Pengantar

Selalu ada dalam sejarah manusia teladan-teladan yang luhur, pahlawannya saling menolak harta dan tidak tamak kepadanya karena takut itu adalah harta haram. Ini adalah kisah dua orang laki-laki yang saling menolak emas sepenuh gentong, masing-masing mengklaim bahwa ia adalah milik temannya dan bukan milik dirinya. Pengadil yang mereka angkat memutuskan dengan keputusan yang unik di mana dia mengisyaratkan agar menikahkan putra salah seorang dari keduanya dengan putri yang lain dan membiayai keduanya dari harta tersebut.

Nash hadits

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan di Shahih masing-masing dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda, “Seorang laki-laki membeli sebidang tanah dari laki-laki lain. Laki-laki pembeli tanah itu menemukan gentong berisi emas di tanah tersebut. Pembeli berkata kepada penjual, ‘Ambillah emasmu dariku. Aku hanya membeli tanah darimu dan tidak membeli emas’.

Pemilik tanah sekaligus penjual menjawab, ‘Aku menjual tanah dengan apa yang ada padanya kepadamu’. Lalu keduanya berhakim kepada seorang laki-laki. Laki-laki pengadil ini bertanya, ‘Apakah kalian berdua mempunyai anak?’ Salah satu menjawab, ‘Aku mempunyai anak laki-laki’. Yang lain menjawab, ‘Aku mempunyai anak perempuan’. Pengadil berkata, ‘Nikahkan anak laki-laki dengan anak perempuan. Infakkan kepada keduanya dari harta itu dan bersedekahlah’.”
Hadits ini dalam Shahih al-Bukhari, Kitab Ahaditsil Anbiya bab tanpa judul 6/512 nomor 2472.
Diriwayatkan oleh Muslim di Shahihnya, Kitabul Aqdhiyah bab anjuran kepada hakim mendamaikan kedua pihak yang berselisih 3/1345 nomor 1721.

Penjelasan hadits

Dalam hadits ini Rasulullah menyampaikan kepada kita tentang dua orang laki-laki di mana salah seorang dari keduanya membeli tanah dari yang lain, lalu dia menemukan gentong yang berisi emas. Kedua orang ini memang aneh, biasanya orang-orang berebut untuk mendapatkan emas itu. Maka keduanya akan saling mengklaim bahwa dialah pemiliknya supaya bisa meraup emas itu ke dalam pangkuannya, karena kalau dia sebagai pembeli maka dia telah membeli tanah dan apa yang ada padanya, dan kalau dia sebagai penjual maka dia hanya menjual tanah, bukan emas.

Kecintaan kepada harta: emas, perak dan lain-lain tertanam dalam jiwa manusia, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang.” (QS. Ali Imran: 14).

Kecintaan kepada harta bisa mendorong manusia untuk saling iri, memusuhi dan beradu punggung. Ia bisa pula mendorong mereka kepada menghalalkan kehormatan, menumpahkan darah dan bersengketa demi mendapatkan harta orang dengan cara yang batil.

Allah telah memberitahu kita bahwa penyakit ini yaitu memakan harta dengan cara yang batil ini juga menyerang orang-orang yang memikul wahyu-Nya dan berdiri di atas syariat-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak.” (QS. At-Taubah: 34).

Jelas sekali kedua orang ini adalah orang-orang yang shalih dan wara’, iman yang kuat, takwa dan keshalihan biasanya tersimpan di balik zuhud dalam urusan harta, lebih-lebih jika harta itu haram atau pemiliknya tidak yakin bahwa harta itu miliknya. Orang-orang yang shalih lagi bertakwa menyadari bahwa harta yang haram membinasakan harta yang halal, mendatangkan murka dan adzab Allah dan bisa jadi menjadi sebab terjerumus ke dalam Neraka. Ditambah lagi bahwa orang-orang yang hartanya diambil akan mengambil kebaikan orang yang mengambil sesuai dengan harta mereka yang terambil, mereka juga berusaha menunaikan harta kepada pemiliknya orang seperti ini sangat banyak di umat ini lebih-lebih di generasi pertamanya. Para mujahidin datang dengan harta-harta yang besar dan menyerahkannya kepada panglima dan mereka tidak mengambil sedikit pun.

Sebagaimana kisah kedua orang ini adalah sesuatu yang ajaib, begitu pula keputusan pengadil di antara keduanya juga lebih unik dan ajaib. Dia menanyakan keturunan masing-masing. Yang pertama menjawab bahwa dia mempunyai anak laki-laki, sementara yang lain menjawab bahwa dia mempunyai anak perempuan. Pengadil ini menyarankan agar anak laki-laki dan perempuan dinikahkan, dan keduanya diberi infak dari harta yang ditemukan. Pengadil ini dengan keputusannya telah menyambung kedua keluarga dengan tali perkawinan. Tali perkawinan di antara orang-orang baik menguatkan ikatan iman dan merekatkan hubungan di antara orang-orang shalih. Suami istri yang shalih adalah keluarga yang shalih yang bisa diharapkan melahirkan keturunan yang shalih.

Pelajaran-pelajaran hadis dan faidah-faidahnya

1. Adanya jual-beli pada umat-umat terdahulu dan syariat-syariat terdahulu. Tidak seperti yang diklaim bahwa tidak ada hak kepemilikan pada manusia pada zaman dahulu.
2. Adanya orang-orang shalih yang bertakwa yang hanya mengambil harta halal dan menjauhi harta yang haram dalam setiap masa.
3. Anjuran berhakim kepada ahli ilmu dan pemilik akal jernih yang diharapkan mampu memberi hukum yang benar.
4. Ketrampilan telah ada sejak dahulu kala, buktinya adalah gentong ini dan emas yang ada di dalamnya.
5. Jika seseorang menemukan harta yang tertimbun yang mungkin diketahui pemiliknya, seperti harta itu tertimbun sejak masa yang belum lama maka harta itu adalah luqothah di mana pemiliknya harus dicari dan harta diserahkan kepadanya. Jika masanya jauh dan pemiliknya tidak diketahui sama sekali maka itu adalah kekayaan, siapa yang menemukannya memilikinya setelah menyisihkan seperlima.

(Dari Shahih al-Qashash an-Nabawi, Dr. Umar Sulaiman al-Asyqar)(Izzudin Karimi)