Setiap rezim diktator pasti akan berakhir dengan tragis. Demikianlah nasib yang kini menimpa penguasa Meuritania Mu’awiyah Walad Thayi’ yang tumbang karena dikudeta oleh militer dan pasukan pengawal istana.

Tak beberapa lama setelah pihak militer mengumumkan telah mengambil alih kekuasaan di negara itu, menurut para saksi mata, ratusan orang membanjiri jalan-jalan ibukota Meuritania, Rabu seraya berteriak dan membunyikan klakson mobil untuk melampiaskan kegembiraan mereka. Beberapa deretan mobil dijejali banyak orang yang berteriak memekikkan ‘alhamdulillah’ dan mengacungkan tanda kemenangan. Mereka kemudian mengadakan pesta di salah satu jalan raya di ibukota.

Salah seorang yang bernama Bilal, 45 tahun, mengatakan, “Sebenarnya di negeri ini tidak pernah ada apa yang namanya demokrasi, yang ada hanya perbudakan. Sekarang kami telah terbebaskan dari rezim diktator.”

Penduduk lainnya bernama Muhammad, 20 tahun, melompat-melompat kegirangan di jalan sambil berujar keras, “Seakan kami semua menjadi para tahanan selama beberapa dekade. Aku sangat bahagia sekali. Bagus kalau ada perubahan. Rezim terdahulu membuat kami kehilangan harapan.”

Beberapa orang penduduk mengatakan, aparat kepolisian berpatroli di beberapa kawasan kota dengan membawa pentungan. Sementara para tentara masih memblokade sebagian jalan yang mengelilingi gedung-gedung pusat dan penting.

Hari Rabu lalu, menurut keterangan yang dipublikasikan kantor berita resmi Meuritania menyebutkan, angkatan bersenjata Meuritania telah membentuk Dewan Militer (DM) untuk menjalankan roda pemerintahan negeri dan mengakhiri rezim yang dibuat presiden terguling, Muawiyah Walad Sayyid Ahmad Walad Thayi’. Keterangan yang ditandatangani apa yang disebut Dewan Militer Untuk Keadilan Dan Demokrasi itu mengatakan, DM akan memerintah selama dua tahun menjelang diselenggarakannya pemilihan umum yang demokratis.

Dalam waktu yang bersamaan, presiden Walad Thayi’, Rabu sedang berada di Niami, ibukota Niger sepulangnya dari Arab Saudi di mana ia ikut melawat jenazah Raja Arab Saudi, Fahd di Riyadh, Selasa.

Dalam pada itu, Uni Afrika (UA) mengungkapkan rasa cemasnya terhadap kondisi di Meuritania dan mengecam setiap bentuk pengambilalihan kekuasan dengan cara paksa. Keterangan UA ini dikeluarkan tak berapa lama setelah pihak militer mengumumkan keberhasilannya mengkudeta pemerintahan presiden Wala Thayi’. (istod/AS)