Di antara hal yang mewajibkan mandi adalah melakukan hubungan senggama (jima’) antara suami dan istri. Apabila hubungan ini terjadi maka shalat tidak sah dan tidak boleh membaca Al-Qur’an kecuali sesudah mandi. Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا

“Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu shalat sedangkan kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula menghampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, sehingga kamu mandi.” (An-Nisa’ :43).

Dan firman-Nya,

وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا

“Dan jika kamu dalam keadaan junub maka mandilah.” (Al-Ma’idah: 6).

Kewajiban mandi seusai melakukan jima’ itu wajib atas suami juga istri sebagaimana ijma’ ulama, dan istri tidak wajib menguraikan rambutnya dikala mandi dari janabat itu jika rambutnya dianyam.

Perempuan juga boleh mandi bersama-sama suaminya dari satu bejana air, sebagaimana Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan: “Aku pernah mandi janabat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari satu bejana, tangan kami saling menciduk ke dalam bejana itu”. (Muttafaq alaih)