuti beliau dalam hal ini, yaitu meminta-kan ampunan kepada orang-orang musyrik. Dan permohonan am-pun yang dilakukan Nabi Ibrahim untuk bapaknya adalah karena janjinya yang telah dikatakannya kepada bapaknya itu. Dan ketika telah jelas bagi beliau akan kekafiran bapaknya, maka beliau ber-sikap anti dari bapaknya itu.”

Jamaah Idul Adha yang Dirahmati Allah

Kedua: Bahwasanya Allah telah menjadikan Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam sebagai kekasih dekat bagiNya. Allah ‘Azzawajalla menyebutkan hal ini di dalam al-Qur`an, FirmanNya :

وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لله وَهُوَ مُحْسِنُُ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ الله إِبْرَاهِيمَ خَلِيلاً

“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun menger-jakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah menjadikan Ibrahim sebagai kesayanganNya.” (An-Nisa`: 125).

Kata

خَلِيْلًا

dalam ayat ini adalah tingkatan kekasih yang paling tinggi tingkatannya di sisi Allah, dan predikat ini hanya diraih oleh dua orang manusia: Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad ‘Alaihimassalam. Ten-tang ini Nabi Sallallahi ‘Alaihi Wasallam bersabda :

إِنَّ الله عز وجل قَدِ اتَّخَذَنِيْ خَلِيْلاً كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلاً.

“Sesungguhnya Allah ‘Azzawajalla telah menjadikan aku sebagai kekasih dekat(Nya), sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih dekat(Nya).” (Diriwayatkan oleh Muslim no. 532).

Al-Allamah as-Sa’di Rahimahullah, setelah beliau menjelaskan bahwa hanya Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad yang mendapatkan status ter-sebut, beliau berkata,

“Allah menjadikan Nabi Ibrahim sebagai kekasih dekatNya, karena beliau telah memenuhi apa yang Allah perintahkan kepada beliau secara total dan teguh menghadapi semua ujian dan cobaan yang Allah timpakan pada beliau. Maka Allah menjadikan beliau sebagai imam bagi manusia, menjadikan beliau sebagai kekasih dekat(Nya), dan meninggikan sebutan beliau di tengah penduduk alam semesta.”
Jamaah Idul Adha yang Dirahmati Allah

Poin yang kedua, mudah-mudahan dapat kita ambil pelajaran darinya, yaitu bertauhid murni, memenuhi semua perintah Allah, dan teguh dalam menghadapi segala cobaan; meneladani sebagai dua orang Nabi yang dijadikan Allah sebagai kekasih dekatNya tersebut: Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad ‘Alaihimassalam.

Ketiga: Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam adalah sosok hamba Allah yang memiliki keimanan yang kokoh, dan pribadi yang kuat dan tang-guh.
1. Allah memerintahkannya berangkat ke Makkah, maka dengan bekal seadanya beliau berangkat merambat padang pasir tak bertuan, menembus teriknya matahari, menuju kota Makkah yang ketika itu tak bertuan.
2. Tak lama sesampai di Makkah, Allah memerintahkannya untuk kembali ke Palestina, dan meninggalkan istri dan putranya yang masih bayi di sana. Sungguh tak dapat dibayangkan bila se-orang ayah tega meninggalkan istri dan anaknya yang masih bayi di tengah lembah bebatuan yang tidak ada orang, tidak ada air, tidak ada pepohonan, dan tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Tapi dengan keyakinan yang kokoh Ibrahim ‘Alaihissalam meninggal-kan Hajar dan Ismail yang masih bayi.
2. Di tengah kaumnya, Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam tidak menghadapi hal yang mudah dalam dakwah dan seruannya. Raja yang berkuasa dan para kaki tangan penguasa memusuhi beliau, bahkan beliau dihukum bakar di hadapan umum. Namun dengan izin dan kuasa Allah, api yang digunakan untuk membakarnya menjadi dingin. Allah ‘Azzawajalla berfirman :
قُلْنَا يَانَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلاَمًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ

“Kami berfirman, ‘Hai api, menjadi dingin dan menjadi keselama-tanlah bagi Ibrahim’.” (Al-Anbiya`:69).
4. Setelah beberapa waktu, Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam kembali ke Mak-kah, dan di sana beliau bertemu kembali dengan putranya yang mulai beranjak remaja, Isma’il ‘Alaihissalam. Putranya tumbuh mekar me-nebar pesona, tapi di situlah ujian yang paling berat datang kepada Nabi Ibrahim. Allah memerintahkannya untuk menyembelih putra-nya itu. Dan dengan tanpa ragu sedikit pun beliau melaksanakan perintah itu.

