Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari (Kitab al-Jihad, Bab Ma Yuta’awwadz Min al-Jubn, 6/35, no. 2822) di awal kitab al-jihad dari Sa’ad bin Abu Waqqash radiyallahu ‘Anhu ,

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَتَعَوَّذُ دُبُرَ الصَّلاَةِ بِهؤُلاَءِ الْكَلِمَاتِ: اللّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ، وَأَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ.

“Bahwa Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam memohon perlindungan (kepada Allah) setelah shalat dengan kalimat-kalimat ini, ‘Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari sifat penakut, aku berlindung kepadaMu dari dikembalikan ke usia yang paling lemah, dan aku berlindung kepadaMu dari fitnah dunia dan aku juga berlindung kepadaMu dari siksa kubur’.” (Usia yang lemah adalah tua renta, pikun dan kelemahan yang payah).

Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmidzi dan Sunan an-Nasa`i dari Abdullah bin Amr, dari Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, beliau bersabda,

خَصْلَتَانِ (أَوْخَلَّتَانِ)، لاَ يُحَافِظُ عَلَيْهِمَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ، إِلاَّ دَخَلَ الْجَنَّةَ. هُمَا يَسِيْرٌ، وَمَنْ يَعْمَلُ بِهِمَا قَلِيْلٌ: يُسَبِّحُ اللهَ تَعَالَى دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ عَشْرًا، وَيَحْمَدُ عَشْرًا، وَيُكَبِّرُ عَشْرًا، فَذلِكَ خَمْسُوْنَ وَمِائَةٌ بِاللِّسَانِ، وَأَلْفٌ وَخَمْسُ مِائَةٍ فِي الْمِيْزَانِ. وَيُكَبِّرُ أَرْبَعًا وَثَلاَثِيْنَ إِذَا أَخَذَ مَضْجَعَهُ، وَيَحْمَدُ ثَلاَثًا وَثَلاَثِيْنَ، وَيُسَبِّحُ ثَلاَثًا وَثَلاَثِيْنَ. فَذلِكَ مِائَةٌ بِاللِّسَانِ، وَأَلْفٌ بِالْمِيْزَانِ. قَالَ: فَلَقَدْ رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَعْقِدُهَا بِيَدِهِ. قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَيْفَ هُمَا يَسِيْرٌ، وَمَنْ يَعْمَلُ بِهِمَا قَلِيْلٌ؟ قَالَ: يَأْتِي أَحَدَكُمْ (يَعْنِي الشَّيْطَانُ) فِي مَنَامِهِ فَيُنَوِّمُهُ قَبْلَ أَنْ يَقُوْلَهُ، وَيَأْتِيْهِ فِي صَلاَتِهِ فَيُذَكِّرُهُ حَاجَتَهُ قَبْلَ أَنْ يَقُوْلَهَا.

“Dua perkara (dua masalah) tidak ada seorang hamba Muslim yang menjaganya kecuali dia masuk surga, keduanya mudah dan yang mengamalkannya sedikit: bertasbih setelah setiap shalat sepuluh kali, bertahmid sepuluh kali dan bertakbir sepuluh kali. Semua itu adalah seratus lima puluh dengan ucapan lisan dan seribu lima ratus dalam timbangan. Bertakbir tiga puluh empat kali apabila beranjak ke tempat tidur, bertahmid tiga puluh tiga kali dan bertasbih tiga puluh tiga kali. Semua itu adalah seratus dengan ucapan lisan dan seribu dalam timbangan.” Abdullah berkata, “Aku melihat Rasulullah a menghitung dengan tangannya.” Mereka berkata, “Ya Rasulullah, bagaimana keduanya mudah sementara yang mengamalkannya sedikit?” Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Ia (maksudnya adalah setan) mendatangi salah seorang dari kalian sebelum dia tidur lalu setan menidurkannya sebelum dia mengucapkannya, dan setan mendatanginya di dalam shalatnya lalu ia mengingatkan hajatnya sebelum dia mengucapkannya.” (Shahih : Diriwayatkan oleh al-Humaidi, no. 583; Abdur Razzaq, no. 3189 dan 3190; Ibnu Abi Syaibah, no. 29255; Ahmad 2/160 dan 204; al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad, no. 1216; Ibnu Majah, Kitab Iqamat ash-Shalah, Bab Ma Yuqalu Ba’da at-Taslim, 1/299, no. 926; Abu Dawud, Kitab al-Adab, Bab at-Tasbih Inda an-Naum, 2/736, no. 5065; at-Tirmidzi, Kitab ad-Da’awat, Bab Minhu, 5/478, no. 3410; an-Nasa`i, Kitab as-Sahuw, Bab at-Tasbih Ba’da at-Taslim, 3/74, no.1347, dan dalam Amal al-Yaumi Wa al-Lailah, no. 819; Ibnu Hibban, no. 2012 dan 2018; ath-Thabrani dalam ad-Du’a`, no. 726; Ibn as-Sunni, no. 741; al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, no. 613: dari beberapa jalan, dari Atha` bin as-Sa`ib, dari bapaknya, dari Ibnu Amr dengan hadits tersebut.

