Thawaf di seputar baitullah (Ka’bah) itu adalah (sama dengan) shalat, hanya saja Allah memperbolehkan kita berbicara di saat thawaf. Kalau shalat tidak sah kecuali dilakukan dengan suci dari hadats kecil, maka thawaf pun demikian pula. Thawaf tidak sah kecuali dilakukan setelah bersuci dari hadats kecil.

Demikian pula, orang yang berhadats besar haram hukumnya melakukan thawaf. Artinya, tidak boleh bagi orang yang sedang janabat melakukan thawaf kecuali sesudah bersuci. Maka wanita haid dan wanita yang sedang dalam masa nifas tidak boleh melakukan thawaf di sekitar Ka’bah kecuali sesudah bersuci dan mandi dari hadats besar. Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menjumpai aku di waktu aku sedang menangis. (Peristiwa ini terjadi di saat ia melakukan haji bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam). Nabi bersabda, “Apakah kamu haid?” Ia jawab, “Ya.” Lalu Nabi bersabda, “Sesungguhnya hal ini merupakan ketetapan Allah terhadap kaum Hawa, maka laksanakanlah segala yang dilakukan oleh laki-laki yang melakukan ibadah haji, hanya saja kamu jangan melakukan thawaf di Baitullah sebelum kamu mandi (bersuci).”

Hadits di atas sangat jelas menerangkan bahwa perempuan tidak boleh melakukan thawaf di Baitullah pada masa haid atau nifas hingga darah benar-benar bersih lalu bersuci. Dari itu perempuan sedang menunaikan ibadah haji, kemudian haid atau nifas datang secara tiba-tiba, maka hendaknya ia tetap melakukan semua pekerjaan haji tanpa ragu selain thawaf, karena thawaf tidak boleh dilakukan sebelum ia suci dan mandi.