Ringkasnya: Semua perintah Allah dilaksanakan Nabi Ibrahim dengan segala kepatuhan, dan semua ujian Allah beliau hadapi dengan lapang dada dan keyakinan yang kokoh bagai gunung.

Keempat: Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam adalah sosok hamba Allah yang memiliki ilmu yang dalam dan pengetahuan yang luas. Perhatikan-lah ketika Allah berfirman tentang beliau :

وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ

“Dan demikianlah kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda ke-agungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami mem-perlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin.” (Al-An’am: 75).

Dalam tempat lain Allah ‘Azzawajalla berfirman :

وَتِلْكَ حُجَّتُنَآ ءَاتَيْنَاهَآ إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَّن نَّشَآءُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ

“Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Rabbmu Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Al-An’am: 83).

Inilah sebabnya, beliau adalah sosok penyeru kepada Allah yang memiliki hujjah dan kemampuan debat yang solid dan kokoh.

Mudah-mudahan poin yang keempat ini mengingatkan kita semua, kaum Muslimin, untuk selalu berusaha menjadi seorang hamba Allah yang berilmu dalam dan berpengetahuan luas. Ilmu-lah yang mengantarkan kita menjadi seorang prajurit dakwah yang hebat, dan tanpa ilmu, semua bualan seseorang hanya klaim kosong yang tidak punya makna.

Kelima: Sekalipun Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam adalah orang yang me-miliki ilmu yang luas dan hujjah-hujjah yang kokoh, tapi beliau ada-lah seorang yang penuh pesona dalam debat dan diskusi dengan lawan-lawannya. Beliau tetap bersikap dengan adab yang agung dan sopan santun yang membuat orang-orang terpana. Dalam seja-rah hidup beliau, begitu indah adab beliau yang digambarkan oleh al-Qur`an ketika mendebat kaumnya, dan ketika berusaha menyeru bapaknya sendiri. Beginilah seharusnya seorang hamba Allah dalam berdakwah dan berinteraksi dengan masyarakat luas.

Keenam: Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam memiliki istri dan putra yang sha-lih, patuh, serta penuh bakti.

1. Perhatikanlah ketika Hajar ditinggalkan Nabi Ibrahim ber-sama putranya yang masih bayi di lembah Makkah yang tak bertuan kala itu. Disebutkan dalam Shahih al-Bukhari, no. 3364,

… ثُمَّ قَفَّى إِبْرَاهِيْمُ مُنْطَلِقًا فَتَبِعَتْهُ أُمُّ إِسْمَاعِيْلَ فَقَالَتْ: يَا إِبْرَاهِيْمُ، أَيْنَ تَذْهَبُ وَتَتْرُكُنَا بهذا الْوَادِي الَّذِي لَيْسَ فِيْهِ إِنْسٌ وَلَا شَيْءٌ؟ فَقَالَتْ لَهُ ذلك مِرَارًا، وَجَعَلَ لَا يَلْتَفِتُ إِلَيْهَا، فَقَالَتْ لَهُ: الله الَّذِي أَمَرَكَ بهذا؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَتْ: إِذَنْ لَا يُضَيِّعُنَا، ثُمَّ رَجَعَتْ فَانْطَلَقَ إِبْرَاهِيْمُ…

“… kemudian Nabi Ibrahim bangkit dan beranjak, lalu Hajar mengi-kutinya sambil bertanya, ‘Wahai Ibrahim, kemana engkau akan pergi dan meninggalkan kami di lembah yang tidak ada seorang manusia pun dan tak ada apa-apa?’ Hajar mengatakan itu berkali-kali, akan tetapi Nabi Ibrahim tidak menoleh kepadanya, maka Hajar berkata kepada beliau, ‘Apakah Allah yang memerintahkanmu dengan ini?’ Nabi Ibrahim menjawab, ‘Ya’. Hajar berkata, ‘Jika demikian, maka Allah tidak akan menyia-nyiakan kami (di sini)’, dan Hajar pun kembali. Maka Nabi Ibrahim pun meneruskan langkahnya …”

Perhatikanlah perkataan Hajar yang penuh petuah bagi perem-puan yang mencari figur sejati. Inilah potret istri yang seharusnya menjadi idaman laki-laki Mukmin.

2. Kemudian perhatikan sikap Nabi Ismail ketika ayahnya, Nabi Ibrahim menyampaikan perintah Allah untuk menyembe-lihnya. Nabi Ismail menjawab, sebagaimana yang diabadikan Allah ‘Azzawajalla :

يَاأَبَتِ افْعَلْ مَاتُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَآءَ الله مِنَ الصَّابِرِينَ

“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (Ash-Shaffat: 102).