Ini adalah sanad yang shahih, kacaunya hafalan ‘Atha` tidak berpengaruh buruk karena Syu’bah, ats-Tsauri, Hammad bin Zaid dan al-A’masy meriwayatkannya darinya, dan mereka meriwayatkan darinya sebelum hafalannya kacau. Hadits ini dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan disetujui oleh al-Mundziri, an-Nawawi, al-Asqalani dan al-Albani). Sanadnya shahih, hanya saja padanya terdapat Atha` bin as-Sa`ib, dia diperselisihkan karena hafalannya yang kacau, Ayyub as-Sikhtiyani mengisyaratkan haditsnya ini adalah shahih.

Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa`i dan lain-lain dari Uqbah bin Amir radiyallahu ‘Anhu , dia berkata,

أَمَرَنِيْ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ أَقْرَأَ بِالْمُعَوِّذَتَيْنِ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ

“Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkanku untuk membaca muawwidzatain (al-Falaq dan an-Nas) setiap selesai shalat.” (Shahih : Diriwayatkan oleh Ahmad, 4/155 dan 201; Abu Dawud, Kitab ash-Shalah, Bab al-Istighfar, 1/477, no. 1523; at-Tirmidzi, Kitab Fadha`il al-Qur`an, Bab al-Mu’awwidzatain, 5/171, no. 2903; an-Nasa`i, Kitab as-Sahwi, Bab al-Amru Biqira`ati al-Mu’awwidzat, 3/68, no. 1335; Ibnu Khuzaimah, no. 755; Ibnu Hibban, no. 2004; ath-Thabrani dalam al-kabir 17/294, no. 811 dan 812 dan dalam ad-Du’a` no. 677; Ibn as-Sunni, no. 122, al-Hakim 1/253; al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, no. 2565: dari tiga jalan, dari Ali bin Rabah, dari uqbah bin Amir dengan hadits tersebut. Dengan satu jalan periwayatannya yaitu jalan Ahmad saja hadits ini telah shahih, bagaimana jika ketiga jalannya terkumpul? Hadits ini dihasankan oleh at-Tirmidzi, dishahihkan oleh al-Hakim, adz-Dzahabi, al-Asqalani dan al-Albani).

Dalam riwayat Abu Dawud, “al-Muawwidzat (al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Nas),” maka hendaknya seseorang membaca al-Ikhlash, al-Falaq dan an-Nas (usai shalat).

Kami meriwayatkan dengan sanad shahih dalam Sunan Abu Dawud dan Sunan an-Nasa`i dari Muadz radiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam menggandeng tangannya dan bersabda,

يَا مُعَاذُ، وَاللهِ، إِنِّيْ لأُحِبُّكَ. ثُمَّ قَالَ: أُوْصِيْكَ يَا مُعَاذُ، لاَ تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُوْلُ: اللّهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ.

“Demi Allah hai Muadz, sesungguhnya aku mencintaimu.” Lalu beliau bersabda, “Aku berwasiat kepadamu hai Muadz: jangan engkau tinggalkan setiap selesai shalat ucapan, ‘Ya Allah, berilah pertolongan kepadaku untuk berdzikir menyebut namaMu, syukur kepadaMu dan ibadah yang baik untukMu’.” (Shahih : Diriwayatkan oleh Ahmad, 5/244 dan 247; al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, no. 690; Abu Dawud, Kitab ash-Shalah, Bab al-Istighfar, 1/477, no. 1522; an-Nasa`i, Kitab as-Sahwi, Bab Nau’un Akhar Min ad-Du’a`, 3/53, no. 1302 dan di dalam Amal al-Yaum wa al-Lailah, no. 109; Ibnu Khuzaimah, no. 751; Ibnu Hibban, no. 2020 dan 2021; ath-Thabrani dalam ad-Du’a`, no. 654; Ibn as-Sunni, no. 118 dan 119; al-Hakim 1/273, 3/273; Abu Nu’aim dalam al-Hilyah 1/241; Ibnu Asakir 58/417: dari beberapa jalan, dari Haiwah bin Syuraih, dari Uqbah bin Muslim, Abu Abdurrahman al-Hubuli menyampaikan kepadaku, dari ash-Shanabihi, dari Mu’adz dengan hadits tersebut.

Ini adalah sanad shahih, rawi-rawinya tsiqah, ia dishahihkan oleh al-Hakim di tempat pertama berdasarkan syarat al-Bukhari dan Muslim dan disetujui oleh adz-Dzahabi, tapi ditolak oleh al-Asqalani dan dia benar, dia menshahihkannya di tempat kedua saja, disetujui oleh adz-Dzahabi, an-Nawawi, al-Asqalani dan al-Albani). Bersambung……!!!

Sumber : Ensiklopedia Dziikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Wandy Hazar S.Pd.I.