Jamaah Idul Adha yang Dirahmati Allah

Istri dan putra yang shalih seperti ini, tentu saja bukan karena bapaknya seorang nabi, kalau karena bapaknya adalah seorang nabi, niscaya istri Nabi Luth dan putra Nabi Nuh tidak akan menjadi kafir dan durhaka. Istri dan putra-putri yang shalih, akan lahir me-lalui proses gemblengan yang baik, akan lahir dari pendidikan yang juga shalih, dan tentu saja dari lingkungan yang kondusif. Inilah jalan yang dapat kita tempuh untuk memiliki istri dan putra-putri yang shalih, dan inilah yang diperintahkan Allah ‘Azzawajalla.

Jamaah Idul Adha yang Dirahmati Allah

Enam pelajaran yang kita ambil hari ini dari sejarah hidup Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam sungguh akan menjadi bekal yang sangat berharga bila kita terapkan dalam hidup kita. Ingatlah selalu bahwa Allah ‘Azzawajalla telah berfirman kepada kita kaum Muslimin :

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ

“Sungguh telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya…” (Al-Mumtahanah: 4).

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ الله لِيْ وَلَكُمْ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

KHUTBAH KEDUA:


إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اللهم صَل عَلَى مُحَمدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلمْ.

Jama’ah Idul Adha yang Dirahmati Allah

Melihat perjalanan hidup Nabi Ibrahim, barangkali di antara kita, atau semua kita bertanya, “Mengapa Nabi yang shalih ini di-beri ujian begitu berat dan hebat oleh Allah?”

Benar, Nabi Ibrahim dan nabi-nabi yang lain juga diberi ujian yang sangat berat, bahkan Nabi akhir zaman, Nabi paling mulia sepanjang sejarah, penutup para nabi, Muhammad Sallallahu ‘alaihi Wasallam mendapatkan ujian dan cobaan yang hebat. Tak ada yang tabah dan teguh meng-hadapinya, kecuali pribadi yang telah ditempa oleh gemblengan Allah, dan tidak ada yang memikulnya kecuali jiwa-jiwa yang kokoh.

Karena itu, jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah, ujian dan cobaan dalam hidup, rintangan dan problematika di medan dakwah, adalah suatu yang biasa. Itulah kehendak Allah bagi orang-orang yang ingin menggapai derajat tinggi. Demi Allah, saudaraku semua, apabila kita mau dengan jujur membandingkan antara cobaan hidup kita dengan cobaan yang pernah Allah berikan kepada para nabi dan rasul, kita akan merasa malu untuk merasa dan mengatakan bawa kita ini telah diuji oleh Allah. Ujian yang kita hadapi adalah kecil dibandingkan dengan cobaan berat yang dipikul oleh para rasul Allah ‘Azzawajalla.

Coba kita camkan baik-baik!!!

Dari seluruh perjalanan hidup Nabi Ibrahim, yang Allah ‘Azzawajalla perintahkan untuk kita jalankan pada hari Idul Adha yang penuh berkah ini adalah menyembelih hewan kurban, dan itu adalah demi mengenang salah satu pengorbanan hebat Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam. Coba-lah kita bayangkan, andai Allah memerintahkan untuk menyem-belih putra kita, andai Allah memberi kita cobaan dengan dibakar di hadapan umum, andai Allah memerintahkan kita untuk mem-bawa anak dan istri kita lalu meninggalkannya di tempat yang akan membinasakannya, andai dan andai…. Andai semua ujian yang Allah berikan kepada para nabi juga dibebankan atas kita .…

Karena itu jamaah yang disayang Allah, kita patut bersyukur kepada Allah karena Allah hanya membebankan kita menyembelih seekor hewan kurban; yang dagingnya sepertiga kita makan ber-sama keluarga, sepertiga kita simpan, dan sepertiga kita sedekah-kan kepada orang-orang yang membutuhkan. Semoga semua ini menyentuh hati kita, agar hari ini kita semua berkurban, berikut berbagi kebahagiaan bersama orang-orang yang keseharian mereka serba kekurangan.

اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

( Dikutip dari buku Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi Kedua, Pent. Darul Haq Jakarta. Diposting oleh Abu Salim Wandy Hazar)

—————————
Ket: Dalam permasalahan pelaksanaan Khutbah Hari Raya, para Ulama’ berbeda pendapat menjadi dua golongan. Sebagian diantara mereka mengatakan hanya satu khutbah, dan sebagian ulama’ yang lain mengatakan di dalamnya terdapat dua khutbah seperti Khutbah Jum’at. Karena itu dalam hal ini penulis memelih pendapat yang kedua lebih kuat. wallaahu a’lamu bish shawab.